5,87 Juta Ha Lahan untuk Pertanian

Pemerintah telah mencanangkan produksi beras surplus 10 juta ton tahun 2014, serta mencapai swasembada jagung, kedelai, dan gula pada tahun yang sama. Agar mencapai target tersebut, pemerintah kini menyiapkan 5,87 juta hektare hutan produksi untuk dikonversi menjadi lahan pertanian.

Sementara itu, sejumlah kalangan memperkirakan, target kenaikan produksi pangan tersebut setidaknya membutuhkan tambahan lahan pertanian kering 6,3 juta hektare. Selain dari konversi hutan produksi, lahan untuk perluasan pertanian bisa menggunakan sebagian lahan BUMN kehutanan, seperti Perum Perhutani. Saat ini, Perhutani mengelola sekitar 2,4 juta hektare hutan tropis di JawaMadura.

Demikian rangkuman keterangan Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan Bambang Soepijanto, Guru Besar Sosial Ekonomi Agroindustri Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada,Mochamad Maksum Machfoedz, anggota Komisi TV DPR Nabiel Almusawa, Direktur Utama Perum Perhutani, Bambang Sukmananto, dan Wakil Ketua Komisi IV DPR, Viva Yoga Mauladi.

“Pemerintah siap mengalokasikan 5,87 juta hektare sebagai lahan baku pertanian untuk mencapai ketahanan pangan hingga 2025. Lahan tersebut berasal dari 9,09 juta hektare kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi menjadi sentra produksi pangan,” kata Bambang Soepijanto di Jakarta, baru-baru ini.

la menjelaskan, pemerintah tengah membahas perubahan Peraturan Pemerintah (PP) No 10 Tahun 2006 tentang Inventarisasi Hutan Produksi Tingkat Unit Pengelolaan Hutan, serta PP No 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.

Bambang mengatakan, revisi kedua PP tersebut diperlukan untuk payung hukum bagi pemerintah dalam memprioritaskan kawasan hutan sebagai lahan pertanian, peman faatan hasil hutaffbukan kayu, serta pemenuhan kebutuhan energi terbarukan.

“Pemanfaatan kawasan hutan sebagai sentra produksi pangan saat ini semakin mendesak, mengingat penyusutan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian per tahun mencapai 100.000 hektare. Sedangkan luas lahan baku sawah di Indonesia hanya tersisa 6,7 juta hektare,” paparnya.

Kebutuhan Lahan
Viva Yoga Mauladi mengatakan sebelumnya, tahun ini surplus beras nasional diperkirakan sebesar 2 juta ton. Untuk mencapai surplus beras 10 juta ton pada 2014 diperlukan penambahan lahan pertanian kering sekitar 4 juta hektare, dengan asumsi produktivitas gabah sebesar 5 ton per hektare, rendemen padi sekitar 61%, dan lahan kering dimanfaatkan untuk satu kali musim tanam dalam setahun. Tingkat rendemen itu berarti tiap kg gabah kering giling menghasilkan 0,61 Kg beras.

Selain itu, kata Nabiel Almusawa, swasembada jagung memerlukan tambahan lahan 500 ribu hingga 600 ribu hektare. Sedangkan untuk swasembada kedelai butuh tambahan 1,4 juta hektare dan swasembada gula sekitar 300 ribu hektare. “Dari tiga komoditas nonberas yang impornya masih tinggi itu, tambahan lahan yang dibutuhkan sekitar 2,3 juta hektare,” ujarnya.

Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengatakan, produksi gabah 2012 akan mencapai lebih dari 68 juta ton atau naik lebih dari 4% dibanding tahun lalu. Jika dikonversikan menjadi beras setara 38 juta ton, sehingga surplus beras tahun ini 34 juta ton dengan asumsi konsumsi di dalam negeri sekitar 34 juta ton.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, produksi beras itu dihasilkan dari sekitar 13,44 juta hektare luas panen atau sekitar 6,7 juta hektare luas lahan baku. “Konversi lahan pertanian mencapai 110.000 hektare per tahun, sehinga luas lahan baku yang tadinya sekitar 7,7 juta hektar pada tahun 2002 sekarang tingal 6,7 jutahektare,” ujar Viva Yoga Mauladi.

Perusahaan Atau Rakyat
Bambang Soepijanto mengatakan, pengembangan kawasan hutan untuk lahan pertanian itu akan diserahkan kepada sejumlah perusahaan dan badan usaha profesional, agar target ketersediaan lahan dapat direncanakan untuk jangka panjang. Untuk mendukung program ini, penyelesaian review tata ruang bakal dipercepat.

