BANDUNG, (PR).-Berkembangnya jumlah usaha kedai atau kafe kopi di Kota Bandung dan sekitarnya, dinilai perlu ditunjang dengan pengembangan konsep bisnis yang lebih jelas. Ini sebagai salah satu upaya mengembangkan segmentasi bisnis kafe di Bandung dan sekitarnya, sekaligus memunculkan ikon kopi arabika Priangan secara kuat di daerah sendiri.
Pebisnis kopi asal Bandung, Iyus Supriatna, di Bandung, Minggu (5/4/2015) mengatakan, bisnis kafe dan kedai kopi kini menjadi salah satu lahan usaha yang berkembang dan menguntungkan digeluti sejumlah pihak, termasuk di Bandung dan sekitarnya. Jumlahnya mulai bertambah, mulai skala kecil, sedang, dan besar, dengan membidik masing-masing segmen pasar, mulai sekadar peminum sampai peminat, baik di lingkungan permukiman, kawasan bisnis dan pemerintahan, dan wisata, serta tempat-tempat lainnya.
Hanya saja, katanya, di tengah fenomena ini, umumnya belum memiliki konsep yang benar-benar layaknya sebuah bisnis kafe atau kedai kopi. Namun sebagian pihak sudah mencoba mengembangkan kedai atau kafe kopi dengan konsep yang kepada bisnis secara layak.
Menurut dia, dalam pengembangan bisnis kedai dan kafe kopi, khususnya para pebisnis yang mencoba segmen pasar menengah ke atas, perlu memperhatikan pemilahan masing-masing bahan baku dari tiga jenis produk mkopi yang terdapat dalam rumpun kopi Arabika. Misalnya, dipilah kopi arabika jenis typica, bourbon, dan hybrido de timor, di mana untuk Priangan selama ini ada jenis lini s, sigararutang, kopi buhun, ateng super, dll.
“Nah, sebaiknya dari berbagai produk arabika Priangan yang disajikan dalam bisnis kafe, menjadi lebih dipilah-pilah lagi berdasarkan jenisnya. Ini akan lebih memberikan jaminan rasa, serta tawaran aneka selera lebih jelas kepada para calon konsumen,” ujar Iyus yang juga Wakil Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia Jawa Barat ini.
Bisnis kedai kopi sendiri, diketahui bervariasi modalnya mulai yang hanya bermodal minimal Rp 3 juta sampai puluhan juta rupiah yang kini menjadi salah satu lahan usaha menarik. Kota Bandung serta kabupaten di Jawa Barat lainnya, yang dikenal sebagai kota pariwisata maupun bisnis, banyak mengalami peningkatan konsumsi kopi, termasuk di kawasan pariwisata yang berhawa sejuk misalnya Bandung Utara, Bandung Selatan, dan kawasan Puncak.
Panen mundur
Soal musim panen kopi tahun 2015 ini, disebutkan Iyus, diduga akan mundur ke bulan Mei dari seharusnya April ini sudah panen besar. Ini disebabkan pengaruh cuaca, di mana proses pembungaan pada awal tahun lalu kurang optimal, sehingga mempengaruhi masa pemasakan buah dari hijau ke merah agak lebih lama.
Soal harga yang sampai ke petani, disebutkan, saat ini berkisar Rp 6.000/kg gelondongan petik merah, sedangkan saat sudah menjadi green bean sekitar 5-6 dolar AS/kg (jika harga 1 dolar AS sekitar Rp 13.000, nilainya Rp 65.ooo-78.ooo/kg). Kopi arabika Priangan menjadi patokan harga di Indonesia, karena semua pebisnis domestik maupun eksportir membutuhkan, sebagai pencampur untuk membuat produk kopi asal Indonesia lainnya lebih enak rasanya.
Sementara itu, Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Bandung Selatan memperkirakan, untuk musim panen kopi arabika tahun 2015 ini, diprediksi diperoleh dari luas pengusahaan 1.679 hektare yang umumnya diusahakan oleh masyarakat petani desa hutan. Kawasan yang akan panen besar tahun ini, terdiri Pangalengan, Pasirjambu, Ciwidey, dan sejumlah lainnya.
Kaur Humas KPH Bandung Selatan. Isep, mengatakan, dari luapan areal tersebut, terdapat 981.000 pohon kopi arabika. Diperhitungkan, akan diperoleh hasil panenan sekitar 72 ton pada tahun 2015 ini.
Pebisnis kopi asal Bandung lainnya, Busono, potensi bisnis kopi asal Jawa Barat yang bersiap bangkit lagi, muncul pula dari jenis robusta. Ini disebabkan, kopi robusta asal Jawa Barat dari rasa ternyata lebih diminati dibandingkan produksi Sumatra, namun produksi kopi robusta di Jawa Barat masih terbatas karena belum banyak peremajaan tanaman.
(Kodar Solihat) ***
Sumber : Pikiran Rakyat, hal. 26
Tanggal : 6 April 2015