Kolaborasi dengan Perum Perhutani, Bulog Kembangkan Lahan Tebu Belasan Ribu Hektar

kebun-tebu_20170102_235020TRIBUNNEWS.COM (3/1/2017) | Perum Bulog telah mengambil alih PT Gendhis Multi Manis (GMM) dengan menguasai 70 persen saham dari perusahaan gula tersebut.
Pengambilalihan itu dilakukan pada 30 September 2016 lalu. Dengan GMM menjadi anak usaha BUMN Pangan tersebut, maka peluang untuk memperluas dan membesarkan perusahaan ini terbuka lebar.
Perum Bulog sebagai induk usaha tengah gencar mencari lahan menanam tebu seluas 12.000 hektare (ha) untuk anak usahanya ini.
Direktur Utama Perum Bulog, Djarot Kusumayakti mengatakan, sampai saat ini GMM tidak memiliki lahan sama sekali untuk menanam tebu.
Namun GMM memiliki petani tebu binaan dengan luas lahan 4.000 hektare (ha) yang ada di Jawa Tengah (Jateng).
Karena itu, Bulog tengah melobi Perum Perhutani untuk mencarikan lahan bagi GMM untuk menanam tebu.
“Saya sudah ketemu dengan Direksi Perhutani. Mereka yang nantinya akan mengeksekusi, kami hanya sebatas memfasilitasi,” ujar Djarot akhir pekan lalu.
Djarot mengatakan, pasca mengambialih GMM pihaknya menghitung pabrik gula asal Blora ini membutuhkan giling tebu sebesar 4.000 ton cane per day.
Untuk itu, dibutuhkan lahan tebu seluas 12.000 ha untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu, Bulog juga berupaya melobi pemerintah akan memberikan jatah kepada GMM mengimpor raw sugar (gula mentah). Sebab, ketika pasokan tebu dari petani kosong, maka GMM tetap bekerja dengan menggiling gula mentah.
Selama ini, GMM hanya melakukan giling pada saat musim panen tebu rakyat. Artinya dalam setahun ada empat bulan sampai lima bulan saja giling. Selebihnya mesin GMM akan menganggur atau berhenti beroperasi. Selama ini, GMM tidak mendapatkan jatauh impor gula mentah dari pemerintah agar tetap dapat melanjutkan produksi ketika belum tiba musim panen.
Namun karena sudah menjadi milik negara, maka GMM mendapatkan kesempatan lebih besar mendapatkan fasilitas yang selama ini tidak didapatkan.
Ketika belum diambilalih Bulog, rata-rata keuntungan yang diraup GMM sekitar Rp 300 miiliar per tahun. Namun terkadang GMM juga merugi bila pasokan kurang. (Reporter: Noverius Laoli)
 
Sumber: tribunnews.com
Tanggal: 3 Januari 2017