Berat rasanya memaksa kaki terus meniti jalan setapak yang berundak menuju lereng Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di Pasir Sarongge, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Tarikan napas pun seakan memburu setiap melangkahkan kaki. Namun, lelah itu segera terlupakan saat memandang hamparan kebun sayur dan buah segar.
Lahan di sepanjang jalan di Pasir Sarongge yang berbatasan dengan taman nasional itu dimanfaatkan warga untuk budidaya aneka sayur; daun bawang, wortel, cabai, dan kol. Rabu (20/3), sebagian petani tampak sibuk memanen wortel. Ada juga yang mencangkul tanah, mempersiapkan memasuki masa tanam berikutnya.
Kami memarkir mobil di Site V PT Strawberindo Lestari, Pasir Sarongge. Dari area itu, kami menuju Hutan Sahabat Green, tempat program adopsi pohon, berjarak 1,6 kilometer (km), menyusuri jalan setapak dan pematang.
Pada 600 meter pertama, jalan setapak masih landai. Hamparan kebun sayur, keramahan petani, dan keindahan lanskap membuat kami beberapa kali berhenti untuk memotret. Nah, 1 km berikutnya, jalan mulai terjal, sebagian berkemiringan lebih dari 50 derajat.
Namun, sejak kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Pasir Sarongge untuk menanam pohon pada Januari 2013, jalan setapak menjadi lebih baik. Jalan dibuat berundak dengan diberi potongan bambu. Sebelumnya, jalan terasa lebih licin, apalagi jika habis diguyur hujan.
Kami menghabiskan waktu 1 jam berjalan santai menuju lokasi kemping di Hutan Sahabat Green, pada ketinggian 1.530 meter dari permukaan laut itu. Sementara itu, untuk turun butuh waktu 30-45 menit. Rute trekking yang menyenangkan.
Di lokasi kemping yang dikelola Green Radio bersama masyarakat, kami melepas lelah dengan duduk di bangku dari bambu di bawah naungan saung. Selasa itu, sedang tidak ada yang datang menginap. Tiada tenda di areal perkemahan. Suara kami bersaing dengan kicau burung.
Di sini, Anda bisa belajar mengenali jenis-jenis tumbuhan endemik. Di batang-batang tertancap nama pohon, termasuk dalam bahasa latin, misalnya suren (Toona sinensis), hanjuang (Dracaena fragrans), jamuju (Dacrycarpus imbricatus), bahkan rasamala (Altingia exelsa). Januari lalu, di lokasi ini Presiden menanam rasamala, tanaman endemik Jawa Barat.
Melibatkan masyarakat
Sejak 2008, lereng seluas 38 hektar termasuk lokasi kemping di Pasir Sarongge dipercayakan kepada Green Radio. Lereng bekas areal Perhutani itu kritis karena perambahan warga.
Kini pun sebagian lahan masih untuk budidaya sayur dan buah. Namun, sebagian lahan sudah direhabilitasi. Kurun 5 tahun, Green Radio berhasil mendorong masyarakat menanam 40.000 pohon dengan kegiatan adopsi. Pesertanya adalah pribadi, keluarga, perusahaan, dan lembaga.
”Kalau mau adopsi pohon, satu orang pun kami layani. Seratus orang juga,” tutur Dudu Duroni, Ketua Kelompok Tani Sawargi, yang dilibatkan oleh Green Radio dalam adopsi pohon, pemberdayaan masyarakat, sekaligus mitra Polhut Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) di wilayah Pasir Sarongge.
Untuk mengadopsi pohon, Anda perlu membayar Rp 108.000 melalui Green Radio. Dana itu untuk penanaman dan perawatan pohon sampai 3 tahun. Jika pohon mati, diganti.
Ada 48 jenis pohon yang bisa diadopsi. Setiap pohon boleh dinamai sesuka Anda. Blok penanaman diberi koordinat GPS, dan lewat situs www.greenradio.fm, Anda bisa memantaunya.
Dudu juga menawarkan berkemah di lokasi. Biayanya Rp 290.000 per orang, sudah termasuk adopsi pohon, akomodasi di tenda, makan tiga kali dan snack, dan trekking ke hutan tropis lereng TNGGP atau air terjun Ciheulang.
”Trekking ke air terjun butuh waktu dua jam, pergi-pulang, dari lokasi kemah,” katanya.
Jika berkemah, nikmatilah tidur dalam tenda diselimuti dingin. Lalu, dininabobokkan suara angin dan pelbagai nada binatang malam yang memecah kesunyian.
Saat langit malam cerah, pandangi taburan bintang, lambaian ranting atau dedaunan dalam remang malam. Atau kelap-kelip cahaya lampu dari perkampungan di kejauhan. Saat yang tepat untuk santai dan merenung.
Kambing guling
Presiden Direktur Green Radio Tosca Santoso mengatakan, makanan disiapkan oleh masyarakat. Anda juga bisa memesan kambing guling berbiaya Rp 1,5 juta per ekor atau sate kelinci berbiaya Rp 150.000 per ekor. Kambing dan kelinci itu merupakan hasil ternak yang dikelola warga setempat.
Keikutsertaan warga setempat sebagai pemandu wisata, pemelihara pohon, dan penyedia makanan untuk pengunjung Pasir Sarongge, merupakan kerja sama yang saling menguntungkan. Warga setempat mendapat alternatif pemasukan ekonomi.
Selain itu, kerja sama seperti ini dapat mengurangi tekanan terhadap pemakaian lahan di taman nasional sebagai lahan budidaya tanaman. Sementara itu, lahan yang tidak lagi digarap warga langsung direhabilitasi.
Menuju Pasir Sarongge tidaklah sulit. Jaraknya sekitar 100 kilometer dari Jakarta. Arahkan kendaraan Anda ke Jalan Raya Puncak. Susuri jalan itu, lewati Istana Cipanas.
Sekitar 3 kilometer selepas istana tersebut, ada jalan belok ke kanan menuju Kebun Percobaan Pusat Penelitian Teh dan Kina Pasir Sarongge.
Bisa juga, Anda menghubungi bagian pemasaran Green Radio. Mereka akan menyiapkan transportasi menuju Pasir Sarongge. Anda hanya membayar segala kebutuhan sambil menetapkan jadwal kedatangan. Anda tertarik? Yuk, berjalan ke gunung sambil mengadopsi pohon untuk anak cucu kita.
Jurnalis: Antony Lee
Kompas hal. 27 :: 23 Maret 2013