PELAJAR Madrasah Aliyah Faser Desa Panglungan Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang memiliki kegiatan praktik lapangan yang dilakukan di dalam hutan lindung Mbeji. Letaknya 1 km dari sekolah.
Sejak 2011 mereka sudah memanfaatkan hutan lindung Mbeji yang memiliki luas 8,5 hektare di bawah pengelolaan Perum Perhutani Jombang sebagai laboratorium alami. Itu sekaligus untuk mendukung kegiatan belajar mengenal jenis-jenis tanaman hutan serta satwa.
Selain memiliki keunikan beragam jenis tanaman hutan, beberapa titik mata air yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar juga banyak ditemukan di dalam hutan Mbeji. Burung hantu dan elang masih bisa ditemukan di dalam hutan, lho. Kera ekor panjang menjadi jenis satwa yang populasinya tinggi.
lokasi laboratorium hutan Mbeji cukup menantang. Semua harus menyeberangi dua sungai kccil. Yang pertama mengalir di pintu masuk dan yang kedua ada di dalam hutan.
Begitu masuk hutan, deretan pepohonan besar menjulang sudah menawarkan aroma petualangan. Hutan yang satu ini terhitung masih alami. Ada berbagai vegetasi tanaman yang bisa dipe-lajari.
Kegiatan belajar di labotarium hutan di Mbeji dilakukan agar pelajar mendapatkan materi tentang pengenalan hutan di dalam kelas. Supaya mereka mudah memahami materi yang disampaikan, sekolah membuat kebijakan untuk mengajak pelajar secara langsung belajar di hutan.
Didampingi guru pelajaran Pelestarian Hutan dan Mata Air, pelajar yang berjumlah 30 orang itu dibagi menjadi dua kelompok. Setiap kelompok mendapat tugas mengamati jenis-jenis tanaman di sekitar mata air dengan radius pengamatan 200 meter.
Kelompok yang pertama betugas untuk melakukan penelitian dan inventarisasi terhadap jenis pohon yang tinggi, sedangkan kelompok kedua melakukan penelitian terhadap jenis tanaman di bawah tegakan. Bukan hanya melakukan penelitian jenis-jenis pohon, pelajar juga mengumpulkan daun dari pohon maupun tanaman yang didata untuk dibuat koleksi herbarium di sekolah.
Dari hasil pendataan, tanaman dan pohon yang berada di laboratorium hutan Mbeji dalam radius 200 meter sekitar mata air ditemukan 47 jenis tanaman di bawah tegakan. Sebagian merupakan jenis tanaman paku-pakuan. Selain itu, ada sepuluh jenis pohon di antaranya pohon kemiri, pucung, jirek, kemloko, soko, mahoni, eprek, bendo, gondang, dan winong.
“Semuanya masih menggunakan nama lokal,” kata Putri Rohma Asmi-ta, pelajar Kelas 11 yang menjadi ketua kelompok. “Nanti di kelas akan ada lugas mencari nama-nama Latin dari jenis tanaman yang berhasil ditemukan di dalam laboratorium,” tambahnya.
Mencari bahan di hutan dan membahasnya di kelas membuat seisi kelas bersemangat. Mereka bekerja sesuai kesepakatan.
Siti Nur Aisyah dengan bersemangat mencari vegetasi yang harus didapat. “Belajar dengan cara seperti ini semuanya mudah diapahami. Itu berbeda kalau hanya mendengarkan teori di dalam kelas. Biasanya lebih cepat mengantuk dan bosan,” katanya.
Materi pelajaran menjadi menyenangkan karena semua boleh menyentuh dan bergerak bebas di alam. Yang didapat selalu lebih banyak karena ketika di alam mereka menjumpai banyak tanaman, satwa, dan situasi yang tidak ada dalam buku teks.
(pwl wonosalam)
Sumber : Harian Surya, hal. 10
Tanggal : 24 Maret 2015