50 persen Pendapatan Perhutani Ditargetkan dari Non Kayu

Perum Perhutani menargetkan kontribusi bisnis non kayu bisa menyumbang 50% dari total pendapatan perusahaan pada 2015. Saat ini, bisnis non kayu menyumbang sekitar 20% dari total pendapatan BUMN tersebut.
Dirut Perum Perhutani Bambang Sukmananto menjelaskan, pihaknya secara bertahap akan mengubah bisnis inti (core business) dari kayu menjadi non kayu. “Kami berharap pada 2015 pendapatan kayu dan non kayu bisa seimbang, sehingga kita bisa menghemat kayu untuk tidak, ditebang,” ujar Bambang dalam sambutan ekspor perdana air minum dalam kemasan (AMDK) Perum Perhutani ke Jepang di Bogor, Sabtu (10/9).
Menurut Bambang, bisnis non kayu yang cukup potensial mendongkrak pendapatan Perhutani antara lain air minum dalam kemasan, ekowisata, produksi madu, dan gondorukem. “Kami melihat potensi besar di bidang tersebut. Bahkan, potensinya bisa sama besar dengan bisnis kayu,” tuturnya.
Saat ini, Perhutani mengelola lebih dari 145 titik ekowisata dan sudah mengembangkan sejak lama berupa rekreasi hutan, gua, pantai, air terjun, dan telaga. Perum Perhutani sudah mengembangkan jasa pemanfaatan air dengan kapasitas pengolahan 1 juta liter per tahun. Produksi madu, serta pengolahan gondorukem.pengawas Perhutani Hadi Daryanto menegaskan, Kemenhut selalu mendukung Perhutani, khususnya dalam transformasi bisnis tersebut.
Upaya itu diharapkan bisa mempermudah Perhutani mencapai bisnis ekologi, “Kami akan mempermudah regulasi terkait dengan jasa lingkungan,” ujar dia.
Dukungan Kemenhut tersebut diharapkan bisa meningkatkan daya saing Perhutani, sehingga bisa menjadi lebih produktif dan mampu menciptakan inovasi produk non kayu dari hutan. Hal itu juga sejalan dengan upaya pengelolaan dan pelestarian hutan di Jawa. “Meningkatnya kebutuhan air bersih bisa menjadi peluang pasar bagi Perhutani,” kata Hadi.
Ekspor AMDK Menurut Bambang, upaya terobosan untuk mendorong produksi AMDK Perhutani adalah melalui ekspor perdana ke Jepang yang dilakukan akhir pekan lalu. Pihaknya telah menandatangani kontrak pembelian AMDK dengan importir dari Jepang untuk tahap awal selama tiga tahun.
“Kami telah menandatangani kontrak awal untuk tiga tahun ke depan dengan order 8 juta botol atau rata-rata lima kontainer per bulan. Memang masih kurang dibandingkan dengan kebutuhan yang diminta Jepang 10 juta botol per bulan atau senilai Rp 9,68 miliar,” tutur Bambang, Perhutani telah memenuhi stand keamanan pangan dan minuman negara tersebut yang dikenal sangat ketat.
Ekspor AMDK ke Jepang itu dilakukan melalui PT Classic Intemasion Indonesia. Menurut Bambang, ekspor melalui pihak ketiga ini dilakukan karena mereka memiliki jaringan pemasaran di Jepang.
Pimpinan PT Classic Intemasional Indonesia Katsuhito Segawa optimis masyarakat Jepang menyukai produksi air perhutani karena pertimbangi kualitas. “Sumber aimya alami, beberapa kandungan Fe, bebas pemutih, PH bagus dan TDS bagus,” kata Katsuhit Sumber air untuk AMDK tersebut berasal dari wilayah hutan sekitar Cikeas, Bojongkoneng, Babakan Madang, Kabupaten Bogor.
Selain Jepang, menurut Bambang Perhutani juga mengincar pasar negara lain di Asia Tenggara dan Timur seperti Singapura dan Hongkong. “Untuk sementara kami fokus ke pasar Jepang dulu. Sekarangkan masih harus mengembangkan dan memperbesar kapasitas produksi tutur dia.
Dia merencanakan jika ekspor ke singapura atau Hong Kong dilakukan oleh Perhutani unit yang lain seperti Perhutani Unit Jawa Timur atau Jawa Tengah. “Potensi sumber air Perhutani sangat besar. Di Perhutani III Jawa Barat saja yang sudah terinventarisasi ada 600 sumber air. ltu belum di Jawa Tengah dan Jawa Timur,” tuturnya.
Nama Media : INVESTOR DAILY
Tanggal : Senin, 12 September 2011, Hal 7
Penulis :
TONE : POSITIVE

Share:
[addtoany]