INVESTOR DAILY, Jakarta – PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Perum Perhutani menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/ MoU) penyediaan tenaga listrik dan energi panas (heat) untuk pabrik sagu di distrik Kais, Sorong Selatan, Papua Barat.
Penandatanganan dilakukan oleh Direktur Utama PLN Nur Pamudji dan Direktur Utama Perum Perhutani Bambang Sukmananto di kantor PLN Pusat, Jakarta, Jumat (6/9).
Dirut Pamudji mengatakan nota kesepahaman ini merupakan bentuk sinergi antar Badan Usaha Milik Negara dalam mengembangkan energi baru terbarukan serta memajukan perekonomian daerah, khususnya di wilayah Papua. PT Prima Layanan Nasional Enjiniring (PLN Enjiniring) yang merupakan anak perusahaan PLN bertugas membangun pembangkit listrik berbahan bakar biomassa.
“Investasi pembangkit biomassa itu biayanya tujuh kali dari pembangkit diesel. Tapi biaya operasinya murah. Jadi Perhutani hanya membayar pengembalian investasi kira-kira US$ 4 juta atau Rp 40 miliar per megawatt yang diangsur tiap bulan,” kata Pamudji di Jakarta, Jumat (06/09).
Pamudji menjelaskan pembangkit listrik yang dibangun memiliki kapasitas 3MW ditargetkan rampung dalam satu tahun. Nantinya pembangkit ini menggunakan sisa pengolahan kayu pohon sagu sebagai bahan bakar. Adapun prosesnya yakni kayu tersebut dibakar dan menghasilkan panas guna memanasi minyak. Uap minyak itu kemudian memutar turbin.
“PLN juga menyuplai uap. Jadi setelah minyak memutar turbin lalu didinginkan pakai air, jadi bentuk uap. Uapnya ini dikirim ke pabrik untuk pengerikan. Jadi kami suplai listrik dan uap untuk pabrik sagu tersebut,” jelasnya.
Sementara itu Dirut Perhutani Bambang Sukmananto menambahkan, pembangunan pabrik sagu memerlukan infrastruktur pendukung seperti kebutuhan pasokan listrik sehingga Perhutani bekerjasama dengan PLN untuk penyediaan pasokan listrik dan panas.
Sedangkan jasa Engineering Procurement Construction (EPC) pabrik sagu, Perhutani bekerjasama dengan PT Batara. Rencananya pabrik sagu ini memproduksi 100 ton per hari. “Pabrik ini dibangun untuk mengatasi tingginya harga bahan makanan pokok masyarakat Papua yang mencapai Rp 18.000, lebih mahal dari harga di luar Papua sebesar Rp 9.000,” jelasnya.
Bambang menuturkan, Perhutani menggandeng masyarakat lokal guna memenuhi ketersediaan bahan baku pabrik sagu. Selain itu bahan baku juga ditanam sendiri oleh Perhutani. Sagu merupakan makanan pokok masyarakat Papua dan simbol budaya masyarakat lokal Papua.
Dari sagu dapat dihasilkan beras sintetis untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional. Produksi sagu nasional baru mencapai 200 ribu ton per tahun atau sekitar lima persen dari potensi sagu nasional. (rap)
Investor Daily | 07 September 2013 | Hal.7