Birokrat yang Sukses di Industri Agro

HARIAN KONTAN, JAKARTA (25/6/2016) | Menengok perjalanan karier Didik Prasetyo yang kini menjabat Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia. Jauh sebelum menjadi nahkoda PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), B. Didik Prasetyo lama berkarier sebagai PNS di Kementerian BUMN. Ia mulai mengenal RNI saat menjabat Kepala Bidang Perkebunan II Kementerian BUMN sekaligus komisaris RNI. Pengalaman itu juga yang membuatnya terpilih sebagai Dirut RNI. Seperti apa kisahnya?SEJAK Juni 2015, B. Didik Prasetyo resmi menjadi nahkoda PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). Didik bukan orang baru di perusahaan milik negara itu yang membawahi bisnis bidang agro industri, farmasi dan alat kesehatan, serta perdagangan itu. .
Dia menapaki kariernya di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pernah menduduki kursi Komisaris RNI. Kendati bergelut di birokrasi hingga menjadi orang nomor satu di RNI, siapa sangka bahwa cita-cita Didik sejak kecil adalah bekerja di hutan.
Maklum, pria kelahiran Surabaya, 4 Desember 1968 itu menghabiskan masa kecilnya di Cepu, Jawa Tengah karena mengikuti almarhum ayahnya yang seorang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pada saat itu dia sering memperhatikan administratur Perum Perhutani yang bertugas di hutan di sekitar Cepu.
“Waktu itu saya melihat administratur Perhutani memakai seragam yang gagah sekali. Apalagi saya memang lebih suka bekerja di luar ruangan,” ujar Didik.
Berangkat dari cita-citanya bekerja di hutan. Didik pun melanjutkan kuliah di Program Studi Manajemen Hutan Institut Pertanian Bogor (IPB) setelah lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) pada 1987.
Meski kuliah di program studi yang sesuai dengan minatnya, namun bukan berarti kuliah Didik berjalan dengan mulus. Dia bahkan membutuhkan waktu hingga delapan tahun untuk menamatkan kuliahnya.
Bukan karena nilai kuliahnya jelek, tapi karena ia sempat kesulitan membayar uang kuliah. “Pangkat ayah saya di TNI rendah, padahal saya lima bersaudara,” ujarnya
Didik pun terpaksa kuliah sambil bekerja sambilan sebagai tenaga lapangan di sebuah konsultan kehutanan. Walaupun belum resmimenjadi sarjana dia sudah kenyang pengalaman keluar masuk hutan di Sumatera, Kalimantan, hingga Papua
“Sampai suatu hari saya mendapat surat cinta dari kampus. Kalau tidak menyelesaikan skripsi dalam waktu tiga bulan, saya terancam drop out,” ujar Didik. Ia pun ngebut mengerjakan skripsi-nya hanya dalam waktu tiga bulan dan akhirnya mengantongi gelar sarjana pada tahun 1995.
Namun setelah lulus kuliah Didik urung bekerja di Perhutani. Dia justru mendaftar di Departemen Keuangan (Depkeu) karena tertarik dengan iklan lowongan pekerjaannya di koran.
I in lik pun bergabung dengan Depkeu pada 1996. Dia mengawali kariemya di Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang pada saat itu masih berada di bawah Depkeu.
Didik sempat mengalami perubahan-perubahan kelembagaan dan struktur di Kementerian BUMN dalam perjalanan kariemya. Asal tahu saja, Kementerian BUMN sempat berdiri sendiri pasca reformasi 1998, lantas kembali di bawah Depkeu pada 2000, sebelum akhirnya kembali berdiri sendiri sejak 2001 hingga saat ini
Ingin meningkatkan kapasitas dirinya, Didik melanjutkan studi magister di Hukum Ekonomi Universitas Indonesia (UT)dan lulus pada 2006. Pada tahun yang sama, diajuga naik pangkat menjadi Kepala Bagian Perlengkapan, Rumah Tangga, dan Protokol Kementerian BUMN.
Lantas pada 2008. Didik mendapat promosi menjadi menjadi Kepala Bidang Perkebunan II Kementerian BUMN. Saat itulah ia mulai berkenalan dengan RNI karena bertanggung melakukan pembinaan terhadap perusahaan tersebut
Selain RNI ia juga membawahi PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I sampai dengan XTV. Didik juga sempat mengisi kursi komisaris di RNI pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2012.
Selama bertugas di Kementerian BUMN, Didik juga sempat menjadi Asisten Deputi Industri Primer serta Asisten Deputi Energi, Pertambangan, Percetakan, dan Pariwisata sebelum ditunjuk memimpin RNI pada Juni 2015.
Membenahi RNI
Pada saat itu RNI sedang terpuruk. Setahun sebelumnya, tahun 2014, perusahaan merugi hingga Rp 330,53 miliar. “Bu menteri melihat saya punya pengalaman delapan tahun di RNI walaupun sebagai pemegang saham dan komisaris,” ujar Didik mengenai alasan penunjukan dirinya
Tidak butuh waktu lama bagi Didik untuk menyambut penunjukan tersebut
Alasannya, dia menilai perusahaan yang pilar bisnisnya adalah agro industri susah untuk bangkit apabila sudah jatuh. Dia mencontohkan PTPN FV yang sudah bertahun-tahun, terpuruk, hingga saat ini pembenahannya belum juga selesai.
