Tahura Tunggu Perhutani

Rencana perluasan Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda juga terganjal oleh rekomendasi dari Perum Perhutani Unit III. Selain itu, persetujuan dari Pemkab Bandung Barat pun sampai kini belum ada.
“Perluasan Tahura ini mencakup tiga wilayah, yaitu Kab. Bandung, Kab. Bandung Barat, dan Kab. Sumedang. Tinggal Kab. Bandung Barat yang belum mau mengeluarkan izin,” ujar Kepala Dinas Kehutanan Jabar Anang Sudarna di Gedung DPRD Prov. Jabar, Kamis (20/1) siang.
Selain itu, menurut dia, Perum Perhutani Unit III yang kini mengelola lahan-lahan calon perluasan Tahura itu pun belum memberikan tinjauan teknisnya.
“Kami sudah menanyakan kepada Perhutani sebanyak dua kali, tetapi sampai saat ini belum ada jawaban,” ujarnya.
Menurutnya, Dishut hanya memerlukan sejumlah rekomendasi untuk melengkapi dan memulai usulan perluasan tersebut. Beberapa di antaranya ialah izin dari pemda setempat serta tinjauan teknis dari Perum Perhutani Unit III.
Mengenai keterlambatan tinjauan teknis tersebut, Kepala Perum Perhutani Unit III Bambang Setiabudi enggan menjelaskannya.
“Saya masih di luar. Besok saja ya, sekalian kami ada pertemuan dengan para stakeholder terkait dengan perluasan Tahura ini,” katanya kepada wartawan saat dihubungi via telepon selulernya.
Sejak 2006
Rencana perluasan kawasan Tahura ternyata telah ada sejak tahun 2006. Kajian perluasan tersebut telah lengkap saat Dinas Kehutanan masih dijabat Wawan Ridwan.
Ide itu kemudian diteruskan oleh Kadishut selanjutnya, yaitu Anang Sudarna. “Kami mengajukan usulan perluasan seluas 2.750 hektare ke pemerintah pusat pada Maret 2010. Dirjen PHKA dan Dirjen Planologi sudah memberi izin pada Juni tahun lalu,” ujar Anang.
Kepada wartawan, Anang menjelaskan, meski kawasan hutan lindung itu nantinya beralih menjadi hutan konservasi, bukan berarti masyarakat tidak boleh masuk.
“Salah besar jika menjadi hutan konservasi warga tidak boleh masuk. Warga tetap bisa masuk dan tidak dipungut bayaran, dengan catatan mematuhi aturan yang berlaku untuk hutan konservasi,” tuturnya.
Aturan itu antara lain, warga tidak diperkenankan menanam tanaman jenis sayur-sayuran. “Kalau rumput masih diperkenankan, atau tanaman lainnya. Tidak benar juga jika hutan konservasi warga tidak boleh mengambil air. Salah besar jika warga tidak boleh mengambil air,” ujarnya.
Anang juga membantah wacana bakal berkurangnya air dan turunnya kehidupan ekonomi warga jika kawasan lindung dijadikan kawasan konservasi. (A-128)***
Nama Media : PIKIRAN RAKYAT
Tanggal : Jumat, 21 Januari 2011 hal 21

Share:
[addtoany]