BERUSAHA MENGUBAH PENGELOLAAN KEUANGAN DARI TRADISIONAL KE MODERN. ITU DILAKUKAN AGAR TERCIPTA EFISIENSI BAGI PERUSAHAAN. TRANSISI INI TERNYATA TAK SEMUDAH YANG DIPERKIRAKAN.
Di semua perusahaan, divisi keuangan memegang peranan penting. Namun, mengurus keuangan di perusahaan yang mengandalkan sumber daya alam seperti Perum Perhutani bukan persoalan mudah. Bila dibandingkan dengan mengelola fulus di perusahaan manufacturing boleh jadi lebih mudah. Dari manual book mesin yang digunakan saja sudah bisa diprediksi apa saja yang akan dihasilkan perusahaan. Begitu juga dengan kulitas dan kuantitasnya.
Berbeda halnya dengan perusahaan yang mengandalkan sumber daya alam. Faktor ketidakpastiannya sangat tinggi dan kompleks. Belum lagi waktu panen yang begitu panjang. Seperti Perhutani tanam pohonnya sekarang, hasilnya baru sekitar 20-30 tahun lagi bisa dinikmati.
Dari sisi kualitas SDM, mereka yang bekerja di hutan secara rata-rata pendidikan dan keterampilannya lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang bekerja di sektor manufacturing. “Itu sudah pasti. Mungkin levelnya sama dengan pekerja bangunan,” kata Morgan Sharif Lumban Batu, Direktur Keuangan Perum Perhutani. Dalam menjalankan usahanya, Perhutani juga tidak selalu mengutamakan profit.
Sebab, ada juga penugasan dari pemerintah yang tidak menghasilkan laba. Seperti konservasi, menjaga hutan lindung, menjaga flora dan fauna yang dilindungi. “Sehingga memang tidak mudah mengelola perusahaan seperti Perhutani ini,” ujar Morgan. Sejak menjabat sebagai Direktur Keuangan dua tahun lalu, berbagai gebrakan dilakukan Morgan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Pertama, membuat standard cost di semua divisi.
Hal ini dilakukan agar biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menanam pohon menjadi jelas. Termasuk biaya pembibitan, pemeliharaan, penggunaan sarana produksi dan sebagainya. Ini menjadi sesuatu yang baru di Perhutani Sebelumnya biaya itu dibuat berdasarkan pengalaman saja. Akibatnya biaya tanam dan pemeliharaan pohon di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur berbeda-beda. Itu terjadi karena tidak ada standar.
Misalnya dalam penggunaan sarana untuk pembibitan pohon, berbeda-beda di setiap lokasi. Itu dari sisi keuangan akan sangat merepotkan dan tidak efisien. Hal-hal seperti inilah yang ingin diseragamkan oleh Morgan. Ini bukan pekerjaan yang gampang, karena menyangkut kebiasaan dan juga budaya. Buktinya, meski terlihat sepele, butuh waktu satu tahun untuk membuat standard cost di Perhutani.
Kedua, mengatasi alat pembayaran para pekerja atau mitra Perhutani. Sebagian mitra pekerja Perhutani belum melek bank, sehingga dalam soal pembayaran menginginkan dalam bentuk cash. Padahal, jarak Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) ke kantor bank terdekat bisa mencapai 50 km. Begitu pula jarak antar satu KPH dengan KPH lainnya bisa 70 km. Sebelumnya, uang cash dibawa dan dibagikan mandor kepada pegawai.
Satu mandor bisa membawahi 200 pekerja. Tentu saja risikonya sangat besar membawa uang yang berjumlah banyak dan berjarak jauh. Untuk mengatasinya, kini pengiriman uang ke KPH di daerah-daerah, menggunakan jaringan BRI. Sebab, BRI memiliki jaringan hingga ke pelosok kecamatan dan desa. Peralihan pembayaran melalui bank ini dimulai dua tahun lalu. Sayang, hingga kini belum rampung sepenuhnya.
Sebab, sosialisasi agar pekerja memiliki rekening bank bukan pekerjaan gampang. Ada yang sudah punya rekening, tapi tetap saja memilih penerima upah secara cask. Apa yang dilakukan Morgan ini pada intinya adalah menciptakan efisiensi di tubuh Perhutani melalui pengelolaan keuangan tradisional ke pengelolaan yang lebih modern. Hasil efisiensi dari dua program yang dijalankan ini memang belum terlihat. Namun Morgan menegaskan bahwa efisiensi yang tercipta itu nantinya akan dikembalikan lagi kepada karyawan dalam bentuk intensif ataupun bonus.
Memang, Morgan tidak bisa sendirian dalam melakukan efisiensi, karena kepemimpinan perusahaan bersifat kolektif kologial. Namun direktur keuangan mempunyai panggung jawab spesial. Divisi keuangan merupakan tonggak terakhir untuk menjaga efisiensi. Divisi ini harus mampu menjaga cash flow yang menjadi darah bagi perusahaan. Bila aliran darah terganggu bisa berakibat fatal bagi tubuh, demikian juga dengan perusahaan.
“Pada dasarnya ilmu pkeuangan itu sederhana saja, yang susah itu mempraktikannya,” ujar Morgan. Ternyata memang benar dibutuhkan sosok eksekutif yang tegas, kreatif dan memiliki integritas tinggi untuk dapat menjaga amanah sebagai penjaga tonggak terakhir perusaan.
Sumber : BUMN Track, hal. 96 & 97
Tanggal : 24 Maret 2015