WE Online, Jakarta – Mahasiswa dan desainer muda Indonesia ditantang untuk menciptakan desain mebel inovatif yang bernilai ramah lingkungan dan juga memenuhi selera pasar.
Tantangan itu disampaikan Program Officer Forest Stewardship Council (FSC) Indonesia Indra Setia Dewi di Jakarta, Selasa (1/12/2015).
“Pasar Eropa menunggu karya desainer muda Indonesia, dan melalui kompetisi ‘Indonesia Designer Challenge (IDC) 2016’ itu bisa diwujudkan,” katanya kepada Antara.
Ia menjelaskan dalam kaitan IDC 2016 pihaknya bekerja sama dengan Himpunan Desainer Mebel Indonesia (HDMI), Perum Perhutani, BioIndustries dan William E. Connor & Associates Ltd. mengajak mahasiswa dan desainer muda Indonesia untuk ikut berkompetisi.
Dalam kaitan itu pihaknya melakukan rangkaian sosialisasi kompetisi IDC 2016 sepanjang bulan Oktober hingga November 2015.
FSC adalah lembaga swadaya masyarakat, nirlaba, dan independen yang mendorong pengelolaan hutan yang bertanggungjawab di seluruh dunia.
Melalui sistem sertifikasi yang ketat, FSC menyiapkan standar yang diakui secara internasional agar perusahaan dan komunitas pengelola hutan dapat terdorong dan mengembangkan praktik kehutanan yang lebih baik dan bertanggungjawab secara sosial dan lingkungan di Indonesia dan juga dunia.
Indra Setia Dewi menambahkan kayu merupakan bahan baku yang dominan dalam kompetisi itu karena pihaknya ingin menonjolkan aspek ramah lingkungannya.
Pihaknya ingin para desainer mebel tetap menggunakan kayu sebagai material yang dominan agar dapat membantu menyelamatkan lingkungan dari perubahan iklim karena kemampuannya dalam menyerap karbon yang dihasilkan dari polusi dan kegiatan pembangunan lainnya.
“Tentu saja kami mendorong agar kayu yang digunakan berasal dari hutan yang dikelola secara bertanggung jawab seperti kayu bersertifikat FSC,” katanya.
Ketua IDC 2016 Cosmas Tri Susantho menjelaskan IDC merupakan ajang kompetisi desainer pertama di Indonesia yang bertujuan menempatkan para desainer Indonesia sebagai poros utama penggerak industri kreatif di Indonesia.
“Yakni dengan menekankan pada proses produksi dan penggunaan bahan baku kayu dan bahan penunjang lain yang ramah lingkungan,” katanya.
Ia mengatakan IDC 2016 merupakan ikon bagi desainer muda untuk menunjukkan kemampuannya dalam mencipta desain mebel, yang selain mempunyai nilai seni dan membawa pesan lingkungan, namun memenuhi tuntutan pasar internasional.
Kompetisi itu, kata dia, berbeda dari yang lain, karena selain karya para peserta dinilai oleh para kurator dan juri, juga dinilai secara langsung oleh para pemmbeli (buyer).
“Para pemenang juga berkesempatan mendapatkan kontrak dan royalti jika karyanya terpilih oleh ‘buyer’,” katanya.
Sementara itu Dirut Perum Perhutani Mustoha Iskandar menyambut baik ajang tersebut.
“Kami mendukung penuh IDC 2016. Bahan baku kayu jati yang digunakan berasal dari hutan Perhutani yang telah bersertifikat FSC,” katanya.
Ia juga menjelaskan kayu bersertifikat FSC itu di antaranya berasal dari unit usaha industri kayu Perhutani di Cepu, Brumbung, dan Gresik, yang kapasitas totalnya 60.000 m3.
Saat ini Perhutani memproduksi kayu log jati bersertifikat FSC dengan total sekitar 400.000 m3.
Sedangkan Arifin Wicaksono dari BioIndustries menyatakan daya tarik industri mebel Indonesia bagi pasar dunia salah satunya adalah kayu jati berkualitas tinggi.
Namun sayangnya, kata dia, cadangan kayu jati Perhutani kelas A3 saat ini tinggal 20 persen sedangkan jati A1 tersedia melimpah.
Ketua HDMI Bambang Kartono Kurniawan menambahkan peran desainer sangat penting dalam menentukan daya saing mebel Indonesia di dunia internasional.
“Disinilah peran IDC 2016 untuk meningkatkan inovasi dan potensi desainer muda sekaligus memberikan tantangan pasar secara langsung kepada generasi muda,” katanya. (Ant)
Tanggal : 2 Desember 2015
Sumber : Wartaekonomi.co.id