Kerja sama dan gotong royong adalah budaya kita sejak zaman dulu. Itu adalah warisan leluhur. Tetapi, saat ini terkesan seolah-olah pola kerja sama, musyawarah, dan gotong royong itu kian sulit ditemukan di masyarakat kita. Maka, pola kerja sama pengelolaan hewan ternak yang dilakukan LMDH Wono Salam patut ditepuktangani. Seperti apa kerja sama peternakan ala LMDH yang berada di bawah koordinasi KPH Madiun itu?
Namanya Djumali. Lelaki paruh baya yang lahir di Madiun, 17 Desember 1949 itu sudah dua periode mengetuai LMDH Wono Salam. LMDH Wono Salam sebenarnya sudah berdiri sejak tahun 2003. Tetapi, yang menarik dari LMDH Wono Salam ini adalah Koperasi dan Unit Peternakan yang mereka kelola sejak 2012. Jenis hewan yang mereka ternakkan adalah sapi dan kambing. Apanya yang menarik?
Djumali menuturkan, anggota LMDH Wono Salam berjumlah 103 orang. Untuk peternakan, hewan ternak mereka tidak dikumpulkan di satu tempat, atau dalam satu rumah atau satu area tertentu. Namun, masing-masing hewan ternak itu dipegang atau diperlihara oleh masing-masing anggota LMDH. Hewan-hewan ternak tersebut hanya dikumpulkan di satu tempat ketika ada acara penyuntikan vaksin atau pemberian vitamin. Selanjutnya, hewan-hewan ternak tersebut dikembalikan lagi kepada masing-masing peternaknya.
“LMDH Wono Salam ini anggotanya ada 103 orang, namun belum semua memiliki kambing dan sapi. Pemeliharaan hewan ternak itu akan di-rolling setelah membuahkan hasil,” kata Djumali.
Nah, inilah yang menarik. Pola pemeliharan hewan ternak yang mereka pilih adalah dengan kerja sama serta gotong royong. Semangat kebersamaan membuat mereka melakukan perputaran pemeliharaan hewan ternak di antara anggota LMDH setelah sang hewan ternak memberikan hasil. Sehingga, diharapkan semua anggota LMDH akan merasakan pemeliharaan hewan ternak tersebut.
LMDH ini punya koperasi yang memiliki pengerusan tersendiri. Nama koperasinya sama dengan LMDH. Kebetulan saat ini yang menjadi ketua adalah anak pertama Djumali. Oya, Djumali sendiri punya 6 anak, 2 orang putra dan 4 orang putri.
“Usaha ternak dan koperasi LMDH ini sudah berjalan 3 tahun, sejak sekitar tahun 2012. Bahkan sebenarnya sudah ada dari tahun 2003, namun waktu itu belum berbadan hukum. Di dalam mengelola ternak yang dilepas ke masing-masing Anggota LMDH ini kami memiliki sub unit dan pengurus tersendiri yang bertugas untuk mengontrol ke masing-masing anggota. Jadi, kalau ada hewan yang sakit, segera bisa dilaporkan dan nanti akan dilanjutkan ke mantri yang biasa memeriksa hewan di sini. Sehingga, hewan ternak yang sakit itu bisa segera ditangani dan diobati,” tutur suami dari Katira ini pula.
Digandeng Perhutani
Setelah dua tahun LMDH Wono Salam berdiri, Djumali dan rekan-rekannya merasa perlu untuk mengembangkan organisasi mereka ke arah yang lebih serius. Mereka berpikir untuk membentuk koperasi. Koperasi itu akan memberikan peluang bagi pengembangan usaha mereka menjadi kian besar.
Maka, mereka pun perlu tambahan modal. Juga pembinaan agar usaha mereka kian terarah. Pilihan pun jatuh kepada Perum Perhutani.
“Setelah 2 tahun berdirinya LMDH ini, kami mengajukan pinjaman kepada Perhutani. Lalu kami pun menerima pinjaman dari Perhutani. LMDH ini sudah 3 kali menerima pinjaman dari perhutani. Pinjaman pertama, kami mendapatkan 7,5 juta rupiah. Untuk yang kedua, kami mendapatkan 15 juta rupiah. Dan yang terakhir ini 20 juta rupiah. Tahun ini, kami akan mengajukan lagi pinjaman dana sekitar 50 juta rupiah, namun masih dalam peroses pengajuan,” kata Djumali.
Djumali mengisahkan, dana dari hasil pinjaman yang pertama tersebut sebagian dialokasikan ke pupuk bokashi dan sebagian lagi untuk usaha koperasi. Untuk alat pembuat pupuk bokashi, mereka mendapatkan bantuan dari Dinas Kehutanan Kabupaten Madiun.
Sesungguhnya, pupuk bokashi merupakan awal mula usaha yang mereka rintis. Ini adalah jenis usaha mereka yang pertama. Namun, mereka mengalami kesulitan dalam hal pemasarannya. Sebab, menurut Djumali, harga jual pupuk bokashi ternyata tak menutup biaya produksi.
“Untuk pupuk bokashi ini, sebenarnya kalau kami sesuaikan secara kaku dengan formula yang kami buat, tidak menutup modal dengan harga di pasaran. Sementara pemerintah, dalam hal ini Pupuk Gresik yang memproduksi pupuk organik, bisa menjual pupuk organik itu dengan harga di bawah kita, karena mereka mendapatkan subsidi dari pemerintah. Seandainya subsidi itu beralih kepada kita sebagai rakyat kecil, mungkin pupuk bokashi ini akan terus berjalan sesuai dengan yang kami harapkan,” ujarnya.
