Jangan Dikira Masih Gelap

Beberapa bulan lalu, Perum Perhutani memiliki nahkoda baru. Pemegang saham perusahaan pada pengujung Oktober 2014 menunjuk Mustoha Iskandar sebagai direktur utama (dirut) menggantikan Bambang Sukmananto.
PENUNJUKAN Mustoha sebagai orang nomor satu di perusahaan pengelola hutan di Pulau Jawa dan Madura ini dinilai sebagai pilihan tepat.
Mustoha bukanlah orang baru di bisnis kehutanan. Pria kelahiran Cirebon, 10 Agustus 1960 ini sebelumnya duduk sebagai direktur komersial kayu Perum Perhutani sejak 13 Januari 2014.
Lulusan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada ini juga malang melintang mengurus hutan sejak 27 tahun lalu. Ditemui di ruang kerjanya belum lama ini, Mustoha menuturkan, penunjukan dirinya sebagai dirut adalah amanah. Lebih dari itu, Mustoha yang memaknai hidup sebagai ibadah ini, bekerja adalah untuk ibadah. “Saya nikmati amanah ini sebagai sarana beribadah,” ucapnya.
Sosok yang dikenal ramah ini boleh disebut sebagai rimbawan tulen. Bukan lantaran kuliahnya mendalami kehutanan. Namun, hutan sudah mendarah daging sejak Mustoha kecil. Bapaknya adalah seorang mandor Perhutani. Hingga SMA, bersama keluarganya, Mustoha tinggal di rumah dinas perusahaan. Tak heran jika Mustoha sangat menjiwai dan akrab dengan hutan. “Jadi memang genetik saya itu Perhutani,” ujarnya.
Dari situ lantas Mustoha menekuni kehutanan di UGM. Setelah berhasil menggondol gelar sarjana, pada 1988, Mustoha meniti karir di Inhutani III. Jabatannya kala itu asisten manager HTI Nanga Pinoh. Bekerja di daerah Nanga Pinoh di Kalimantan Barat (Kalbar) menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi Mustoha. Dia menyebut, Nanga Pinoh sebagai Timor-Timumya orang kehutanan. Untuk sampai ke daerah pedalaman ini butuh waktu dua hari dua malam menggunakan kapal.
Di Nanga Pinoh, Mustoha tinggal di kamp. Malam hari hanya bisa menikmati listrik dari genset sampai jam 10 saja. “Lima tahun saya di Nanga Pinoh,” kenangnya.
Hidup di daerah pendalaman ini, Mustoha bukan sekadar “tukang kayu” saja. Sembari tertawa mengingat masa itu, Mustoha mengatakan, dirinya sering dimintai tolong oleh penduduk setempat untuk mengobati orang kesurupan. “Setiap ada kesurupan manggilnya saya. Hahahaha ceritanya.
Dari Kalbar, Mustoha menerima tugas sebagai administratur HTI di Tanah Laut, Kalimantan Selatan (Kalsel). Hingga pada 1996, dia menerima beasiswa dari Bank Pembangunan Asia (ADB) meneruskan S2 di UPLB Los Banos Philippines. Kembali ke Tanah Air, dia ditunjuk sebagai direktur produksi di PT Finantara Intiga, perusahaan joint venture PT Inhutani III, Gudang Garam, dan Nordic Forest Development Finlandia.
Tidak hanya di Inhutani III, karir Mustoha melesat sebagai pucuk pimpinan Inhutani IV sampai kemudian ditarik ke Perhutani sebagai direktur pengelolaan sumber daya hutan dan pengembangan usaha hutan rakyat dan direktur komersial kayu. Mustoha mengatakan, posisi yang dia duduki hingga menjadi sebagai seorang dirut seperti sekarang ini tak lain sudah digaris Tuhan. “Ketika saya pingin banget menjadi seorang direktur saya nggak jadi. Di saat anteng nggak mikirin, eh dia (jabatan) itu datang. Artinya, menurut Tuhan inilah waktu yang tepat,” jelasnya.
Mustoha yang juga pernah menimba ilmu di Fakultas Dakwah IAIN (kini UIN) Sunan Kalijaga, Jogjakarta, ini menegaskan, akan melakukan transformasi di tubuh Perhutani. Dia menyebut, Perhutani harus membuka diri, bertransformasi dari beurocratical culture ke corporate
culture. “Perhutani harus membuka pintu dan jendela. Bahwa di luar sudah terang, jangan dikira hari masih gelap,” tutur dia.
Oleh karena itu, lanjutnya, ke depan dia ingin program-program perubahan terutama kultural birokrat harus diubah. Sebab, core business Perhutani bermacam-macam, bukan hanya kayu.
Perhutani, kata dia, bukan seperti PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang hanya single product. Perhutani memang perusahaan kehutanan, tapi banyak sekali turunannya, mulai dari kayu, industri kayunya, pariwisata, air, hingga madu. Hal tersebut memerlukan orang yang masing-masing punya karakternya sendiri. Bukan satu karakter untuk semua bisnis. “Perusahan ini sangat unik. Bisnisnya macam-macam, khas sumber daya alam. Hutannya tetap lestari, tapi bisnis hutannya jalan,” katanya
Mustoha juga akan menggeber lagi penggunaan teknologi. Jika saat ini Perhutani sudah memanfaatkan teknologi untuk jual beli kayu secara online, maka ke depan, Mustoha memimpikan bisa memantau perkembangan kayu di lapangan hanya melalui suatu ruangan. “Dari ruangan itu, kita bisa melihat perkembangan tanaman, mana yang berhasil dan gagal,” ungkap penikmat semur jengkol ini.
Penugasan dari pemerintah membangun pabrik sagu di Papua juga terus menjadi perhatian. Saat ini, progress pembangunan pabrik sudah mencapai 75 persen dan ditargetkan pada pertengahan tahun ini mulai beroperasi.
Kesejahteraan masyarakat sekitar hutan menjadi salah satu prioritas utama perusahaan. Secara konsep, diakui Mustoha, sudah sangat bagus, namun fakta di lapangan sulit sekali diimplementasikan. Model tumpang sari yakni memberdayakan masyarakat sekitar hutan menanam di bawah tegakan akan dievaluasi dan diperbaiki lagi.
Kesejahteraan masyarakat sekitar hutan akan menjamin kelestarian hutan itu sendiri. Selain itu, Perhutani di bawah kepemimpinan Mustoha akan merangkul pesantren dan gereja untuk mengampanyekan kesadaran menjaga hutan. Dakwah lingkungan melalui pesantren bakal lebih efektif dan mengena ketimbang Perhutani sendiri yang turun tangan. (Miftahul Ulum)
Sumber  : Indopos
Tanggal  : 4 Januari 2015

Share:
[addtoany]