Eksperimen dari Kebumen

KOMPAS, KEBUMEN (24/8/2016) | Ada dua keinginan yang tumbuh di benak Yuri Dulloh (37) ketika pulang dari rantau ke kampung halamannya di Kebumen, Jawa Tengah. Pertama menggali lagi potensi kopi lokal yang hilang. Kedua menghijaukan lahan-lahan yang tidak produktif. Semua itu bermuara pada gerakan menanam kopi.Yuri Dulloh berasal dari Desa Pucangan, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen. Pendidikan terakhirnya Lembaga Pendidikan Kejuruan (LPK) Desanta Yogyakarta. Sejak lulus kuliah tahun 1996, ia berkelana mengadu nasib di tanah rantau.

Pemuda itu menjalani beragam pekerjaan, mulai dari guru les, penjaga toko, salesman, captain bar, penjaga pintu, sampai tukang masak di restoran. Ia juga berpindah-pindah kota, antara lain Madiun. Jakarta, dan Semarang.

Lelah dengan hiruk-pikuk di kota-kota besar, Yuri akhirnya memilih pulang kampung ke Kebumen pada 2006. Ia mencoba merintis bisnis gypsum, menjadi tenaga pemasaran sebuah pabrik semen, hingga jual-beli tanaman bonsai Di sela-sela kesibukannya berbis-nis, Yuri rajin mengobrol dengan warga. Dari situ ia tahu, 5-10 tahun lalu pernah berdiri pabrik kopi di Kebumen. Namun, kopi yang diolah justru kopi lampung. Yuri lantas bertanya-tanya, memangnya Kebumen tidak punya kopi lokal?

Dari obrolan dengan warga selanjutnya, Yuri memperoleh jawaban menarik. Kebumen sebenarnya memiliki kopi lokal bernama kopi salam. Namun, kopi salam saat itu tinggal kenangan dan cerita yang dikisahkan orang. “Kata orang-orang, kopi salam itu berwarna lebih pekat dan memiliki cita rasa lebih tajam dibandingkan dengan kopi biasa,” ujarnya saat ditemui akhir Juli

Budidaya kopi salam konon terhenti karena harga kopi dahulu rendah. Akhirnya, petani memilih me-nebangi pohon kopi dan menggantinya dengan cengkeh. Sebagian petani lain membiarkan tanaman kopi mereka mati dan lahannya menjadi lahan tak produktif.

Mendengar kisah lama itu, ia terinspirasi untuk mengembangkan lagi budidaya kopi Ia membayangkan akan membuka kedai kopi dengan biji kopi yang ia tanam dan olah sendiri.

Yuri memulai langkahnya dengan menanam 20 batang pohon kopi di antara pohon albasia di belakang rumahnya. Sembari menunggu tanaman kopinya tumbuh, ia mengajak warga sekitar untuk menanam kopi di lahan tak produktif yang jumlahnya cukup banyak.

Agar bisa menarik minat warga, ia menawarkan sistem bagi hasil. Yurimenyediakan bibit, menanam, dan merawat tanaman kopi dengan sistem organik, sementara warga menyediakan lahannya Hasil panen nantinya dibagi dua “Ada petani yang setuju lahannya dipakai, ada pula yang menolak,” kenangnya

Pemuda itu tak menyerah. Ia mengaitkan upaya menanam kopi dengan gerakan penghijauan di lahan-lahan kritis sejak tiga tahun lala “Biasanya orang memilih pinus (untuk penghijauan). Saya memilih kopi,” ujar Yuri.

Yuri gencar menyebarkan gerakan penghijauan dengan tanaman kopi ke seluruh penjuru Kebumen, bahkan hingga ke Kabupaten Kulon Progo yang masuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Biaya pembelian bibit dan perawatan tanaman kopiawalnya ia tanggung dari keuntungannya berbisnis gypsum dan gaji sebagai tenaga marketing pabrik semen.

Sekitar dua tahun berjalan, upaya Yuri membuahkan hasil. Bibit kopi yang ia semai di lahan-lahan non-produk-tif tumbuh menjadi pohon kopi yang subur. Melihat keberhasilan itu, kian banyak warga yang akhirnya mau menanam kopi Bibit yang dibagikan pemuda itu pun terus bertambah, dari puluhan, ratusan, hingga akhirnya ribuan batang.

