Pemanfaatan kawasan hutan sebagai sentra produksi pangan akan disesuaikan dengan ketersediaan tegakan hutan serta pelepasan izin pinjam pakai kawasan yang terbengkalai. Sebagai tahap awal, pelepasan hutan menjadi lahan bam disiapkan 200.000 hektare. Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan Bambang Soepijanto mengungkapkan pemerintah tengah membahas perubahan Peraturan Pemerintah 10/2006 tentang Inventarisasi Hutan Produksi Tingkat Unit Pengelolaan Hutan, serta PP 24/1992 tentang Penataan Ruang.
Revisi kedua PP tersebut akan menjadi payung hukum bagi pemerintah dalam memprioritaskan kawasan hutan sebagai lahan pertanian, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, hingga pemenuhan kebutuhan energi terbarukan. “Ada total luas kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi sebagai sentra produksi pangan mencapai 9,09 juta hektare. Dari total itu, kebutuhan lahan baku sawah diproyeksi seluas 5,875 juta hektare guna mencapai ketahanan pangan pada 2025,” ujarnya akhir pekan lalu.
Pemanfaatan kawasan hutan sebagai sentra produksi pangan memang kian mendesak mengingat penyusutan lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian per tahun mencapai 100.000 hektare. Hingga kini, luas lahan baku sawah di Indonesia hanya tersisa 6,7 juta hektare. Menurut Bambang, pengembangan kawasan hutan sebagai sawah baku akan dilepas ke sejumlah perusahaan dan badan usaha profesional sehingga targettarget potensi ketersediaan lahan dapat diprediksi dan terencana. Selain itu, penyelesaian review tata ruang juga akan diproses lebih cepat.
“Kalau dilepas ke masyarakat luas takutnya sulit terprediksi ketersediaan lahannya, begitu juga luas tanam dan masa panen.” Salah satu perusahaan yang berminat yakni Perum Perhutani yang berencana menggarap kawasan hutan seluas 150.000 hektare untuk diberdayakan sebagai sumber produksi tanaman pangan tumpang sari di sejumlah daerah di Pulau Jawa.
Varietas primer
Direktur Utama Perum Perhutani Bambang Sukmananto mengungkapkan tanaman jagung akan menjadi varietas primer dengan alokasi lahan seluas 80.000 ha, menyusul tanaman padi seluas 55.000 ha dan kedelai 15.000 ha. Menurut Bambang, Jawa Barat akan menjadi kantong produksi utama karena masih memiliki kawasan hutan yang cukup luas ketimbang provinsi lain di Pulau Jawa. Dia menargetkan produksi pangan dari lahan tumpang sari di bumi Pasundan dapat mencapai 127 ton setiap musim panen.
Bambang berharap sejumlah lahan tumpang sari Perhutani mulai menunjukkan peningkatan produksi sebagai salah satu upaya mendukung program surplus pangan sebesar 10 juta ton mulai 2014. Kelompok tani, serunya, akan terus disokong saluran dana yang diperoleh dari subsidi pangan untuk pengadaan pupuk dan bibit. Pemanfaatan kawasan hutan produksi sebagai agroforestri telah memberikan kontribusi cukup besar dalam menjamin ketahanan pangan. Program tumpang sari dapat memasok 13,5 juta ton dengan nilai ekonomi mencapai Rp 9,1 triliun. Potensi pangan lahan tumpang sari berupa padi sebanyak 856.802 ton, jagung 7,1 juta ton, kacangkacangan 635.441 ton, dan jenis pangan lainnya yang mencapai 4,95 juta ton. Sepanjang tahun lalu, pemanfaatan kawasan hutan untuk tanaman pangan tumpang sari telah mencapai 16,4 juta ha. (redaksi@bisnis.co.id)
Bisnis Indonesia:: 7 Mei 2012, Hal i.2