Kesulitan memasarkan pupuk bokashi dengan harga yang pantas agar dapat menutup biaya produksi itulah yang membuat usaha tersebut mandek di tengah jalan. Tak putus asa, LMDH Wono Salam lalu mencoba usaha lain, yaitu koperasi dan ternak. Pilihan itu lalu dijalani bersama.
“Awal mulanya memang kami diberikan pembinaan oleh Perhutani untuk pupuk bokashi. Waktu itu, pemasaran pupuk bokashi ini memang untuk Perhutani. Sebab, di sini kan terdapat tempat persemaian bibit. Seluruh wilayah se-KPH Madiun menggunakan pupuk bokashi produksi LMDH ini, bahkan sampai ke Ponorogo. Jadi, sebenarnya usaha pupuk bokashi ini tidak berhenti total, tetapi hanya untuk konsumsi di sekitar kita saja,” kata Djumali pula.
Rolling Usai Melahirkan
Menurut Djumali, koperasi LMDH Wono Salam ini untuk sementara masih dalam bentuk simpan-pinjam. Sedangkan peternakan, pola perputaran pengelolaan hewan ternak yang mereka jalankan telah berlangsung dengan baik.
“Untuk kambing, semula kita tidak membeli dalam jumlah banyak. Dulu kita beli 5 ekor, sekarang sudah sekitar 14 ekor. Yang sapi juga sama. Kebetulan belum lama ini baru saja lahir,” ujarnya.
LMDH mereka mengadakan perkumpulan di setiap satu bulan sekali. Tukar menukar informasi dan sumbang saran penyelesaian kesulitan dalam pengelolaan ternak mereka lakukan di pertemuan itu. Di dalam pertemuan tersebut, mereka secara rutin menghadirkan Asper dan Mantri untuk memberikan pembinaan kepada seluruh Anggota koperasi. Dari rangkaian pertemuan bulanan itulah mereka selalu menerima informasi terkait PKBL.
“Nah, dari perkumpulan bulanan itu, kami selalu mendapat informasi tentang PKBL ini. Sebab, Asper ataupun Mantri sering memberikan berita-berita terbaru,” ucapnya.
Khusus untuk peternakan, mereka sudah menerapkan aturan yang menarik. Jika pengurus LMDH memberikan sapi atau kambing kepada anggotanya untuk diperlihara, maka hewan ternak tersebut akan dibawa oleh anggota yang bersangkutan ke rumahnya untuk dirawat.
Tetapi, jika nanti kalau hewan tersebut hamil dan melahirkan, maka pengurus LMDH nanti akan mengambil kembali. Kepada anggota yang telah memelihara hewan tersebut, diharuskan untuk memilih, apakah mau mengambil anaknya yang baru dilahirkan itu atau induknya, untuk tetap mereka pelihara. Jika sang anggota yang telah memelihar hewan tersebut memilih untuk mengambil anaknya, maka pengurus LMDH akan mengambil induknya untuk kemudian akan mereka rolling atau putar ke anggota yang lain.
“Tetapi anggota yang sebelumnya memelihara hewan tersebut harus membayar uang kas dulu sebesar 25% dari harga jual hewan tersebut. Banyaknya 25% ini merupakan hasil musyawarah anggota dan selalu mengikuti harga pasar. Jadi kalau harga pasaran seekor sapi itu kisarannya 8 juta rupiah, berarti mereka harus bayar uang kas sekitar 2 juta rupiah. Seandainya 25% ini tidak ada, maka modal kita tidak akan bertambah terus,” kata Djumali.
Menurut Djumali, sebelum ada dana PKBL, masyarakat setempat menjalankan usaha tanam tumpang sari di lahan Perhutani. Tanaman yang ditanam dengan pola tumpang sari itu misalnya kacang, jagung, kedelai, dan ketela pohon. Hasilnya cukup lumayan juga.
“Untuk hasil dari tanaman tumpang sari ini, saya tidak bisa menghitung secara pasti besarannya berapa, tetapi semenjak kami bermitra dengan Perhutani, ada perbedaan yang jelas kami rasakan. Kalau dulu masih ada anggota LMDH yang anak-anaknya masih bersekolah hanya sampai tingkat SD atau SMP karena terkendala biaya, sekarang sepertinya sudah tidak ada. Sudah selesai semua sekolahnya minimal sampai lulus SMA. Jadi untuk kebutuhan sehari-hari, makan dan lauk pauk, itu sudah bisa dicukupi dari hasil tumpang sari lahan perhutani tersebut,” ujarnya.
Djumali pun menyebut, pihaknya sangat berbahagia dengan adanya dana PKBL. Menurut dia, dana PKBL sangat membantu mereka mengembangkan usaha dan mengejar harapan.
“PKBL ini bagus, karena bunga pinjamannya jauh lebih rendah dibandingkan dengan bank-bank konvensional. Namun, kekurangannya adalah waktu turunnya dana ini yang lumayan lama, tidak seperti di bank yang langsung cair. Hal ini menjadi kekurangan PKBL, karena terkadang kita butuh dana cepat agar bisa mengembangkan usaha kita,” ujarnya sambil tersenyum.
Toh masih ada harapan yang terselip dari sela bibirnya. Apa itu? Harapan kita ke depan, semua anggota LMDH ini masing-masing bisa memelihara ternak itu. Sehingga, sistem rolling sudah tidak diperlukan lagi. Jadi kalau sudah tidak ada rolling, akan semakin besar nilai tambahnya,” kata Djumali.
Sebuah harapan sederhana, sebenarnya. Semoga segera terwujud. Dan Djumali pun kembali tersenyum. DR