Kini, areal tanaman kopi di Kebumen meluas. Kopi tidak hanya ditanam di lahan milik warga tetapi juga di kawasan hutan negara milik Perhutani

“Pokoknya saya ingin tidak ada lagi lahan yang telantar dan tak meng-hasilkan apa-apa Saya ingin semua lahan bisa produktif dan hijau oleh tanaman kopi,” ujarnya Yuri lantas ditunjuk sebagai tenaga Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat Desa (PKSMD). Bekerja sama dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), ia membuat terobosan dengan menanam kopi di kawasan hutan.

Eksperimen

Yuri belajar menanam kopi secara otodidak. Sejak awal, ia mencoba-coba berbagai cara untuk menghasilkan bibit kopi, antara lain dengan metode stek dan okulasi “Dari percobaan itu, saya pernah berhasil menggabungkan lima jenis tanaman kopi dalam satu pohon. Bahkan, saya berhasil mengembangkan tujuh jenis tanaman kopi” katanya

Yuri tidak hanya mengembangkan kopi lokal. Ia berupaya menanam beragam jenis kopi lain. Jika ia menemui tanaman kopi di tepi jalan di luar kota ia pasti mencabutnya dan menajamnya di Kebumen.

Ia juga mencoba menanam kopi di sejumlah tempat untuk mematahkan anggapan banyak orang bahwa kopi hanya cocok ditanam di daerah pegunungan. Yuri berhasil mematahkan anggapan itu dengan menanam kopi di daerah pesisir pantai

Temyata itu bukan hal mustahil karena terbukti ada beberapa pohon kopi berusia 40-50 tahun yang sampai saat ini tumbuh subur di daerah pesisir pantai,” ujarnya.

Agar fokus mengembangkan tanaman kopi Yuri memilih meninggalkan binis gypsum dan pekerjaan sebagai tenaga marketing pabrik semen.

Tak berhenti di situ, ia terus berinovasi mencari cara baru mengembangkan tanaman kopi dan produk lain dari kopi Ia mencoba memanfaatkan bukan hanya biji kopi, me-lainkan juga daun kopi dan kulit kopi Daun kopi diolah menjadi teh, sedangkan kulit biji kopi untuk pupuk cair dan padat Semua pengetahuan yang diperoleh dari usaha coba-coba itu tidak dikuasai sendiri, tetapi ia bagikan kepada para petani kopi

Mengolah biji kopi

Untuk mengambil manfaat lebih banyak, Yuri belakangan belajar mengolah biji kopi Pertimbangannya sederhana saja ia tidak ingin petani menjual biji kopi mentah dengan harga murah. Jika sudah diolah, kopi pasti bisa dihargai lebih mahal.

Seperti biasa ia belajar dengan cara “coba-coba”. Serentetan kegagalan ia alami Salah satunya bahkan membuat ia kehilangan 100 kilogram biji kopi begitu saja

Yuri tahu pasti, kegagalan adalah awal dari kesuksesan. Ia terus mencoba dan akhirnya berhasil memproduksi kopi bubuk olahannya dua tahun yang lalu. Kopi bubuk itu diberi merek Yuam Roasted Coffee. Nama Yuam diambil dari suku kata awal namanya dan Ambal, nama kecamatan tempat tinggalnya.

Kini, Yuri berusaha menghidupkan kembali mimpinya untuk membuka kedai kopi Kali ini ia tidak belajar menyeduh kopi sendiri, tetapi mengambil kursus barista di Jakarta

H ingga saat ini Yuri belum berhasil mendirikan kafe atau kedai kopi sendiri Namun, ia telah bermitra dengan \0 kafe di Kebumen, Magelang, Purworejo, Sukoharjo, Semarang, dan Yogyakarta Kafe-kafe itu menggunakan kopi yang diproduksi Yuri

Meski sudah banyak bereksperimen, Yuri merasa perjalanannya menyelami dunia kopi masih panjang. Dan, ia bersemangat terus menekuni jalan ini demi mewujudkan mimpi membangun kehidupan yang lebih baik. Bukan hanya bagi dirinya sendiri, melainkan juga para petani kopi di Kebumen dan sekitarnya.

Tanggal : 24 Agustus 2016
Sumber : Kompas