Radar Banyuwangi – Sosok Kartini tidak hanya menjadi sosok idola. Bagi Yuli, istri rimbawan Kesatuan Pemangku Kehutanan (KPH) Banyuwangi Selatan itu, bertekad meneruskan perjuangan wanita asal Jepara tersebut. Sebagai istri dari petugas negara sering berpindah tempat tugas, perempuan kelahiran 17 Juli ini tidak hanya sebatas mendampingi suami.
NAMUN juga aktif di kegiatan pemberdayaan di tempat suaminya bertugas. Dua tahun di Banyuwangi, selain menjadi ketua paguyuban istri rimbawan KPH Banyuwangi Selatan, ia juga aktif di yayasan TK Tunas Rimba Perhutani di Benculuk. Programnya pun beragam.
Terbaru, perempuan yang suka warna hitam dan putih ini dengan wajah berbinar menceritakan sedang mengenalkan daun jati Belanda dan kayu secang kepada ibu-ibu di paguyuban rimbawan. “Nah ini, kemarin sudah memperkenalkan manfaat kayu secang dan daun jati Belanda kepada ibu-ibu,” ceritanya.
Dia memilih dua jenis tanaman herbal tersebut selain memiliki manfaat untuk kesehatan juga bisa menjadi opsi bagi para ibu untuk berbisnis. Untuk menyosialisasikan manfaat daun jati Belanda dan kayu secang tersebut, dirinya meminta kerabatnya di Randublatung, Blora untuk mengirim masing-masing satu karung serutan kayu secang dan daun jati Belanda. “Di Banyuwangi sendiri masih jarang dijumpai dua jenis pohon ini,” katanya. Respons anggota paguyuban memang belum terlalu tinggi. Meski demikian ia tidak menyesal.
Baginya, berbagi ilmu dengan sesama sudah cukup.”Paling tidak saya memberikan informasi baru kepada mereka mengenai manfaat daun jati Belanda dan kayu secang ini,” tambahnya. Selain program pemberdayaan pada anggota paguyuban, ia juga memiliki program di bidang pendidikan pada siswa di TK Tunas Rimba Perhutani. Dia memberikan keringanan biaya bagi siswa tidak mampu.
Diam-diam dia juga kerap memberikan santunan kepada siswa yang kurang mampu menggunakan dana pribadinya. Dibalik kesibukannya tersebut, Yuli tidak pernah lupa mengeksplorasi kebudayaan dan pariwisata setempat. Menurutnya, salah satu yang menarik menjadi warga nomaden adalah mempelajari budaya dan wisata di daerah tempat tugas suami.
Selama di Banyuwangi, Yuli mengaku paling berkesan dengan Desa Blambangan, Kecamatan Muncar. “Jika jenuh saya ‘meditasi’ di KPH Blambangan. Banyak hal yang menarik di sana,” ceritanya. Salah satu daya tari Desa Blambangan adalah keberadaan makam panjang dan aktivitas umat Hindu.
Dia juga sangat tertarik dengan omprog penari Gandrung. “Saya masih penasaran makna gareng dan petruk di kanan dan kiri omprog. Saya tanya sama warga sini tapi tidak mendapat jawabannya,” ucapnya. Diakui Yuli, pindah ke Banyuwangi, memberikan “oksigen budaya” segar baginya. Sebelumnya ia mendampingi suaminya beberapa tahun di Blora. “Di sana kerukunan antar warga tidak sebagus di sini. Semua saling mendukung,” pungkasnya. (cin/c1/afi)
Sumber : Radar Banyuwangi, hal. 53
Tanggal : 21 April 2015