Menggabungkan sejumlah keahlian, seperti bidang ta nam-menanam, perkebun an, air, dan pupuk. Itulah yang dilakukan oleh PT Bakti Usaha Menanam Nusan tara (BUMN) Hijau Lestari dalam rangka me nyukseskan prog ram satu miliar pohon. Apa saja tugas per usahaan yang dibentuk oleh Ke men terian BUMN itu? Apa peluang dan tantangannya? Bagaimana kerja sama dengan ma syarakat? Pohon apa saja yang sudah ditanam? Untuk menjawab berbagai pertanyaan tersebut, wartawan Republika, Arie Lukihardianti me wawancarai Direktur Utama PT Bakti Utama Menanam Nusantara (BUMN) Hijau Lestari I Ali Rahman. Berikut petikannya.
Bisa dijelaskan kapan BUMN Hijau Lestari berdiri?
BUMN Hijau itu kan singkatan. Yakni, Bakti Usaha Menanam Nusantara. Memang, sejak 2009, Kementerian BUMN dalam rangka menyukseskan program nasional satu miliar pohon membentuk perusahaan ini. Hal itu sebagai kontribusi untuk upaya ak selerasi program nasional tersebut. Ke menterian BUMN membentuk BUMN Hijau Lestari (HL) I yang merupakan konsorsium dari lima BUMN. Yakni, PT Pupuk Kujang, PT Sang Hyang Seri, PT Perkebunan Nu santara VIII, Perum Jasa Tirta II, dan Perum Perhutani.
Apa tujuan dibentuknya BUMN Hijau Lestari I?
Tujuannya, selain program penghijauan juga sinergi antar-BUMN. Misalnya, Perhutani kan punya pengalaman cukup lama di bidang tanam-menanam. PTPN di perkebunannya, air di Jasa Tirta, pupuk di Pupuk Kujang, dan sebagainya. Diharapkan, saat bekerja di lapangan karena kami bekerja di lahan milik masyarakat, agroforestrinya itu mewakili entitas BUMN yang mendirikan. Jadi, ada kehutanannya dan perkebunannya.
Jadi, perusahaan ini baru ya?
Ya, selama tiga tahun ini ada tantangan, hambatan, peluang yang harus terus kami evaluasi. Sehingga, ke depan bisa lebih bagus lagi. Karena kan selain fokus pada lingkungan, kami pun berhitung masalah profit atau keuntungan. Tentu, PT harus mencari profit agar urusan bisa maju ke depan. Di samping, tujuan utamanya menyeimbangkan planet, dari sisi ekologinya, ekosistem, dan sebagainya. Salah satu upayanya dengan menanam pohon.
Tugas lainnya?
Pemberdayaan masyarakat atau people empowering. Mengapa? Karena kami kan bekerja di lahan milik masyarakat. Jadi, mau tidak mau, suka tidak suka, kami harus melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat, dengan triple P (profit, planet, and people). Alhamdulillah, dalam tiga tahun terakhir, program yang diamanatkan berjalan baik. BUMN Hijau Lestari I sudah menanam di 8.000 sampai 10 ribu hektare. Kegiatan penghijauan yang kami lakukan ter sebar di beberapa provinsi. Memang masih kecil, tapi upaya ke arah yang lebih besar akan cepat kami selesaikan.
Provinsi mana saja yang sudah dihijaukan?
Dari Banten sampai Jabar. Banten, di dae rah Lebak-Rangkas Bitung. Kami menjalin kerja sama juga dengan masyarakat Baduy. Kalau Jabar, yang sudah ditanami di hulu DAS Citarum. Jadi, prinsipnya, kami bekerja di beberapa DAS. Untuk Jabar, fokus di tiga DAS. Yaitu, Citarum, Cimanuk, dan Citanduy. Di DKI ada DAS Ciliwung dan Banten ada DAS Ciujung. Program 2013? Tahun 2013, kami sedang melakukan rapat evaluasi untuk penyempurnaan dan mendapatkan masukan. Mungkin agak sedikit berbeda dari rapat evaluasi yang lazim nya dilakukan. Karena kami bermitra, ka mi meminta pendapat masyarakat.
Pendapat yang bagaimana?
Ya, seperti apa keinginan mereka agar ada feedback atau umpan balik kepada kami. Misalnya, bagaimana bibit, bagai mana pupuk, persiapan di lapangan, bagaimana pasar, dan pemeliharaan. Itu masyarakat yang bicara. Jadi, kami tinggal membuat standar. Ide atau gagasan dari masyarakat, kami sesuaikan dengan standar yang berlaku umum. Sehingga, program ini tetap ber diri dalam porsi kementerian kehutanan dan regulasinya.
Ada target khusus pada 2013?
Tahun ini, kami menargetkan percepatan perluasan di lima DAS. Kami memfokuskan peran kami pada dua peran. Pertama, akan lebih fokus pada upayaupaya facilitating. Memfasilitasi setiap inisiatif masyarakat. Kedua, empowering atau penguatan dan pemberdayaan. Jadi, setelah difasilitasi, kami berdayakan. Setelah berdaya, akan kami tinggalkan. Hal itu bertujuan agar mereka bisa mandiri. Bentuknya, bisa kope rasi atau lembaga lingkungan.
