Konsultasi Publik Controlled Wood KPH Bogor

Dalam rangka untuk pemenuhan terhadap prinsip-prinsip dan kriteria pengelolaan hutan lestari diantaranya Controlled Wood. Sesuai dengan visi Perum Perhutani yaitu menjadi Perusahaan unggul dalam Pengelolaan Hutan Lestari misi Perum Perhutani yaitu mengelola Sumber daya hutan secara lestari,(Planet), Meningkatkan manfaat pengelolaan sumberdaya hutan bagi seluruh pemangku kepentingan (People). Menyelenggarakan bisnis kehutanan dengan prinsip Good Corporate Governance (Profit).

Menjadikan Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) atau Sustainable Forest Management (SFM) merupakan kebijakan strategis yang harus dilaksanakan.

 
Konsultasi Publik Controlled Wood

Secara Internasional Perum Perhutani secara voluntary memilih untuk menggunakan standar FSC sebagai standar sertifikasi dan implementasi PHL (10 prinsip dan 56 kriteria) serta standar controlled wood secara corporate sebagai pengganti Policy on Association (PoA) FSC sebagai pemenuhan komitmen diluar KPH-KPH yang bersertifikat PHL/SFM FSC.

Secara Nasional Kementerian Kehutanan mengeluarkan peraturan (mandatory) dengan diterbitkannya Peraturan Menteri No. P.38/Menhut-II/2009, Jo P.68/Menhut-II/2011, Jo P.45/Menhut-II/2012, Jo P.42/Menhut-II/2013 dan direvisi menjadi P.43/Menhut-II/2013 kemudian diubah menjadi Permenhut LH P.95/Menhut-II/2014 telah ditetapkan pedoman penilaian kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada pemegang ijin atau hutan hak dan direvisi kembali menjadi Permen LHK No.P.30/Menlhk/Setjen/PHPL.3 /3/2016 tentang penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari dan verifikasi legalitas kayu pada pemegang izin, hak pengelolaan, atau pada hutan hak. Kemudian dijabarkan dalam kriteria, indikator dan standar verifikasi dalam Perdirjen No. P.6/VI-Set/2009 dan P.02/VI-BPPHH/2010 jo. P.06/VI-BPPHH/2010, direvisi menjadi P.08/VI-BPPHH/2011 dan direvisi kembali menjadi P.08/VI-BPPHH/2012, kemudian diganti Perdirjen BUK No.P.14/VI-BPPHH/2014 dan diubah kembali Perdirjen BUK No.P.1/VI-BPPHH/2015 dan terjadi perubahan kembali menjadi Perdirjen PHPL No.P.14/PHPL/SET/4/2016 tentang standar dan pedoman pelaksanaan penilaian kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Velifikasi Legalitas Kayu (VLK).

Sebagai bukti komitmen perusahaan Perum Perhutani baru muncul tahun 2010 dengan nama PoA, hal ini tidak mudah untuk dilaksanakan mengingat KPH-KPH diluar KPH sertifikasi SFM FSC, bukti pemenuhan; selain bukti pemenuhan legalitas pemanenan kayu; sangatlah terbatas, seperti : Identifikasi HCVF, penanganan tenurial, penanganan konflik penerapan komsos, tidak dilakukannya konversi hutan alam/hutan alam sekunder implementasi konvensi inti ILO (International Labour Organization) yang telah diratifikasi dan peraturan ketenagakerjaan.

Berdasarkan kebijakan Direksi saat ini dan telah disetujui oleh FSC, maka secara corporate Perum Perhutani akan melaksanakan sertifikasi standar Controlled Wood FSC sebagai pengganti PoA yang standarnya hampir sama. Adapun standar Controlled Wood FSC sesuai FSC-STD-30-010-(V-2) EN tahun 2006 adalah bahwa Perum Perhutani tidak diperkenankan untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :

  1. Pemanenan kayu secara illegal
  2. Pemanenan kayu melanggar hak-hak tradisional dan sipil
  3. Pemanenan kayu dimana aktivitasnya dapat mengancam hutan dengan nilai-nilai konservasi tinggi (HCVF)
  4. Pemanenan kayu berasal dari areal yang dikonversi dari hutan dan dari ekosistem berhutan lainnya untuk dijadikan hutan tanaman atau penggunaan non-kehutanan
  5. Pemanenan kayu barasal dari jenis kayu hasil rekayasa genetik

Pemanenan kayu secara illegal, sehingga :

  • Pemanenan harus dilakukan sesuai dengan semua peraturan yang berlaku untuk melakukan pemanenan dalam wilayah hukumnya.
  • Semua spesies, kualitas dan kuantitas harus diklasifikasikan dan didata sesuai dengan standar aturan yang sudah ditentukan atau yang dapat diterima stakeholder Perum Perhutani.

