JAKARTA. Target swasembada pangan untuk gula dan beras terus dikebut. Pasca Kementerian Pertanian (Kemtan) minta pembukaan lahan untuk tebu dan padi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) langsung merespon untuk membuka lahan 1 juta hektare (ha).
Siti Nurbaya, Menteri KLH mengatakan, permintaan pembukaan lahan baru ke KLH begitu deras. Kendati semangatnya untuk swasembada pangan, tapi tidak semua permohonan bisa langsung ditindaklanjuti. Sebab, pembukaan lahan harus tetap harus mengedepankan konservasi.
“Kami sedang pemetaan dan sudah diskusi dengan Menteri Pertanian. Prinsipnya, kami setuju untuk lahan baru 1 juta ha. Namun, kami tetap prudent dalam pembukaan lahan,” kata Siti pada Rabu (14/1). Tahun ini, KLH mengalokasikan pembukaan lahan baru seluas 1 juta ha.
Perinciannya, 600.000 ha untuk lahan perkebunan tebu dan sisanya untuk tanaman padi. KLH menyiapkan lahan perkebunan tebu di Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah. Luas lahan di Sulawesi Tenggara mencapai 300.000 ha–400.000 ha, Gorontalo 100.000 ha, dan Sulawesi Tengah seluas 200.000 ha.
Awal tahun ini, KLH telah membuka lahan baru seluas 167.000 ha. Rinciannya, 50.000 ha di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan 117.000 ha di Lampung. Pembukaan lahan baru di NTT merupakan tidak lanjut dari rencana mengembalikan NTT sebagai lumbung ternak Indonesia. Pembukaan lahan ini juga diharapkan dapat mengembalikan kualitas sapi bakalan NTT yang terus menurun. Lahan seluas itu mampu menampung 500.000 ekor sapi. Ada pun target produksi bibit unggul sapi jantan adalah sebanyak 52.000 ekor per tahun.
Program pembukaan lahan baru ini diharapkan bisa menghasilkan sekitar 6.200 ton daging sapi setiap tahun. Produk sampingan lainnya adalah pupuk organik dan biogas. Lahan tersebut juga menjadi percontohan sistem agro silvo pastoral atau gabungan pertanaman konsep pertanian dan kehutanan. Kawasan silvo pastoral ini akan menghasilkan tanaman pangan, seperti palawija dan madu hutan. Sementara pembukaan lahan seluas 117.000 ha di Lampung difokuskan untuk tanaman padi.
Dari target 1 juta ha itu, memang belum semuanya ditentukan daerah atau lokasinya di mana. Menurut Siti, hal itu masih harus melihat data di Kementerian Agraria. “Jadi, rekomendasi dari Kementerian Agraria,” ujarnya. Tentu, Kementerian Agraria harus memilah- milah lahan mana yang bebas dari potensi konflik.
Gandeng Perhutani
Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) berpendapat, pembukaan lahan baru juga harus dilakukan di Pulau Jawa. Apalagi, membuka lahan baru di Pulau Jawa tidaklah sulit. Salah satu upaya yang bisa dilakukan dengan menggandeng Perhutani yang saat ini memiliki lahan sekitar 1,5 juta ha sampai 2 juta ha.
Lahan seluas itu bisa saja dibagi menjadi dua, yakni hutan abadi dan sisanya dicetak menjadi sawah. Jika ini dilakukan, maka tambahan luas lahan sawah yang didapat bisa mencapai 500.000 ha. Henry menyarankan, perkebunan di Pulau Jawa seperti kebun karet dan kebun sawit sebaiknya dibabat habis dan diganti lahan pertanian. “Saat ini, produksi dua komoditas itu sudah berlebihan. Sebaiknya dikonversi menjadi lahan pangan.
Ini tugas Kementerian Agraria untuk melakukan data ulang dengan rekomendasi dari KLH dan Kemtan,” jelas Henry. Henry menghitung, jika ada pembukaan lahan sawah baru seluas 500.000 ha, maka akan ada tambahan 500.000 petani baru dengan rata-rata luas kelolaan sekitar 1 ha.
Sumber : Kontan
Tanggal : 16 Januari 2015