Jangan (Lagi) Sokong Para Pembohong

Pemulihan hutan Ciogong ternyata tak mudah. Serangkaian proses nan panjang harus dilalui, mulai dari sosialisasi yang berkelanjutan (kontinu), penanganan persuasif, hingga penegakan hukum. Hasilnya terasa kini. Sejumlah oknum yang melakukan okupasi (pendudukan dan penguasaan lahan) telah menyatakan niat untuk menghentikan ulah. Selanjutnya, mereka ingin turut bersama-sama membangun kembali kawasan hutan Ciogong.
Wakil Administratur Kawasan Pemangkuan Hutan (KPH) Cianjur Dudi Rudiatna mengungkapkan, beberapa tahun lalu, para petugas kesulitan menembus perlawanan pihak yang ngotot menduduki kawasan hutan Ciogong. Karena semuanya sudah bertekad untuk menyelesaikan kondisi tersebut, upaya menempuh jalur hukum pun dilakukan. Kondisi itu diakui Mamat, Komandan Regu (Danru) Keamanan KPH  Cianjur.
Dudi mengatakan, sosialisasi kepada masyarakat terus dilakukan. Masyarakat  diberikan pemahaman bahwa kawasan hutan milik negara, khususnya yang dikelola oleh Perhutani, tak dapat disertifikatkan kepada masyarakat. Hanya, kini, pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan. Melalui Perhutani, masyarakat desa hutan diperbolehkan ikut memanfaatkan hutan untuk mencari nafkah, melalui PHBM. ”Yang penting, ada hasil usahanya. Apalagi yang bermanfaat dengan pendapatan memadai. Bukannya memaksakan memiliki lahan, tetapi tak menjadi solusi untuk mengatasi masalah ekonomi,” tuturnya.
Dari sisi penegakan hukum, hasil positif sudah diperoleh. Pengadilan Negeri Cianjur sudah menjatuhkan vonis penjara dua tahun kepada terdakwa berinisial AS. Dia dinilai menjadi penggerak kasus okupasi di hutan Ciogong, dengan memperalat sejumlah masyarakat sekaligus mengatasnamakan masyarakat miskin. Padahal, dia mendatangkan warga yang kebanyakan berasal dari daerah lain untuk menduduki kawasan tersebut. **
Meskipun demikian, di lapangan, kendala masih muncul. Soalnya, masih ada pihak ketiga yang tetap mencoba mengompori masyarakat untuk menduduki  kawasan hutan Ciogong. Bahkan, masih ada orang yang mengutip uang kepada warga yang masih menduduki kawasan hutan dengan alasan sebagai biaya pengurusan  kepemilikan lahan.
Menurut Dadang Suherman, pengurus Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)  Jati Sari, keberadaan oknum-oknum itu sebenarnya sudah membuat banyak warga  pusing. Mereka yang sudah sadar, apalagi mengetahui latar belakang pihak yang memprovokasi itu, kini sudah tak memercayai oknum bersangkutan. Meskipun demikian, masih ada sebagian warga yang terpengaruh.
Namun, dia mengatakan, adanya rekontsruksi tata batas hutan Ciogong dapat  membuat masyarakat merasa lega. Apalagi jika kemudian persoalan menjadi serbajelas. Pihak-pihak yang selama ini masih menduduki sebagian lahan hutan Ciogong sebenarnya sudah mengetahui dan mengakui bahwa kawasan tersebut milik negara. Mereka pun bersiap-siap untuk mengembalikan kepada pengelola.
Dadang mengungkapkan, masyarakat siap menerima jika hasil pengukuran memang  sesuai dengan data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Mereka akan mengembalikan lahan untuk kemudian dimanfaatkan, melalui PHBM. Jika ternyata lahan yang mereka tempati tidak termasuk ke dalam data, masyarakat meminta agar dapat  diakui sebagai milik mereka. ”Yang penting,  hasil akhirnya, semua pihak, baik Perhutani maupun Pemkab Cianjur juga sama-sama bersikap terbuka terhadap masyarakat. Sebenarnya, masyarakat pun tak mau ada pihak ketiga yang ngarerewong, apalagi berupaya memunculkan opini menyesatkan dan cenderung memperalat,” katanya.
Sementara itu, David, tenaga sarjana pendamping kehutanan mengingatkan  masyarakat mengenai motif pihak ketiga yang mengompori masyarakat agar menduduki kawasan kehutanan dan perkebunan. Selama ini, menurut dia, terindikasi dan terbukti, tujuan mereka adalah memperalat masyarakat. Umumnya, mereka bilang ingin membantu atau membela, padahal sebenarnya menjerumuskan.
“Terbukti pula, di belakang banyak kejadian okupasi, sejumlah calo tanah dan  pemilik modal sudah mengincar lahan-lahan bersangkutan. Lahan-lahan tersebut kemudian diborong dengan memanfaatkan oknum-oknum masyarakat yang bersusah  payah bersitegang dengan pengelola dari lahan bersangkutan. Pada akhirnya,  masyarakat tak memperoleh manfaat, tetapi justru menyisakan kerusakan serta kontlik  berkepanjangan,” katanya.
Nama Media : PIKIRAN RAKYAT
Tanggal       : Jumat, 29 Juli 2011, Hal. 25
Penulis        : Kodar Solihat
TONE           : POSITIVE

Share:
[addtoany]