FLEGT-VPA Akhirnya Diteken

JAKARTA—Setelah sempat tertunda akibat terkendala kesepakatan di antara negara Uni Eropa, Pemerintah RI dan otoritas Uni Eropa bersepakat segera menandatangani perjanjian kerjasama sukarela penegakan hukum, tata kelola dan perdagangan di sektor kehutanan (FLEGT-VPA) pada 15 Juli 2013.

Sekjen Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto mengatakan dalam kunjungan Menteri Kehutanan ke beberapa negara di Eropa, pekan lalu, sejumlah pertanyaan terkait Forest Law Enforcement, Governance and Trade Voluntary Partnership Agreement (FLEGTVPA) sempat dilontarkan.

“Tidak dibicarakan secara spesifik, tetapi ada yang tanya VPAnya kenapa?” ujar Hadi di DPR, Senin (3/6) malam. Meski tidak dibahas secara formal, imbuhnya, kedua belah pihak sudah menyepakati tanggal penandatanganan VPA tersebut.

“Kira-kira 15 Juli mereka sudah siap. Kita sih pengennya di sini saja, daripada kita ke sana lagi,” tuturnya. Hadi berharap penandatanganan FLEGT-VPA tidak lagi mundur karena akan merugikan Indonesia. “Jangan molor lagi, rugi dong kita,” ungkapnya.

Sebelumnya, Uni Eropa dan RI sepakat untuk melakukan penandatanganan F LEGT-VPA pada April 2013. Namun, hingga penghujung Mei 2013, perjanjian tersebut belum kunjung diteken. Penandatanganan VPA itu mencakup pengakuan atas sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) yang diberlakukan Indonesia terhadap industri dan produk kayu asal Indonesia.

Dengan demikian, SVLK memiliki kredibilitas yang setara dengan European Union Timber Regulation (EUTR) yang diberlakukan di kawasan tersebut. Sebelumnya, Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Kehutanan Dwi Sudharto mengatakan RI dan Uni Eropa sudah menyepakati substansi VPA tersebut.

Namun, kedua otoritas kesulian dalam menemukan waktu yang cocok untuk menandatangani kesepakatan tersebut.

NILAI STRATEGIS
Bagi industri kayu Indonesia, kawasan Uni Eropa memang memiliki nilai yang strategis. Dari 27 negara Uni Eropa, produk ka yu Indonesia sudah diekspor ke 26 negara dengan nilai ekspor terbesar kedua setelah pasar Asia.

Pada periode Januari-April 2013, nilai ekspor kayu Indonesia ke Uni Eropa mencapai US$202,55 juta. Adapun tiga negara importir terbesar adalah Inggris US$46,83 juta, Jerman US$41,14 juta, dan Belanda US$33,19 juta.

Hadi menambahkan dalam kunjungan ke Eropa pada pekan lalu, Kemenhut turut mempromosikan produk kayu Indonesia di pasar Ukraina dan Swedia.

Bahkan untuk memperlancar pemasaran produk kayu di pasar Swedia, BUMN bidang kehutanan Perhutani telah mengantongi sertifikat dari lembaga sertifikasi kayu Swedia, Svenk Skogs Certifering AB.

Meski Swedia dikenal sebagai negara penghasil kayu, negara tersebut masih membutuhkan importasi kayu keras, seperti kayu jati yang diproduksi Indonesia. “Swedia itu tebangan kayunya lebih dari 100 juta m3/tahun, tapi kayu soft. Mereka butuh kayu keras dari kita,” ujarnya.

Sumber  :  Bisnis Indonesia, Hal 26
Tanggal  : 5  Juni 2013

Share:
[addtoany]