90% Hasil Hutan Ditargetkan dari Nonkayu

Kementerian Kehutanan (Kemenhut) akan memprioritaskan pengembangan hasil hutan nonkayu yang saat ini potensinya belum tergarap maksimal. Saat ini, sekitar 70-80% hasil hutan masih disumbang dari kayu.

“Ke depan, kami ingin agar 9096 hasil hutan disumbang dari nonkayu dan sisanya dari kayu,” ujar Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan di sela kunjungan kerja Menhut ke Tasikmalaya, Selasa (6/3).

Dalam kunjungan kerjanya itu, Menhut meninjau pabrik sumpit CV Jaya Abadi, berdialog dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), serta meninjau pembangunan masjid dan pusat Balai Latihan Bina Mitra Perhutani di Padepokan Urug Kampung, Tasikmalaya. Menhut juga berkesempatan menghadiri milad ke-37 Pondok Pesantren Mathlaul Khaer, Desa Cintapada, Tasikmalaya.

Menurut Menhut, pengembangan hasil hutan nonkayu itu juga untuk meminimalkan kasus-kasus pembalakan kayu liar (illegal logging) yang banyak melibatkan warga sekitar hutan. Dengan upaya itu, masyarakat sekitar hutan penghidupannya diharapkan tidak lagi tergantung pada kayu hutan.

“Dulu untuk menjaga hutan harus dengan pagar kawat berduri, sekarang cukup dengan mangkuk. Artinya masyarakat sekitar hutan perlu disejahterakan dulu, sehingga dengan kesadaran sendiri mereka ikut menjaga hutan,” paparnya.

Potensi hasil hutan nonkayu yang bisa dioptimalkan antara lain lebah madu, wana wisata, sutera alam, air minum dalam kemasan, serta pengembangan produk berbahan bambu. “Kami sudah mengembangkan itu semua, tapi masih perlu lebih diperkuat lagi,” tuturnya.

Pekerjakan Warga Sekitar
Menhut mengapresiasi usaha CV Jaya Abadi yang memproduksi sumpit dari bambu warga di sekitar hutan Perhutani, Tasikmalaya. Pabrik milik perusahaan lokal itu mempekerjakan 160 orang masyarakat sekitar. “Kita akan mendorong usaha seperti ini. Kita bisa mulai dengan mengembangkan bibit bambu unggul dengan sistem kultur jaringan,” kata dia.

Dia mencontohkan Tiongkok yang cukup maju dalam pengembangan budidaya bambu. Bahkan, bambu di negara itu sudah ditanam dalam kebun berskala luas.”Bambu di sana sudah bisa sebesar orang,” ujarnya di sela kunjungan ke pabrik CV Jaya Abadi. Selain untuk sumpit kata Menhut, bambu bisa digunakan untuk lantai, tikar, topi, tiang rumah, angklung, dan bahkan bisa untuk pengganti besi beton. “Bandara di Brasil sudah pakai bambu untuk tiang betonnya. Tentu yang sudah dipakai zat antirayap. Hasilnya lebih kuat dari besi,” kata Harry Santosa, dirjen pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) dan perhutanan sosial, Kemenhut

Sementara itu, pemilik CV Jaya Abadi Agung Sugiarto menyatakan, pihaknya tiap bulan mengekspor 4 kontainer sumpit ke Taiwan. Nilai ekspor se-tiap kontainer US$ 9 ribu. “Produksi sumpit kami setiap bulan 5 kontainer. Empat kontainer diekspor dan sisanya untuk pasar dalam negeri,” ujar dia.

Menurut Agung, ia mendapat pasokan bambu sebanyak enam truk per hari dari masyarakat di sekitar pabrik atau dengan radius enam kilometer. “Kami sebenarnya ingin meningkatkan produksi, karena permintaan impor dari Taiwan 10 kontainer per bulan. Tapi pasokan bambu di sini terbatas,” kata dia.

Investor Daily :: Rabu, 7 Maret 2012 Hal. 25

Share:
[addtoany]