Investor Daily – Perum Perhutani akan menggandeng PT Energy Management Indonesia Persero (EMI) untuk membangun pembangkit listrik tenaga biomassa. Pembangkit ini menjadi pilihan utama karena dinilai sangat ekonomis dan mendukung fungsi ekologis dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga fosil.
Direktur Utama PT Energy Management Indonesia (EMI) Aris Yunanto menyatakan, pembangkit listrik biomassa menjadi pilihan terbaik bagi pabrik sagu Perhutani karena menggunakan bahan bakar yang berasal dari sampah hasil industri pengolahan sagu milik Perhutani.
Rencananya, kata Aris, pembangkit listrik berkapasitas 3 megawatt (MW) dan ramah lingkungan ini akan disalurkan untuk memenuhi kebutuhan pabrik Perhutani. Sisa pasokan listrik yang tidak terpakai akan dibagikan secara gratis kepada masyarakat dan Sekolah Menengah Kejuruan di Sorong Selatan.
“Kegiatan ini sebagai wujud sinergi BUMN untuk negeri, selain sebagai bentuk kepedulian Perhutani dan EMI kepada masyarakat dan kelestarian alam di Sorong Selatan,” ujar Aris.
Aris menambahkan, proses pembangunan hingga beroperasinya PLT Biomassa diharapkan akan rampung dalam waktu kurang dari setahun. Pembangkit listrik biomassa memiliki tingkat kadar pencemaran lingkungan lebih rendah daripada tingkat kadar pencemaran akibat pembangkit listrik tenaga fosil seperti batubara dan minyak solar.
Dikatakannya, sedikitnya ada tiga potensi pembangkit listrik yang dapat dibangun di wilayah tersebut. Rincinya, pembangkit listrik biomasa, pembangkit listrik tenaga pasang surut dan gelombang laut, serta pembangkit listrik tenaga air (sungai).
Meski begitu PLT biomassa merupakan pilihan tepat bagi sumber daya listrik disekitar pabrik Perhutani. Hal ini juga disebabkan oleh masih sedikit dan terpencarnya masyarakat didistrik tersebut, sehingga diperlukan pembangkit skala kecil untuk kelompok masyarakat yang cukup efisien.
Secara ekonomi nilai keekonomian listrik yang dihasilkan oleh PLT Biomassa di Papua berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memiliki nilai jual Rp 2.450 per kilowatt hour (kWh), lebih murah 50% dari PLTD yang mencapai Rp 5.000 per kWh.
Nilai keekonomian PLT Biomassa di Papua memang lebih mahal daripada pulau Jawa yang hanya sekitar Rp 1.600 per kWh. Hal ini sebagai bentuk insentif Pemerintah bagi para investor yang bersedia membangun infrastruktur energi listrik di lokasi yang jauh dari Pulau Jawa.
Sumber : Investor Daily, hal. 9
Tanggal : 4 Januari 2016