Memulas Permata di Selatan Jawa

KOMPAS (9/3/2017) | Turisme kini tak lagi menjadi monopoli destinasi yang tersohor sejak lama. Geliatnya memercik ke pelosok desa. Jengah terus menjadi penonton industri wisata, warga di selatan Jawa Tengah yang selama ini tertinggal mulai berkreasi membangun daerahnya.

Hamparan sawah hijau diselingi semilir angin perbukitan menyambut pengunjung di sudut Desa Panusupan, Kabupaten Purbalingga. Titian bambu membawa pengunjung menyusun sawah terasering ke jembatan berbentuk daun waru. Itulah Jembatan Cinta yang ikut memupus keterpencilan desa.

“Kami tahu lokasi ini dari unggahan foto teman di media sosial. Meskipun perjalanan jauh, terbayar dengan keindahan tempatnya'”,kata Zakiah (18), yang berkunjung ke Jembatan Cinta Pringwulung itu bersama Tyas (22) dari Slawi, Brebes, Senin (6/2).

Destinasi wisata ini dilengkapi fasilitas dasar, seperti toilet, areal parkir, mushala, kantin, gazebo, dan gardu pandang. Pengelola Jembatan Cinta Pringwulung Achmad Wahidin menuturkan, lokasi wisata itu dibangun di atas tanah desa seluas 2 hektar melalui gotong royong warga pada April 2016. Warga menginvestasikan antara Rp 500.000,- dan Rp 10 juta per keluarga. “Modal awalnya waktu itu terhimpun Rp 99 juta,” kata Wahidin.

Di balik bentuk cinta pada jembatan yang dibuat warga, kata Wahidin, ada makna filosofisnya. Itu adalah bentuk cinta orang-orang kepada desa, alam, dan juga Indonesia. Kecintaan pada negeri juga dikemas dalam paket wisata edukasi pertanian bagi anak-anak. Mereka diajak menanam padi dan jagung, juga menangkap belut di kolam.

Pengembangan Panusupan yang berjarak sekitar 8 kilometer dari pusat kota Purbalingga dimulai sejak 2014. Kepala Desa Panusupan Imam Yulianto mengatakan, sedikitnya ada delapan lokasi yang dikembangkan jadi obyek wisata. “Pengunjung ke desa wisata ini mencapai 10.000 orang per bulan dengan perputaran uang sekitar Rp 300 juta,” kata Imam bangga.

Dari 2.600 keluarga di desa itu, 20 persen di antaranya kini ikut mengelola wisata. “Moto kami adalah GILA. Gali ide langsung action,” ucap Imam sambil terkekeh.

Dengan berkembangnya desa wisata, kini setidaknya ada 21 rumah warga yang dijadikan homestay (rumah tinggal) bagi pengunjung. Warga dilatih menata kamar, menjaga kebersihan, dan menyambut tamu. “Dengan ekonomi yang membaik, kami targetkan tiap rumah ada satu orang yang lulus sarjana,” ujarnya.

Andalkan Potensi Alam

Alam pedesaan dan pegunungan jadi modal utama warga mengemas obyek wisata. Di Desa Kalilunjar, Banjarmangu, sekitar 10 km dari pusat kota Banjarnegara, warga setempat mengembangkan desa wisata andalan Bukit Asmara Situk.

“Dengan konsep treetop, yaitu jembatan antarpohon, kami menawarkan sensasi selfie di atas ketinggian karena selfie di atas batu, di pantai, itu biasa,” kata Kepala Desa Kalilunjar Slamet Rahardjo.

Seperti halnya Panusupan, lokasi itu juga dibangun secara gotong royong sejak akhir 2015. Jumlah pengunjung sekitar 5.000 orang per bulan dengan perputaran uang Rp 30 juta-Rp 50 juta. Bahkan tahun 2016, kata Slamet, pemasukannya Rp 927 juta.

Di Banyumas, salah satu desa wisata yang berkembang pesat adalah Desa Ketenger, Kecamatan Baturraden. Meski berjarak hanya 2 km dari pusat rekreasi alam Baturraden, selama puluhan tahun warga Desa Ketenger sempat tidak merasakan dampaknya. Kini, dengan Perum Perhutani, mereka mengembangkan wisata alam.

Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan Gempita Desa Ketenger Pumomo mengatakan, salah satu obyek primadonanya adalah Curug Jenggala. Ikon unik yang jadi daya tarik pengunjung adalah dek cinta, sebuah papan berbentuk cinta yang bisa digunakan berswafoto dengan latar belakang empat aliran air terjun.

Saat ini, pengunjung berkisar 10.000-13.000 orang per bulan dengan pemasukan Rp 50 juta-Rp 67 juta “Ada 30 warga yang dilibatkan menjadi pengelola tempat wisata. Per bulan, mereka diupah Rp 1 juta hingga Rp 15 juta per orang,” tuturnya

Selain pengembangan oleh warga desa, di Ketenger juga ada obyek wisata yang dibangun perorangan, yaitu Taman Miniatur Dunia Small World. Dibangun puluhan miniatur ikon negara-negara, seperti menara Eiffel dan piramida suku Maya. “Kami menggugah impian generasi muda agar bisa berkunjung ke tempat-tempat itu di kemudian hari,” kata Manajer Marketing Small World Dian Anjar Nugroho.

Anggaran Daerah

Di Jateng selatan, Purbalingga menjadi salah satu daerah yang paling bersemangat Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Purbalingga Mulyanto mengatakan, di Purbalingga telah ada 10 desa wisata “Tahun ini ada lima rintisan desa wisata lagi,” kata Mulyanto.

Pemkab Purbalingga ikut mengulurkan tangan. Tahun 2016, misalnya, dialokasikan dana Rp 1,92 miliar sehingga tiap desa mendapat Rp 50 juta-Rp 620 juta sesuai proposalnya.

Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Jateng Urip Sihabuddin mengatakan, potensi wisata di Jateng seperti permata yang belum diasah. Sekarang ada 177 desa wisata dan kebanyakan menjual keindahan alam.

Meski demikian, kata Urip, setiap desa wisata harus memiliki ciri dan aktivitas yang khas. “Jangan asal njiplak karenalama-lama pasti jenuh,” ujarnya

Terkait pengembangan desa wisata Direktur Utama Bank Jateng Supriyatno mengatakan, pihaknya akan membantu pengembangan desa wisata melalui produk Mitra Jateng 25 mulai 2017. Tahun lalu. Mitra Jateng 25 dengan suku bunga 7 persen per tahun lebih banyak ke perdagangan, tapi kini kami ingin masuk ke sektor pariwisata dengan menggandeng badan usaha milik desa” ujamya Geliat industri wisata hingga ke desa-desa ini berkelindan dengan napas Nawacita pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla Seperti kerap disampaikan Jo-kowi, di tengah perlambatan bisnis global, pariwisata adalah sektor yang paling cepat menggerakkan perekonomian.

Sumber: Kompas, hal. 23

Tanggal: 9 Maret 2017