Sampai saat ini, sudah berapa banyak masyarakat yang diajak bekerja sama?
Sampai dengan akhir 2012, sekitar 16 ribu kepala keluarga (KK). Kalau rata-rata satu kepala keluarga terdiri atas empat atau lima orang, jumlahnya mencapai puluhan ribu orang.
Pohon yang ditanam?
Kalau dihitung dari pohonnya, sudah 3,5 juta pohon. Jenisnya beragam. Kalau untuk penentuan jenis pohon, kami kembangkan pola pendekatan partisipatory rol advisor (PAR). Karena kami bekerja di lahan masyarakat, jenis tanamannya disesuaikan dengan keinginan mereka. Istilahnya agroforestri terbatas. Karena, kalau terlalu kami beri ke bebasan, juga akan sangat beragam. Sementara, kami kan korporasi. Jadi, perlu ada skala ekonominya. Makanya, ini pola agroforestri yang ditawarkan secara terbatas. Misalnya, bibit buah-buahan kan ada banyak sekali. Yang kami tawarkan lima atau enam jenis saja. Yakni, durian, nangka, alpukat, manggis, dan sukun. Nah, dari lima jenis buah-buahan ini, selain disesuaikan dengan kecocokan tanah dan agroclimate, juga dengan keinginan mereka. Karena, kalau kami buka terlalu lebar, nanti beragam. Dari sisi pemasaran kan kami harus bertanggung jawab.
Apakah pemasaran juga dibantu?
Ya, program ini saling integrasi dari mulai penanaman, pemasaran, teknologi, sampai financing, dan kelembagaan itu kami support. Selain buah-buahan, mereka boleh mena nam apa? Pola agroforestri yang kami kembangkan itu kan juga multistrata. Ada tanaman atas, tengah, dan bawah. Namanya di kehutanan, kami tidak bisa menampik pohon kayu-kayuan. Makanya, dalam format satu hektare, kami tanam 400 pohon. Jenisnya, 100 pohon kayu-kayuan, 220 kopi, sisanya buah-buahan. Dalam satu hektare, jadi sangat beragam. Karena ini kan agroforestri, jadi harus ada tanaman hutan dan buah-buahannya.
Mengapa dalam satu hektare tanamannya beragam?
Yang kami inginkan adalah tidak ada penebangan. Cukuplah masyarakat memanfaatkan tanaman kopi dan buah-buahan di setiap hektarenya. Kayunya tidak ditebang. Karena dari pendapatan kopi dan buahbuahan, logikanya sudah lumayan. Kalaupun kayunya mau ditebang, tidak ada lagi lahan kritis abadi. Karena, kalau kopi dan buah-buahan kan tidak ditebang.
Jenis kayunya?
Tetap kembali, pada metode pendekatan agroclimate yang cocok tanamannya di sana apa dan keinginan masyarakat apa? Serta dari sisi market seperti apa? Tiga variabel ini sangat menentukan jenis kayu atau buah-buahan yang ditanam masyarakat. Misalnya, kalau mereka menanam jabon, tentu di atas 800 meter dari permukaan laut (dpl) tidak sesuai. Untuk wilayah seperti itu bisa ditanam suren dan ekaliptus, seperti itu yang dikembangkan. Kalau di bawah 800 meter dpl, bisa ditanam jabon, sengon, dan lain-lain.
Kembali soal membantu pemasarannya, seperti apa?
Dari awal, sebelum kami menyosialisasikan dan meyakinkan masyarakat, yakinkan dulu dengan pasar. Misalnya, untuk kayu, kami sudah bermitra dengan perusahaan di Tasikmalaya dan perusahaan kayu di Tangerang. Jadi, kami sudah punya mitranya. Itu disepakati harga pasar. Misalnya, sekarang jabon Rp 1,4 juta. Lima tahun yang akan datang, harganya Rp 5,5 juta, ya itu harga pasar.
Kalau untuk buah-buahan?
Misalnya, kopi, kami bekerja sama dengan Pusat Kopi dan Kokoa di Jakarta. Selain teknologi, yang dikerjasamakan pa sarnya juga. Kami juga bekerja sama dengan pengusaha secara langsung. Kami sedang merintis dan mungkin akan ada perjanjian kerja sama dengan pengusaha kopi untuk tanaman kopi yang berbuah tahun ini. Berapa dividen tahun 2012? Sebagai PT, BUMN Hijau Lestari I harus menghasilkan profit. Tapi, memang di manapun yang namanya perusahaan baru tiga tahun berdiri, bisa kembali modal saja bagus. Namun, karena pemegang sahamnya minta, profit harus ada. Meskipun demikian, lebih diutamakan bagaimana percepatan program penghijauan dan pemberdayaan di masyarakat. Alhamdulillah laporan keuangan pada 2010, 2011, dan 2012 semuanya audited, kami dinyatakan selalu menghasilkan keuntungan. ed: irwan kelana
Republika, 01 April 2013 hal. 17