Air Berkah Waisak Diambil dari Wana Wisata Umbul Jumprit Temanggung

TRIBUNNEWS.COM (30/05/2018) | Biksu Wong Sin Labhiko Mahathera, Rohaniawan Buddha yang juga Ketua Widyakasaba Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), menjelaskan, air yang disemayamankan diambil dari sumber mata air Umbul Jumprit, pegunungan Sumbing, Kabupaten Temanggung.

Air merupakan sarana puja bakti umat yang memilik makna keberkahan. Air menghilangkan haus, membersihkan batin menjadi bersih, dan menghilangkan hal-hal yang buruk pada manusia.

“Air disemayamkan di Mendut selanjutnya akan dipercikan di kepala atau tubuh umat sehingga mereka dapat sinar cinta kasih Sang Buddha,” jelas Wong Sin, di sela-sela ritual, Senin (28/5/2018).

Sebelum air berkah disemayamkan di dalam candi, umat bersama para biksu melakukan doa bersama di pelataran Candi Mendut.

Selanjutnya mereka melakukan pradaksina atau mengelilingi candi sebanyak 3 kali. Sejumlah biksu membawa periuk berisi air berkah.

Sp Komunikasi Perusahaan Perhutani KPH Kedu Utara, Anton Kuswoyo mengatakan saat Waisak pengambilan air suci di Jumprit RPH Kwadungan BKH Temanggung rutin tiap tahun dilakukan.

“Wana Wisata Umbul Jumprit dibuka untuk umum. Beberapa aktivitas masyarakat juga digunakan untuk ritual,” ujarnya ke Tribunjateng.com, Rabu (30/5/2018).

Gerbang candi berarsitektur kuno menyambut setiap tamu yang hendak memasuki sendang dan petilasan Jumprit. Beberapa monyet ekor panjang berkeliaran bebas, suasana rindang dan sejuk.

Sendang Jumprit ini dikenal tak pernah kering, termasuk saat musim kemarau. Airnya jernih dan dingin.

Lokasi sendang dan petilasan hanya berjarak sekitar 50 meter dari loket pintu masuk dan tempat parkir.

Anton mengatakan air sendang Jumprit berasal dari mata air dan tetesan dari rembesan tebing yang ada di atasnya.

“Tepat di samping sendang, terdapat petilasan yang di dalamnya berisi dua buah patung dan beberapa dupa dan bunga sebagai persembahan,” ujarnya.

Wana wisata Jumprit terletak di lereng Gunung Sindoro, tepatnya di Dukuh Jumprit, Desa Tegalrejo, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung.

Lokasi ini berada di ketinggian sekitar 1.300 meter di atas permukaan laut (DPL). Berjarak sekitar 5,3 Km dari pusat Kecamatan Ngadirejo, atau 25 Km dari pusat Kabupaten Temanggung.

Dalam pengelolaannya berada di Perum Perhutani KPH Kedu Utara, yakni masuk dalam petak 8A RPH Kwadungan BKPH Temanggung dengan luas 1,6 Ha.

Suasananya tenang. Sendang ini lebih dikenal sebagai tempat bersemedi maupun kungkum. Biasanya dilakukan setelah lewat tengah malam. Namun, bukan berarti datang ke sini khusus untuk melakukan kegiatan ritual.

Pesona alam hutan yang masih hijau menjadi alas an untuk menepi sejenak dari keriuhan hidup di perkotaan.

Masuk ke wana wisata Jumprit, pengunjung dikenakan biaya tiket masuk sebesar Rp 10 ribu.

“Disarankan untuk tidak membawa kantong plastik yang berisi makanan, karena akan mengundang kera-kera yang tinggal di sekitar sana untuk merebutnya,” tambah Suyoko.

Menggunakan kendaraan pribadi lebih efisien jika ingin menuju ke lokasi ini, dikarenakan aksesnya yang tidak dilalui angkutan umum.

Kawasan Jumprit berada di jalur strategis, yaitu jalur wisata Borobudur-Dieng, Semarang-Bandungan-Dieng, serta dari berbagai arah dengan kemudahan aksesibilitas, baik dari Wonosobo, Kendal, maupun Yogyakarta.

Jalur yang dilalui jika dari pusat Kecamatan Ngadirejo sudah di aspal halus, namun masih ada beberapa lubang.

