Curug Putri Buper Palutungan dan Kisah Noni Belanda

AYOBANDUNG.COM (13/04/2019) | Curug Putri di Bumi Perkemahan (Buper) Palutungan di Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, sejak lama telah menjadi destinasi wisata alam yang banyak dikunjungi para pencari udara segar. Di balik keaslian hutan dan sejuknya udara sekitar Gunung Ciremai, Curug Putri memiliki kisah.

Sejak sekitar 2004, kawasan Buper Palutungan dengan Curug Putri yang termasuk di dalamnya diubah menjadi lokasi wisata alam. Sebelumnya, kawasan itu hanyalah berupa hutan lindung yang dikelola Perhutani.

“Saat ini, Buper Palutungan dikelola Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC). Kami pihak ketiga yang menjadi mitra BTNGC dalam usaha jasa pelayanan wisata alam di sini,” ungkap Direktur CV Putri Mustik selaku pihak pengelola, Sri Sukmawati kepada Ayocirebon.com.

Buper Palutungan sejatinya difungsikan sebagai hutan lindung, serupa dengan misinya sejak awal. Selain vegetasi pinus dan tetumbuhan lain, saat ini Buper Palutungan dilengkapi fasilitas bermain, pusat jajanan, musala, toilet, hingga lahan parkir.

Hutan lindung ini menjadi rumah bagi tetumbuhan yang ada di sana, termasuk pula sejumlah hewan endemik, di antaranya Elang Jawa, Gagak Hitam, Ayam Hutan, Burung Tekukur, serta Babi. Tak ketinggalan, sebuah lahan terbuka yang difungsikan sebagai area perkemahan.

“Keasrian alam yang ditawarkan di sini. Pengelolaannya sendiri tetap dengan sistem pemberdayaan masyarakat,” ucap Sri.

Manajer Operasional, Toto Hermanto yang turut mendampingi Sri, menyebutkan, sedikitnya 300 orang mengunjungi Buper Palutungan setiap pekannya. Bila dirata-rata dalam sebulan, jumlah pengunjung mencapai 6.000-8.000 orang.

Di antara keindahannya, primadona kawasan Palutungan terletak pada keberadaan air terjun yang dikenal dengan nama Curug Putri. Terletak di salah satu sudut kawasan itu, yang untuk mencapainya Anda harus menuruni lereng berundak yang dibuat agar pengunjung merasa aman dan nyaman, Curug Putri layaknya suguhan utama yang dinanti.

“Air terjunnya langsung dari mata air Gunung Ciremai. Ketinggian curug sekitar 9 meter,” tutur Toto.

Di hilirnya, air curug ini mengairi areal pertanian maupun untuk memenuhi kebutuhan peternakan masyarakat. Toto mengklaim, curug itu tak pernah kering.

Air yang mengalir dari Curug Putri bahkan diyakini berkhasiat sebagai penyembuh. Dengan kejernihannya, air itu dinilai baik bagi kesehatan.

“Sampai sekarang masih ada pengunjung yang datang kemari dengan membawa wadah air, seperti botol, untuk diisi air dari Curug Putri,” bebernya.

Penyebutan Curug Putri sendiri diketahui didasarkan pada kisahnya di masa lalu. Kata putri merujuk pada noni atau nona dari kelas bangsawan saat masa kolonialisme Belanda.

Menurut Toto, sesekali bentuk fisik air terjun itu tampak seperti noni belanda yang mengenakan gaun panjang. Ada pula yang menyebut, curug itu dahulu merupakan tempat noni-noni Belanda bermain air atau mandi.

“Zaman Belanda dulu, ada bangsawan Belanda yang tinggal di sekitar sini. Mungkin anak perempuannya yang dulu disebut noni oleh masyarakat pribumi suka mandi di sana, jadilah lama-lama disebut Curug Putri,” paparnya.

Namun, Toto maupun Sri tak bisa memastikan kisah itu. Menurut Toto pun, fakta sejarah soal tempat itu masih terus dicari.

Toto mengaku, tak sedikit desas desus dari penduduk maupun pengunjung yang mengaku melihat sosok putri di curug tersebut. Selain soal nama, Curug Putri juga digosipkan memiliki keistimewaan karena ‘dijaga’ seekor ular raksasa.

Baik Toto dan Sri memastikan, desas desus itu sejauh ini belum bisa dibuktikan langsung. Hanya yang pasti, terlepas dari kisah masa lalu maupun hal klenik yang melingkupinya, Curug Putri dipastikan sebagai destinasi wisata layak kunjung.

Toto mengatakan, pihaknya berencana membuat paket wisata bagi pengunjung yang berminat datang ke sana dan ingin merasakan sensasi kehidupan pegunungan. Pihaknya pun tengah melakukan pembenahan dan penataan fasilitas untuk pengunjung agar lebih nyaman dan menyenangkan.

Sumber : ayobandung.com

Tanggal : 13 April 2019