Perum Perhutani Unit III Jabar&Banten berencana menanam karet seluas 20.000 ha yang tersebar di sejumlah hutan lindung di Jabar dan Banten. Wakil Kepala Unit III Iman Sandjojo mengatakan rencana penanaman karet tersebut antara lain di Kabupaten Indramayu, Majalengka, dan Sumedang.
“Komoditas karet masih sangat dibutuhkan sehingga kami memilih untuk mengembangkan karet yang didukung dengan lahan yang cukup luas,” katanya saat dihubungi Bisnis, Minggu (12/8).
Dia menjelaskan tahun ini diujicobakan penanaman seluas 600 ha sekaligus sebagai tahap proses pembelajaran. Menurutnya, penggarapan awal penanaman karet dilakukan di kawasan Jawa Barat, di antaranya Indramayu 300 ha, di Majalengka 150 ha, dan Sumedang 150 ha.
“Pada tahun ini Perhutani Unit III siap menanam karet seluas 600 ha dengan investasi Rp 1,440 miliar,” ungkapnya. Iman menuturkan selama 5 tahun ke depan pihaknya akan fokus menggenjot penanaman 20.000 ha karet dengan investasi Rp2 triliun dari seluruh luas lahan di Jabar dan Banten 660.000 ha. Lahan seluas itu, ujarnya, diperlukan sebagai kebutuhan pendukung seperti kompleks perumahan pekerja, peralatan dan sarana pendukung lainnya. Sementara itu, untuk tenaga penggarapnya melibatkan beberapa pihak terkait.
“Kami mengakui dalam penggarapan karet ini membutuhkan pihak yang ahli di bidangnya. Namun, kami sudah mempersiapkan beberapa organisasi tertentu dan orangorang di internal,” katanya. Sementara itu, Kepala Seksi Pemasaran Produk Ung gulan Dinas Perkebunan Jabar Iyus Supriatna mengatakan karet merupakan salah satu komoditas unggulan produk perkebunan Jabar selain teh, kelapa, kopi dan kakao.
Menurutnya, produksi karet Jabar saat ini mengalami penurunan karena mayoriias perkebunan karet yang dikelola oleh masyarakat sudah melewati usia maksimal 25 tahun. “Seharusnya perkebunan karet itu sudah diremajakan. Tapi, sampai sekarang yang sudah diremajakan itu baru perkebunan yang ada di Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi saja. Untuk data pastinya mungkin tidak bisa saya sebutkan saat ini,” katanya.
Pola Penyadapan
Dia menjelaskan salah satu penyebab pendeknya umur pohon karet di Indonesia karena pola penyadapan yang salah dan teknologi yang masih konvensional. Seharusnya, petani karet Indonesia sudah mengadopsi leaflet di mana proses penyadapan dimulai pada sore hari dan selesai pada pagi hari.
Selain itu, bidang sayatan pada pohon karet seharusnya tidak lebih dari 10 cm, bukan 50 cm seperti yang dilakukan oleh mayoritas petani saat ini. Tak hanya itu, dalam penyayatan pun sebaiknya menggunakan gas antikoagual sehingga tidak menyisakan gumpalan pada karet hasil sadapan. “Dengan begitu, karet yang keluar bisa meningkat empat kali lipat. Dari satu pohon bisa menghasilkan 1 liter. Untuk teknik seperti ini kita jauh ketinggalan dibandingkan dengan Thailand,” ucapnya.
Setelah pohon karet disadap, petani disarankan menyiramnya dengan menggunakan air sebanyak 100 liter. Dengan begitu, umur pohon karet bisa bertahan lebih lama yakni 45 tahun.
Mengenai hal ini, sebetulnya Pusat Penelitian Karet sudah mengetahuinya. Akan tetapi, belum disosialisasikan secara menyeluruh.
BISNIS INDONESIA ::13 Agustus 2012, Hal. 8