JAKARTA, PERHUTANI (04/9/2017) | Direktur Utama Perum Perhutani Denaldy M Mauna menyatakan Perhutani sampai saat ini mampu mempertahankan sertifikat pengelolaan hutan lestari standar internasional FSC setelah tiga unit Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Randublatung, KPH Madiun dan KPH Ciamis dinyatakan lolos audit surveillance ke dua oleh lembaga sertifikasi SGS Qualifor Indonesia beberapa waktu lalu (11/8).
“Perhutani konsisten menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari sesuai standar FSC, juga standar nasional sesuai aturan yang berlaku. Untuk standar FSC ini, selain memenuhi kebutuhan pasar kayu bersertifikat FSC dari domestik maupun internasional yang semakin tahun semakin meningkat, industri kayu Perhutani juga menghasilkan produk berbahan baku 100% kayu FSC certified,” demikian Denaldy.
Pengelolaan hutan Perhutani selama ini telah menerapkan prinsip-prinsip Sustainable Forest Management mengacu pada standar mandatory Pemerintah dan standar internasional Forest Stewardship Council (FSC). Bahkan pada tahun 1990, Perhutani merupakan perusahaan kehutanan pertama di dunia yang mendapat sertifikat Internasional “Sustainable Forest Management” dari Smartwood Rain Forest Allience, Amerika Serikat. Sertifikat tersebut pernah ditangguhkan tahun 1998 karena kasus penjarahan hutan, namun Perhutani terus melakukan perbaikan hingga meraih kembali sertifikat tersebut pada 2011.
Delapan KPH Perhutani yang bersertifikat FM-FSC adalah KPH Cepu, KPH Randublatung, KPH Ciamis, KPH Kebonharjo, KPH Kendal, KPH Madiun, KPH Banyuwangi Utara, KPH Banten dengan skema sertifikat multisite bernomor: SGS-FM/CoC-010716 berlaku hingga tahun 2021. Sertifikat FM-FSC ini merupakan bentuk green certificate yang menunjukkan bahwa kayu-kayu yang diproduksi bersumber dari hutan yang dikelola sesuai prinsip kelestarian produksi, sosial dan lingkungan.
Perhutani menghasilkan 120 m3 kayu FSC, terdiri dari jati 100 ribu m3 dan kayu rimba 20 ribu m3 pada 2016, sedangkan sampai Juli 2017, menghasilkan 78 ribu m3 kayu FSC terdiri dari Jati 69 ribu m3 dan rimba seperti Mahoni, Sonokeling, Johar, Akasia, Trembesi, Sengon, Gmelina sebanyak 8 ribu m3. (Kom-PHT/PR/2017-IX-44)