Genjot Produktivitas Kopi, Terganjal Aturan Pusat

INILAH.COM, Bandung – Potensi budidaya tanaman kopi di Kabupaten Bandung cukup menggiurkan. Namun perlu adanya terobosan dalam pembinaan terhadap para petani kopi.
Kepala Seksi Produksi Perkebunan Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan (Distanhutbun) Kabupaten Bandung, Asep Erawan menjelaskan, dari luas lahan 9.000 hektare pertanian kopi, terbagi atas 2.000 hektare lahan milik rakyat, sedangkan sisanya pertanian rakyat yang menanami lahan milik Perhutani melalui program kemitraan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
“Nah yang sekarang harus mendapatkan perhatian serius ini adalah pertanian kopi rakyat yang PHBM ini. Karena yang PHBM ini kondisinya tidak semua baik, ini yang harus ditingkatkan,” kata Asep Erawan, Jumat (2/5/2014).
Kondisi kurang baiknya pertanian rakyat yang berada di lahan Perhutani ini, kata Asep, dipengaruhi oleh cara dan perawatan tanaman kopi oleh para petaninya sendiri yang kurang maksimal.
Ini terjadi karena para petani tidak semuanya memiliki kecukupan biaya untuk perawatan tanamannya. Apalagi, Perhutani sebagai pemilik lahan hanya memberikan lahannya saja tanpa dibarengi dengan bantuan biaya apapun.
“Yang menjadi masalah adalah, ada peraturan dari pusat, bahwa suatu lembaga pemerintah tidak boleh diberikan bantuan oleh APBN dan APBD. Jadi kami juga tidak bisa memberikan bantuan kepada para petani yang selama ini menanam kopi atau teh di lahan milik Perhutani,” ujarnya.
Padahal, kata Asep, para petani PHBM ini sangat membutuhkan bantuan. Seperti pupuk, obat-obatan, peralatan pertanian, dan juga alat pengupas kulit (pulper).
Bantuan seperti ini, kata dia sangat dibutuhkan oleh para petani. Apalagi di satu sisi, Perhutani hanya memberikan lahan saja kepada petani untuk ditanami kopi atau teh sekaligus menjaga serta merawat pohon keras (tegakan) milik Perhutani.
“Akhirnya karena keterbatasan modal, banyak tanaman kopi milik rakyat ini terbengkalai. Meski kasihan, tapi tidak bisa berbuat banyak. Masalah ini yang harus menjadi perhatian bersama, terutama pemerintah pusat. Karena meski mereka berada di lembaga lain, tapi membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten. Karena ada suatu aturan yang salah tafsir,” katanya.
Kondisi ini, lanjut Asep berbeda dengan petani kopi yang menanam di lahan sendiri. Meski belum maksimal, pemerintah telah berupaya memberikan bantuan. Seperti pengadaan bibit unggul, pupuk, obat-obatan, peralatan pertanian dan pulper.
“Kami bisa memberikan bantuan kepada para petani yang menanam di lahan sendiri itu. Meskipun memang belum maksimal,” ujarnya.
Aktivis pertanian Kabupaten Bandung Egi Maya Kurnia membenarkan jika selama ini memang para petani kopi di lahan PHBM Perhutani tidak bisa mempereleh bantuan dari pemerintah.
Namun sebenarnya kata dia, bukan berarti sama sekali tidak bisa diubah. Karena bisa saja para petani ini diberi bantuan dengan pola kerja sama antara kedua instansi tersebut.
“Sebenarnya kalau saja kedua belah pihak ini bisa duduk bersama dan melepas ego masing-masing, bisa saja diberikan bantuan. Selama tidak melanggar rambu-rambu Perhutani,” ujarnya. [hus]
Sumber  :  http://www.inilahkoran.com
Tanggal  :  2 Mei 2014

Share:
[addtoany]