“Pelepasan lahan kepada badan usaha itu untuk menjamin ketersediaan lahan, luas penanaman, serta masa panen sesuai kebutuhan,” ujar Bambang Soepijanto. Bambang Soepijanto menjelaskan, Perhutani sebagai BUMN kehutanan telah bersedia untuk menggarap kawasan hutan seluas 150.000 hektare. Lahan ini akan digunakan untuk memproduksi tanaman pangan berpola tumpang sari di sejumlah daerah di Pulau Jawa.

“Tanaman jagung akan menjadi varietas primer dengan alokasi lahan seluas 80.000 hektar, disusul padi seluas5.000 hektare dan kedelai 15.000 hektare,” papar Bambang Sukmananto.
Bambang Sukmananto menjelaskan, pihaknya memilih Jawa Barat sebagai kantong produksi pangan utama sistem tumpang sari yang akan dikembangkan. Pasalnya, daerah ini masih memiliki kawasan hutan cukup luas ketimbang provinsi lain di Pulau Jawa.

Pemanfaatan kawasan hutan produksi sebagai agroforestri dinilai akan memberikan kontribusi cukup besar dalam memperkuat ketahanan pangan RI. “Pengembangan lahan tumpang sari Perhutani ini merupakan salah satu upaya untuk mendukung program surplus pangan sebesar 10 juta ton mulai 2014. Kelompok tani nantinya mendapat dukungan dana dari subsidi pangan, untuk pengadaan pupuk dan bibit,” papar dia.

la memperkirakan, program tumpang sari yang dikembangkan perusahaan dapat memproduksi 13,5 juta ton pangan dengan nilai ekonomi Rp 9,1 triliun per tahun. Potensi produksi pangan itu berupa gabah sebanyak 856.802 ton, jagung 7,1 juta ton, kacangkacangan 635.441 ton, dan jenis pangan lain 4,95 juta ton.

Pada kesempatan terpisah mentri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan, pihaknya telah menyiapkan lahan seluas 800.000 hektare untuk mendukung swasembada pangan. la menegaskan, pencetakan lahan pertanian di kawasan hutan perlu dikelola oleh BUMN untuk memudahkan pemantauan.

“Ada cadangan hutan seluas 500.000 hektare di Merauke, ini termasuk yang telah dikeluarkan izin penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan tebu 20.000 hektare. Percetakan lahan pertanian baru juga akan dikonsentrasikan di Kalimantan Tengah seluas 170.000 hektare dan Kalimantan Barat seluas 120.000 hektare,” papar dia.

Zulkifli menjelaskan, pemanfaatan kawasan hutan sebagai sentra produksi pangan akan disesuaikan dengan ketersediaan tegakan hutan serta pelepasan izin pinjam pakai kawasan yang terbengkalai. Mochamad Maksum mengatakan, Pemerintah Indonesia harus segera merealisasikan pembangunan lahan pertanian baru dari lahanlahan yang dimiliki BUMN. Selain memanfaatkan sinergi BUMN dari berbagai sektor terkait, proyek ini harus didukung Kementrian Pertanian dan Kementrian Kehutanan.

Namun, investasi berbasis lahan itu sebaiknya diserahkan kepada jutaan investor gurem atau petani kecil,” ujar Mochamad Maksum saat dihubungi Investor Daily dari Jakarta, Rabu (22/8). Agar lahan tersebut benarbenar bermanfaat untuk meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani, ada lima hal harus diperhatikan pemerintah. Pertama, lahan tersebut harus didukung sarana transportasi memadai. Kedua, pemerintah harus membantu memberikan modal kepada para penggarap lahan untuk membeli bibit unggul dan pupuk.

Ketiga, pemerintah harus memberikan proteksi tata niaga. “Apabila lahan tersebut sudah menghasilkan, jangan sampai pasarnya dirusak oleh importir atau pedagang,” tandas Maksum. Keempat adalah pemberian kemudahan fiskal kepada para penggolah lahan. Kelima, pemerintah harus meningkatkan teknologi di bidang pertanian. “Selama ini, benih jagung saja harus diimpor, sehingga tergantung pada luar negeri. Pemerintah harus mengupayakan dengan berbagai cara agarIndonesia tidak tergantung kepada luar negri,” papar maksum (en).

INVESTOR DAILY :: Kamis, 23 Agustus 2012 Hal. 1-2

Share:
[addtoany]