Legenda

Dalam kisah legenda, sendang dan tempat petilasan Jumprit digunakan oleh Pangeran Singonegoro asal kerajaan Majapahit.

Cerita singkatnya, saat Majapahit berperang melawan Kerajaan Demak dan akhirnya harus kalah dengan Demak, pangeran Singonegoro beserta istri dan kedua pengawalnya diajak untuk bertapa di petilasan Jumprit.

Tidak jauh dari petilasan, terdapat makam sang pangeran dan istrinya yang sampai sekarang masih dikeramatkan.

Di kawasan petilasan dan sendang ini, terdapat ratusan monyet ekor panjang, yang dipercaya sebagai keturunan dari Ki Dipo, yakni monyet peliharaan Pangeran Singonegoro yang bisa berbahasa manusia.

Setiap tahun, mata air Umbul Jumprit menjadi tempat mengambil air untuk keperluan Waisak di Candi Borobudur. Airnya dinilai memiliki kualitas spiritual yang baik.

Biasanya, tiga hari sebelum perayaan Waisak di Candi Borobudur, Sangha mengambil air dari Umbul jumprit untuk digunakan dalam ritual.

2. Nyadran dan bersih desa

Dilaksanakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar mata air Jumprit, setelah panen Tembakau.

3. Malam Selasa atau Jumat Kliwon

Dilaksanakan oleh tamu yang datang dengan cara mandi kungkum.

4. Peringatan satu Syuro

Dilakukan oleh warga sekitar dan tamu dari luar kota untuk selamatan, mandi kungkum, dan ritual mengelilingi mata air Jumprit.

5. Tasyakuran Sabtu Pahing

Disemayamkan di Candi Mendut

Umat dan tokoh Buddha melakukan ritual pradaksian sebelum menyemayamkan air berkah di dalam Candi Mendut Magelan, Jawa Tengah, Senin (28/5/2018). Ritual ini merupakan bagian kegiatan memperingati Tri Suci Waisak 2572BE/2018

Umat Buddha dari berbagai sangha melakukan ritual penyemayaman air berkah di Candi Mendut, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (28/5/2018).

Ritual ini menjadi bagian dari rangkaian peringatan Tri Suci Waisak2562BE/2018 yang akan dipusatkan di Candi Borobudur, Selasa (29/5/2018).

Sehari sebelumnya, umat Buddha telah menyemayamkan api dharma di candi tersebut. Dua sarana puja bakti tersebut kini bersanding.

Sedangkan api dharma yang sudah disemayamkan sebelumnya memiliki makna sinar terang, yang memberikan kehangatan, sama dengan ajaran Buddha yang memberikan kebijaksanaan dan terang dalam pemikiran.

“Sang Buddha mengajarkan cinta kasih, kedamaian, kebersihan. Barang siapa yang melakukan ajaran Buddha akan membawa kedamaian mereka sendiri dan lingkungan,” tuturnya.

Wong Sin menyebutkan, prosesi penyemayaman ini diikuti oleh ratusan umat Buddha dan tokoh Buddha dari berbagai daerah di Indonesia, dan luar negeri seperti Thailand, Vietnam, Nepal, Singapura dan lainnya.

Pada kesempatan ini, Wongsin menyampaikan pesan kepada rakyat Indonesia yang belakangan ini diterpa persoalan intoleransi dan radikalisme.

Wongsin berujar, setiap manusia hendaknya memberikan cinta kasih kepada semua makhluk sehingga tidak ada lagi persoalan yang berpotensi memecah belah persatuan bangsa.

“Senantiasa kita memberikan cinta kasih kepada semua makhluk tanpa pamrih, kita semua bersaudara. Momentum Waisak ini kita berdoa melenyapkan kondisi buruk menjadi lebih baik,” imbuhnya.

Api dharma dan air berkah selanjutnya akan diarak bersama sarana puja bakti lainnya oleh umat Buddha dari Candi Mendut ke Candi Borobudur, Selasa (29/5/2018).

Rangkaian Waisak akan ditutup dengan seremonial di pelataran Candi Borobudur dan pelepasan ribuan lampion Waisak.

Sumber : tribunnews.com

Tanggal : 30 Mei 2018