Gaji Pertama Rp 3, Kini Rp 500 Ribu Per Bulan

Dedikasi yang ditunjukkan Supardi, membuatnya terus diamanahi perhutani untuk menjaga loket Coban Talun. Di waktu senggangnya, dia memelihara kelinci hias untuk menambah penghasilan keluarga
SELASA siang (6/15), pos penjagaan pintu masuk Coban Talun di Dusun Wonorejo Desa Tulungrejo Bumiaji ramai pengunjung. Rata-rata, pengunjungnya berasal dari luar kota. Di antaranya dari Jember, Mojokerto, Surabaya, dan Bali.
Seorang pengunjung yang datang dari Surabaya telah melakukan pen daftaran inden untuk acara East Java Scout Challenge 2k15. Rencananya, acara anak muda itu diikuti 1.500 peserta dari seluruh Jawa Timur. Acara adu keterampilan ke panduan itu diadakan pada awal April 2015. “Mau masuk kawasan Coban Talun hanya Rp 5.000,” kata Supardi memberikan informasi kepada para pecinta alam dan para wisatawan yang hendak masuk ke Coban Talun. Pria yang sudah dikaruniai dua buyut ini menceritakan, dia menjadi penjual tiket Coban Talun sudah 47 tahun.
Setelah lulus dari Sekolah Rakyat (SR) atau setingkat Sekolah Dasar (SD), dia mengikuti ayahnya, Sumardi untuk bekerja. Saat itu ayahnya menjadi mantri hutan di kawasan Coban Talun. Karena Supardi tidak memiliki keahlian, maka dia ditempatkan sebagai petugas perawatan taman dan tanaman di Coban Talun.
Tugasnya untuk memelihara taman, mena nam pohon, serta menjaga kelestarian Coban Talun. Dan pada tahun1968 silam, dia diberikan amanah oleh perhutani sebagai penjaga loket.
Untuk tugas menjaga loket dilakukannya mulai pukul 08.00 hingga pukul 16.00. Kakek 83 tahun ini dikenal sebagai seorang yang jujur dan ulet. Hal itu membuat perhutani terus meminta dirinya menjadi penjaga pos sekaligus penjual tiket. Beberapa kali dia sempat mencoba pekerjaan lain. Namun, dia tetap diminta kembali men jadi penjaga pos dan penjual tiket
Yang terakhir pada 2013, dia sempat bekerja pada orang Jepang sebagai tukang kebun. Letaknya tidak jauh dari desanya, di Wonorejo. Upaya itu untuk menambah penghasilan keluarga dan menyenangkan anak cucunya di saat mereka datang ke rumahnya. “Saat Lebaran, saya tidak bisa mem berikan hadiah kepada cucu.
Sebab gaji saya minim. Makanya saya cari pekerjaan lain yang lebih menghasilkan,” kata dia. Namun, lagi-lagi perhutani meminta dirinya kembali sebagai penjual tiket. “Setiap kali saya keluar dan bekerja di tempat lain, disuruh kembali. Akhirnya saya pun kembali,” kata kakek yang memiliki 11 anak ini. Diakui oleh Supardi, gaji pertamanya bekerja sebagai penjaga loket Coban Talun pada 1968 silam hanya Rp 3. Sekarang gajinya Rp 500 ribu.
Dengan gaji senilai itu, dirinya berupaya mencari tambahan bagi pemenuhan kebutuhan diri sendiri maupun untuk keluarganya. “Gaji bulanan tidak mencukupi kebutuhan keluarga,” katanya. Kadang kala, saat menjaga loket, dia merasa lapar. Maka dia meminjam uang tiket atau kas di kantor penjagaan untuk membeli ma kanan. Dari sana, dia mempertang gungjawabkan dengan cara potong gaji di awal bulan. “Kalau pinjam harus dicatat dan dilaporkan. Seperti untuk beli bakso. Nanti dipotong,” kata pria yang memiliki empat cucu ini. Meski gaji bulanan belum ideal, dia berupaya menambah penghasilan keluarga dengan memelihara kelinci.
Dia mengumpulkan uang dari gaji untuk membeli kelinci hias. Dengan modal Rp 100 ribu, dia hanya mendapat dua ekor kelinci. Dengan sabar dan tekun, Supardi memelihara dua kelinci itu. Pada tahun ketiga, kelincinya semakin banyak dan bisa dijual untuk menambah kebutuhan keluarga. Pada saat ini, kelincinya berjumlah 30 ekor. Dari hasil beternak dan berjualan kelinci, Supardi berupaya memenuhi dapurnya agar tetap bisa mengepul.
Sebab, diakui oleh Supardi, penghasilannya terbilang paspasan tetapi kebutuhan terus meningkat. “Sebenarnya masih kurang. Apalagi saat ini kebutuhan sehari-hari semakin naik dan mahal,” kata suami Ngatmini ini. Untuk membangun rumah peninggalan mertuanya, Supardi mendapat bantuan dari Pemerintah Kota Batu.
Saat itu rumahnya dari sesek dan kayu yang semakin hari semakin lapuk. Dia pun sangat berterima kasih kepada Wali Kota Eddy Rumpoko yang telah memberikan bantuan bedah rumah. “Saya kerja apalagi. Saya sudah tua. Dan untuk bangun rumah dapat bantuan dari pemerintah,” kata dia. (*/c2/yos)
Sumber  : Radar Malang
Tanggal  : 8 Januari 2015

Share:
[addtoany]