KOMPAS (7/11/2016) | Hutan mangrove yang selama ini berfungsi sebagai kawasan lindung dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan (silvofishery) melalui sistem empang parit. Potensinya sangat besar karena di pantai utara Jawa terdapat sekitar 43.000 hektar hutan mangrove yang dikelola Perum Perhutani.
Berdasarkan pengalaman Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wana Sejati Ciasem, Kabupaten Subang, Jawa Barat, produksi dari budidaya ikan di hutan mangrove rata-rata bisa menghasilkan 2 ton ikan bandeng per hektar per tahun. “Jika ditanam ikan mujair, bisa 1,5 ton per hektar per tahun. Sementara hasil udang alam 0,5 kilogram per hektar per hari”, ujar Sarjono, Ketua LMDH Ciasem, Minggu (6/11).
Harga ikan mujair rata-rata Rp 15.000 per kilogram (kg) dan udang Rp 25.000 per kg. Kawasan mangrove di Subang dan Karawang masuk dalam wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta. Status kawasan mangrove itu masih hutan lindung sehingga yang bisa dimanfaatkan untuk silvofishery hanya sebagian, lainnya tetap hutan lindung.
Oleh karena itu, lanjut Sarjono, harus ada altematif untuk pariwisata agar potensi kawasan ini dimanfaatkan secara optimal tanpa mengganggu fungsinya. Selama ini masyarakat yang tergabung dalam wadah LMDH umumnya mengusahakan ikan bandeng dan udang di hutan mangrove serta rumput laut LMDH yang dipimpinnya kini beranggotakan 480 petani.
Luas hutan mangrove yang dikelola Perum Perhutani tercatat 43.000 hektar. Sebagian ada di KPH Purwakarta, yaitu 15.897 hektar. Di kawasan ini sudah ada pengelolaan secara silvofishery seluas 11.317 hektar di 20 desa pada 8 kecamatan.
Kawasan itu dikelola sejumlah LMDH. Salah satunya LMDH Wana Sejati yang memiliki koperasi untuk menampung hasil produksi 280 petani anggotanya.
Pekan lalu, kegiatan LMDH di kawasan ini ditinjau Direktur Utama Perum Perhutani Denaldy M Mauna. Tujuannya, selain bertemu dengan LMDH, juga untuk memetakan potensi yang dapat dikembangkan di kawasan mangrove. Itu termasuk budidaya ikan empang parit sistem kelembagaan, dan aturan yang ada agar bisa dikembangkan silvofishery dengan baik serta optimalisasi fungsi lindung hutan mangrove.
Konsumsi ikan
Menurut Denaldy, pemerintah saat ini berupaya meningkatkan konsumsi ikan per kapita, khususnya Pulau Jawa, karena dinilai masih di bawah konsumsi nasional. Perhutani yang memiliki hutan mangrove di pantai utara dan selatan Jawa akan dioptimalkan pengelolaannya dengan pola silvofishery yang baik, yakni kombinasi mangrove dengan budidaya ikan atau lainnya.
Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional, salah satu langkah adalah peningkatan produksi perikanan tangkap, budidaya, dan pengolahan hasil perikanan. Perhutani dapat berperan mengalokasikan hutan mangrove untuk budidaya pola silvofishery. Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa menyiapkan benih unggul produk perikanan dan pembinaan budidaya perikanan darat.
Sumber : Kompas, hal. 22
Tanggal : 7 November 2016