Keripik Ndeso Kaki Gunung Anjasmoro

Kriuk, kriuk…..Begitulah kerenyahan keripik pisang dan keripik singkong ndeso asli yang saya cicipi dari Jawa Timur. Ribuan bungkus keripik renyah, enak dan tanpa bahan pengawet itu hasil buah tangan perempuan desa hutan bernama Nunuk dari desa Gondang, Kabupaten Jombang.
Siapa perempuan keripik ini? Nunuk adalah anggota kelompok Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) “Jaya Makmur”. Kelompok binaan Perhutani Jombang ini lintas gender, artinya subyek pemberdayaannya bukan monopoli lelaki tetapi termasuk kaum perempuan alias ibu-ibu.
Menurut pengakuan Nunuk, warga desa Gondang sebagian besar membuat keripik sejak lama. Krisis ekonomi dan melonjaknya harga sembako berdampak pada matinya usaha rumahan tersebut.
Kelompok LMDH “Jaya Makmur” mampu bertahan dan tetap aktif bekerja di hutan dan mengembangkan usaha produktif. Sebut saja usaha pupuk organic, agen hayati, dan bio urin kambing. Biourin ini merupakan kepedulian kelompok terhadap lingkungan dan alam.
Keaktifan kelompok membuat Pemerintah Daerah Jombang memberikan bantuan sebuah mesin pengering keripik.
Perempuan energik ini memulai usaha keripik tahun 2009.  Ketika “Jaya Makmur” mendapat pinjaman lunak PKBL dari Perhutani Jombang sepuluh juta rupiah tahun 2011, ketua kelompok memutuskan dana itu untuk usaha keripik. Nunuk melihat bahwa suntikan dana PKBL dengan bunga super murah ini sebagai peluang kebangkitan usaha keripik desanya yang lama mati suri.
Bahan baku pisang, ketela, singkong, dan umbi-umbian berasal dari desanya , desa tetangga dan dari hutan sekitar. Proses produksi tidak menggunakan bahan pengawet atau bumbu rahasia. Semua murni alam, setelah dipotong, dicuci dengan gula dan garam, langsung goreng sreng sreng.
Harga jual keripik awalnya antara seribu sampai tigaribu rupiah per kantong, tergantung ukuran. Omset awal seratusan ribu rupiah perbulan.  Ketika ditanya pendapatannya sekarang berapa? Perempuan yang mengolah keripik di dapur rumahnya ini malu-malu menjawab.  “nate pikantuk sedoso yuto sewulan” (pernah mendapat sepuluh juta rupiah: red).
Permintaan yang banyak memberikan motivasi untuk terus berkreasi pada proses produksi. Tentu istri Suryadi tersebut ingin mampu bersaing dengan keripik lainnya.
Para perempuan desa Gondang bisa bekerja sewaktu-waktu apabila ada pesanan mendadak. Keripik yang dikemas sederhana itu dijual di warung-warung  dan pasar desa. Bahkan akhir-akhir ini pesanan justru dari beberapa toko makanan di Surabaya dan luar Jawa.
Kita tidak bisa membayangkan ketika perempuan-perempuan di desa hutan hanya duduk diam, menunggu hasil panen sawah, menunggu pohon-pohon di hutan berbuah, apa jadinya masa depan.
Di balik bayangan indah gunung-gunung, Nunuk memutar roda kehidupan desa hutan yaitu desa Gondang, Carangwulung, Wonosalam, Banyon, Jombang. Kemauan dan kerja kerasnya tanpa demonstrasi, menghasilkan kerenyahan ‘keripik ndeso kaki Gunung Anjasmoro’ yang mencuri rasa dan perhatian.
Oleh: Soesi Sastro
Sumber: Majalah PKBL Action, No. 13, Th. II, Oktober 2013

Share:
[addtoany]