BANDUNG, PERHUTANI (25/6) | Yayasan International Animal Rescue Indonesia (YIARI) menggelar acara Workshop Konservasi Kukang “Pengenalan Kukang dan Tantangan Konservasinya” di Gedung Graha Rimba Harmoni Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten.
Acara dihadiri kurang lebih enam puluh peserta. Beberapa pemateri yang hadir diantaranya Kepala BBKSDA Jabar, Sylvana Ratina, Advisor YIARI, Richard S. Moore, dan Tenaga Medis YIARI, drh. Nur Purba P, Mabes POLRI, Polda Jabar, dan Direktorat PPH Penegakkan Hukum, Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Workshop ini dilatarbelakangi oleh ancaman terbesar terhadap kelestarian kukang (Nycticebus sp.) primata unik Indonesia, yang utama adalah perdagangan untuk peliharaan. Di Indonesia, meskipun perlindungan dalam bentuk Undang-Undang sudah ada (UU No. 5/1990/tentang konservasi SDAH dan Ekosistemnya), tetapi tingkat pemeliharaannya semakin tinggi sehingga perdagangan semakin meluas. Eksploitasi yang berlebihan dapat berujung pada kepunahan kukang.
“Di area Jawa Barat dan Banten saja, terdapat sekitar 247 kepemilikan kukang. Yang paling banyak di daerah Serang sebanyak 225 dengan dua kepemilikan,” tutur Sylvana Ratina.
Tenaga Medis YIARI, drh. Nur Purba P menyatakan bahwa ada empat upaya konservasi kukang yang disebut 3R+1M yakni kependekkan dari Rescue (Penyelamatan), Rehabilitaion (Rehabilitasi), Release (Lepas Liar), dan Monitoring. Kendati demikian, tidak semua pelepasliaran kukang berhasil karena terdapat beberapa kukang yang turun ke pemukiman atau kembali ke IAR setelah dilepaskan. Kurangnya bahan pangan di hutan, menjadi faktor utama mengapa para kukang ini dapat keluar dari habitat aslinya. Selain itu, program ini juga membutuhkan banyak waktu, biaya, habitat, dan referensi ilmiah. Kom-Pht/Divre Janten)
Editor : Dadang K Rizal
Copyright ©2015