Tidak mau menyiakan waktu. Didik pun langsung melakukan sejumlah pembenahan di tubuh RNI. Pertama, dia menghapus Direktur Operasional dan menggantinya dengan Direktur Pengendalian Usaha dan Manajemen Risiko.
Alasannya Didik melihat RNI sebagai induk usaha seringkali terlalu ikut campur ke anak usahanya Sebelumnya Direktur RNI bisa memberi instruksi langsung kepada General Manager Pabrik Gula (PG). “Hal itu kadang ada baiknya ada juga tidak baiknya Bawahan jadi bingung sebenarnya bosnya siapa,” ujar Didik.
Kedua, Didik menambah tugas Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengurus aset manajemen. Dia menganggap, manajemen aset amat penting karena banyak aset perusahaan yang menganggur.
Ketiga, Didik melelang jabatan satu dan dua level di bawah direksi. Hal itu dia lakukan supaya pemberian jabatan lebih adil dan orang yang terpilih benar-benar berdasarkan kemampuannya, bukan kedekatannya dengan direksi.
Menurut Didik, peminat lelang akhirnya banyak sekali sampai-sampai RNI mesti membentuk Dewan Pertimbangan Jabatan. Hasilnya, saat ini banyak karyawanyang sebelumnya namanya belum pernah terdengar bisa memegangjabatan di perusahaan tersebut
Lantas, keempat, Didik memanfaatkan media sosial untuk komunikasi dengan anak buahnya Diajuga rutin menulis Chief Executive Officer (CEO) Notes. “Saya berteman dengan semua level karyawan di Facebook,” ujarnya Hasilnya Didik sering mendapat informasi lebih dulu di lapangan. Contohnya waktu kebakaran hutan melanda perkebunan kelapa sawit milik anakusaha RNI tahun lalu.
Awalnya memang tidak mudah melakukan pembenahan tersebut “Saya sudah biasa menerima surat kaleng,” aku Didik.
Tapi belum sampai setahun Didik menjabat sebagai Direktur Utama RNI, perubahan sudah terasa RNI berhasil membukukan laba bersih konsolidasi senilai Rp 69 miliar pada 2015 setelah merugi setahun sebelumnya
Sementara itu, dari sisi penjualan, perusahaan mencatatkan penjualan Rp 5,63 triliun pada 2015, tumbuh 13,31% di atas tahun sebelumnya
Didik pun mengklaim lingkungan kerja di RNI makin harmonis. Contohnya,dulu anak usaha RNI di bidang farmasi yaitu PT Phapros tidak pernah mencantumkan logo RNI di logonya Sekarang mereka sudah mulai mencantumkan logo RNI.
Contoh lain, memasuki musim giling tebu tahun ini, antar PG rajin melakukan komunikasi. Apabila terjadi masalah di pabrik yang satu, maka pabrik yang lain bisa memberi bantuan. “Dulu mereka menggiling sendiri-sendiri,” ujar Didik.
Selain pembenahan yang sifatnya struktur organisasi. Didik juga menanamkan budaya disiplin di RNI. Dia menuturkan, dulu, direksi selalu datang lebih pagi daripada sekretarisnya Namun kini dia memasukkan absensi ke dalam penilaian kinerja karyawan.
Karyawan yang datang paling pagi dan paling siang setiap harinya selalu di-umumkan di lobi RNI.
Di bawah kepemimpinan Didik, RNI memasang target laba bersih Rp 73 miliar sesuai Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun ini. Namun Didik punya target yang kebih ambisius. “Saya percaya diri laba bersih kami bisa tembus Rp 100 miliar tahun ini,” ujarnya
Didik memproyeksikan, bisnis gula akan tetap menjadi tulang punggung RNL Untuk itu, program kerja perusahaan di bisnis gula tahun ini fokus pada peningkatan pemeliharaan tanaman pada on farm dan peningkatan kapasitas di sembilan PG pada off farm.
Melalui strategi tersebut, RNI menargetkan produksi gula kristal putih sebanyak 361.000 ton tahun ini, lebih tinggi 11% daripada realisasi produksi sebanyak 323.000 ton tahun lalu.
Sayangnya Didik memperkirakan bisnis perkebunan kelapa sawit dan karet masih belum lolos dari rugi tahun ini. Produksi tandan buah segar (TBS) yang anjlok akibat faktor cuaca membuat bisnis perkebunan tertekan.
Sedangkan beberapa kebijakan strategis RNI tahun ini, lanjut Didik, adalah dalam hal investasi dan keuangan. Perusahaan didorong melakukan peningkatan kapasitas produksi, pangsa pasar, kualitas produk serta nilai tambah yang maksimal melalui investasi yang dilakukan dengan efektif dan selektif.
Investasi dilakukan terbatas hanya pada lingkungan Industri yang prospektif dan benar-benar potensial memberikan nilai tambah. Tidak ada lagi investasi dilakukan tanpa melakukan kajian mendalam,” jelasnya. (Adisti Dini Indreswari)
Tanggal  : 25 Juni 2016
Sumber  : Harian Kontan

Share:
[addtoany]