TABLOID SINAR TANI (30/5/2017) | Jagung kini menjadi komoditas kedua setelah padi yang menjadi target pemerintah untuk swasembada. Bahkan tahun ini, pemerintah telah mengibarkan bendera bahwa tak ada lagi impor jagung, setelah tahun lalu berhasil menekan impor hingga 66%.
Targetnya tahun ini luas pertanaman jagung mencapai 5.743.769 hektar (ha), dengan produktivitas 53,18 ku/ha diharapkan produksinya sebanyak 30.544.728 ton. Bagaimana caranya? Salah satu langkah mengejar target tersebut adalah dengan menggarap lahan non konvensional yakni perkebunan, lahan kering dan lahan-lahan milik Perhutani/Inhutani.
Catatan yang diperoleh Sinar Tani, pemerintah telah menetapkan target luas tanam jagung di lahan perkebunan 1 Juta ha, lahan Perhutani/Inhutani 300 ribu ha, lahan hutan rakyat 100 ribu ha, Lahan kering/ lahan APL 1 juta ha, lahan tadah hujan 200 ribu ha dan peningkatan Indeks Pertanaman 400 ribu ha. Kalkulasinya dengan potensi lahan-lahan tersebut, maka bakal dengan mudah target tersebut bisa tercapai.
Lahan Non Konvensional
Dirjen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, Sumardjo Gatot Irianto menegaskan, untuk meningkatkan produksi jagung, pihaknya kini memang fokus perluasan areal tanam, terutama di daerah non konvensional. “Kita harapkan agar nantinya areal tanam jagung tidak bersaing dengan tanam padi dan kedelai,” katanya.
Salah satu contoh areal non konvensional yakni lahan perkebunan kelapa di Sulawesi Utara. Potensi arealnya masih luas untuk pertanaman baru. “Kita akan gunakan bawah tegakan pohon kelapa untuk bertanam jagung. Sekarang yang sudah ada 350 ha dan kita inginkan 500 ha yang baru,” tegasnya.
Selain menggunakan lahan bawah tegakan kelapa, Kementan juga menargetkan penanaman jagung satu juta hektar (ha) terintegrasi dengan lahan perkebunan kelapa sawit di seluruh Indonesia tahun 2017. Skenarionya selama menunggu kelapa sawit berbuah, jagung dapat ditanam antara 10-2 kali musim tanam, dengan target produktivitas 4-5 ton/ha.
Perluasan areal tanam jagung lainnya yakni di lahan kehutanan milik Perhutani atau Inhutani. Bisa juga di lahan kesultanan, lahan adat atau ulayat. Termasuk juga lahan lain yang sebelumnya tidak pernah ditanami jagung atau sebelumnya pernah ditanami jagung, tapi kemudian tidak ditanami lagi.
Sumber : m.tabloidsinartani.com
Tanggal : 30 Mei 2017