Pemanenan kayu melanggar hak-hak tradisional dan sipil, sehingga :

  • Ada bukti bahwa tidak ada pelanggaran Hak-hak ditempat kerja dan prinsip dasar Konvensi ILO di KPH/Unit Kerja lainnya.
  • Tidak ada konflik yang berkaitan denga penguasaan lahan baik hak guna atau lahan dari kelompok masyarakat tradisional atau adat yang ada di KPH /Unit Kerja lainnya di bawah kontrol perusahaan pengelola hutan yang proses penyelesaiannya belum disepakati oleh para pihak utama yang bersengketa.
  • Terdapat bukti tidak ada pelanggaran Konvensi ILO 169 tentang Masyarakat Hukum Adat yang terjadi di KPH- KPH/Unit Kerja lainnya di bawah kontrol perusahaan pengelola hutan.
  • Perusahaan Pengelola Hutan harus melaksanakan proses konsultasi untuk mengidentifikasi potensi konflik yang berkaitan dengan lahan hak guna penguasaan atau lahan dari kelompok masyarakat tradisional atau adat di daerah yang terpengaruh oleh kegiatan perusahaan.
  • Dalam kasus dimana terdapat proses resolusi konflik, perusahaan pengelola hutan harus menyediakan bukti proses dimana sengketa sedang diselesaikan, yang menunjukkan terdapat dukungan yang luas dari para pihak yang bersengketa, dan terdapat proses sementara yang disepakati untuk menangani sengketa dan untuk pengelolaan kawasan hutan yang bersangkutan.

Pemanenan kayu dimana aktivitasnya dapat mengancam hutan dengan nilai-nilai konservasi tinggi (HCV), sehingga :

  • Aktivitas pengelolaan hutan di KPH tidak mengancam areal dengan nilai konservasi tinggi.
  • Pengelola hutan harus menyimpan catatan bukti yang menunjukkan pemenuhan bagian 3.1. diatas. Bukti harus meliputi tetapi tidak terbatas hanya pada : Catatan-catatan penilaian HCV (misal penilaian ekologi, penilaian dampak lingkungan atau sensus satwa liar, penilaian sosial) sesuai lingkup KPH/Unit Kerja lainnya dan intensitas pengelolaan untuk mengidentifikasi keberadaan nilai konservasi tinggi.

Pemanenan kayu berasal dari areal yang dikonversi dari hutan dan dari ekosistem berhutan lainnya untuk dijadikan hutan tanaman atau penggunaan non-kehutanan, sehingga :

  • Tidak terdapat konversi hutan alam dan hutan alam sekunder dan ekosistem berhutan lainnya seperti hutan dan savana menjadi hutan tanaman atau penggunaan non-kehutanan,
  • Perusahaan pengelola hutan harus menyimpan catatan-catatan yang menunjukkan pemenuhan terhadap poin diatas
  • Konversi hutan ke tanaman atau penggunaan non-kehutanan tidak boleh terjadi, kecuali dalam keadaan dimana konversi :

– Terjadi pada bagian yang sangat terbatas dari KPH/Unit Kerja lainnya
– Tidak terjadi di kawasan HCVF
– Secara jelas, penting, memperkuat, dalam memberikan keuntungan jangka panjang terhadap lingkungan dan sosial di KPH/Unit Kerja lainnya

Pemanenan kayu berasal dari jenis kayu hasil rekayasa genetik, sehingga :

  • Perusahaan pengelola hutan harus memastikan bahwa tidak terdapat pohon hasil rekayasa genetik yang ditanam di KPH/Unit Kerja lainnya
  • Perusahaan pengelola hutan harus menyimpan catatan-catatan dan menyediakan bukti yang diminta untuk menunjukkan pemenuhan terhadap poin diatas.

Implementasi dan sertifikasi PHL/SFM adalah perwujudan dari visi dan misi Perum Perhutani dimana didalamnya terdapat perbaikan kinerja dalam mengelola sumberdaya hutan yang diamanahkan pemerintah kepada Perum Perhutani sesuai PP No. 72 tahun 2010. Diharapkan dengan tercapainya hal tersebut maka pengakuan stakeholder dan pasar akan lebih luas sehingga pemasaran produk yang dihasilkan pun dapat diterima pada semua segmen pasar dengan nilai tambah yang tinggi.

Bagi Masyarakat yang mempunyai saran, Masukan dan keluhan atas pengelolaan hutan yang dilakukan pihak Perum Perhutani KPH Bogor  bisa langsung mengirimkan surat ke  :

  1. Alamat KPH Bogor Jl KSR Dadi Kusmayadi, Komplek Perkantoran Pemda Cibinong Bogor Telepon (021)87907626
  2. Fax dengan nomor (021)8756159
  3. Email dengan alamat  :  pht.kph.bgr@gmail.com
  4. Website :    http://perhutani.co.id/kph-bogor/

Blangko Tanggapan Untuk Konsultasi Publik dapat di download  DISINI
Atau saran dan masukan dengan memberikan  komentar  dibawah posting konsultasi publik ini