Hutan Pati, Mengukir Logam Menghilir Harapan

Riuh suara logam bersahutan sepanjang siang, nyaring indah berhamburan dari desa hutan, ibarat anak-anak riang menabuh genderang.  Logam alumunium berbagai ukuran bersinar diukir tangan-tangan terampil. Awam tak pernah menduga bahwa logam keemasan berukiran kaligrafi yang menghiasi dinding masjid atau mungkin di sudut rumah kita adalah satu dari karya putra-putri desa Sentul, Cluwak, Pati wilayah pesisir Jawa Tengah.
Dalam perjalanan panjangnya, kerajinan ukir logam alumunium desa Sentul tidak dapat dipisahkan dengan pelestarian hutan di kaki Gunung Muria. Bermula ketika Perhutani Pati memfasilitasi terbentuknya Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Mitra Tani tahun 2003. Lembaga yang anggotanya adalah warga desa hutan Sentul, terutama mereka yang bermatapencaharian sebagai petani hutan atau bergantung pada hasil hutan seperti daun jati, kayu bakar, pakan ternak, dan pangan itu sangat diharapkan untuk memperbaiki kehidupan ekonomi.
Adalah Mohammad Suryadi. Pemuda asli Magelang kelahiran tahun tujuhpuluhan dan mengenyam pendidikan Sarjana IKIP Semarang itu ikut membidani kelahiran kelompok petani hutan sekaligus guru sekolah di Madrasah dan mengajar paket B dan C.   Sebagai warga desa hatinya tersayat-sayat ketika melihat banyak anak-anak desa hutan tidak bersekolah. Pekerjaan menyawah atau menanam pohon di hutan dianggap tidak menarik.  Ada kecenderungan hanya para orangtua yang masih setia dengan kegiatan pertanian.
Lama Suryadi merenung. Memberikan ceramah lewat mengajar saja tidak cukup ampuh untuk menghijaukan hutan sekitar desanya.  Melalui kelompok Mitra Tani, Suryadi bersama petugas Perhutani mulai mengadakan pelatihan-pelatihan praktis.  Mencintai hutan dan lingkungan apalagi untuk warga desa Sentul harus dimulai dari sisi lain. Suryadi akhirnya menjatuhkan pilihan pada seni ukiran logam kuningan ‘kriya logam sedet’.  Sejak tahun 2008, ia belajar secara otodidak. Dengan alat sederhana hammer dan paku, ia mulai memukul-mukul logam tembaga menjadi ukiran apa saja. Gambar wayang, kaligrafi tulisan arab, gambar hutan, sampai pesanan gambar bunda Maria dari gereja dikerjakan dengan baik.
Suryadi mulai mengajak anak-anak yang belajar di paket B dan C untuk belajar mengukir logam kriya.  Sembari mendengarkan pelajaran, Suryadi bercerita tentang pentingnya melestarikan hutan untuk kebaikan desa mereka yang indah di kaki gunung Muria.  Tentu saja para orangtua di desa Sentul senang melihat anak-anak mereka mempunyai kesibukan baru mengukir kriya daripada sekedar nongkrong di pasar-pasar atau ke terminal.    Hutan-hutan di kaki Muria juga mulai ditanami. Anak-anak kecil punya kesadaran baik akan pentingnya tanaman bagi kehidupan. Meskipun ada saja yang menyerobot menanam sengon dan kopi. Bagi Suryadi, menanam keyakinan menghargai alam dipikiran anak-anak lebih berharga daripada tanaman kopi itu sendiri.
Pucuk ditimpa ulam tiba, tahun 2012, Mitra Tani mendapat bantuan modal PKBL mmelalui Perhutani Pati sebesar Rp. 20.000.000,-( Dua puluh juta rupiah ). Modal ini diinvestasikan untuk membuat galeri sederhana di jalan Tayu Jepara. Sebagian lagi digunanakan untuk membeli bahan baku logam kuningan dan tembaga.
Produksi ukiran logam kriya perbulan yang mampu dibuat Suryadi dan anak-anak didiknya sebanyak 15 unit, dengan aneka motif sesuai pesanan. Setiap ukiran memerlukan waktu rata-rata satu sampai delapan jam untuk penyelesaian. Dengan nilai jual berkisar antara Rp.100.000. sampai Rp. 600.000,-  maka sudah dapat dihitung barapa pendapatannya per bulan.
Saat ini pemasaran masih terbatas di kota-kota di Jawa, dan ada beberapa yang dikirim ke Thailand dan Malaysia.  Usaha ukiran kriya ini membutuhkan banyak tenaga kerja. Saat ini sekitar 18 orang ada di galerinya belum termasuk anak-anak yang bekerja sambil belajar di rumah masing-masing.  Bahan baku juga tidak terlalu sulit karena bisa dibeli dari toko-toko sekitar Tayu, Pati dan Jepara.
Mimpi Suryadi tidak begitu membumbung.  Koperasi Mitra Tani yang dirintisnya dari usaha simpan pinjam dan usaha ukiran kriya logam dapat memberi manfaat bagi kehidupan warga desanya.  Memang demikian adanya, coba saja kita simak ketika kita menembus udara panas desa Sentul siang hari, sayup suara alunan logam tak beraturan indah menemani.  Dari jauh tampak kaki Gunung Muria, kaki dimana kekeringan selalu menampakkan wajahnya meski anak-anak telah menanami.  Dan di hutan Pati itulah Suryadi mengukirkan logam menghilirkan harapannya.
Oleh: Soesi Sastro

Share:
[addtoany]