CIMAUNG (GM) – Owa jawa (Hylobates moloch) yang merupakan hewan asli Jawa Barat, ternyata dulu pernah mendiami kawasan Hutan Lindung Malabar. Namun kini, primata yang masuk kategori sebagai satwa dilindungi dengan kepunahan tinggi (endangered) ini sudah tidak ditemukan lagi di kawasan hutan lindung yang luasnya mencapai 55.446,75 hektare tersebut.
Malabar sebagai kawasan hutan yang relatif masih terjaga kelestariannya, dicoba kembali untuk dijadikan tempat tinggal owa jawa. Sebagai langkah pertama, mengembalikan kawasan Hutan Lindung Malabar sebagai habitat owa jawa, ditandai dengan pelepasliaran sepasang owa jawa yang diberi nama Kiki (betina) dan Sadewa (jantan) oleh Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan di Gunung Puntang Malabar, BKPH Banjaran, KPH Bandung Selatan wilayah hutan Perum Perhutani, Sabtu (15/6).
Hadir dalam kegiatan ini Direktur Utama Perum Perhutani Bambang Sukmananto, Kepala Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten Dadang Hendaris, Bupati Bandung Dadang M. Naser, serta dari Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center/JGC).
Pelepasliaran owa jawa dengan cara menarik pintu kandang besi yang berada di puncak Gunung Puntang, dilakukan Zulkifli Hasan sejauh hampir 70 meter.
“Sekitar tahun 1990-an masih ditemukan sepasang owa jawa di Gunung Puntang, kawasan Hutan Lindung Malabar ini. Diduga aksi perburuan liarlah yang menyebabkan owa jawa di Malabar punah,” kata Manajer JGC, Anton Ario.
Owa jawa pasangan Kiki dan Sadewa yang dilepasliarkan ini, dulunya juga hasil sitaan dari kolektor satwa langka. Diperkirakan usia pasangan primata ini sekitar 13 tahun. Setelah disita dari pemiliknya, mendapat perawatan JGC di Gede Pangrango selama lima tahun.
Menhut Zulkifli Hasan, owa jawa Kiki dan Sadewa sebelum dilepas ke alam liar sempat menjalani proses rehabilitasi yang cukup panjang. Bertujuan untuk memulihkan kesehatan dan mengembalikan perilaku alaminya setelah dipelihara manusia dalam kandang.
Terjaga
Direktur Utama Perum Perhutani, Bambang Sukmananto menambahkan, keberadaan owa jawa di Gunung Puntang nantinya akan menjadi salah satu indikator bahwa kawasan hutan lindung ini berfungsi secara baik atau tidak.
“Meskipun selama ini Perhutani telah mengelola satwa seperti buaya, kijang, monyet ekor panjang, tetapi sifatnya adalah penangkaran untuk kegiatan produksi,” kata Bambang.
Sumber : klik-galamedia.com
Tanggal : 16 Juni 203