Legenda Coban Rondo, Air Terjun Janda yang Kini Memesona…

KOMPAS.COM (11/07/2018) | Lokasi wisata Coban Rondo terlihat ramai, Selasa (10/7/2018). Sejumlah wisatawan tampak asik menikmati pemandangan air terjun di lokasi tersebut.

Coban merupakan kata lain dari air terjun. Sementara rondo berarti janda.

Karena namanya itu, air terjun yang ada di Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang itu sarat dengan legenda yang berkembang di tengah masyarakat setempat.

Berawal dari sepasang pengantin baru bernama Dewi Anjarwati dari Gunung Kawi dan suaminya Raden Baron Kusuma dari Gunung Anjasmara. Setelah usia pernikahan mencapai 36 hari atau dikenal dengan istilah selapan, Dewi Anjarwati mengajak suaminya berkunjung ke Gunung Anjasmara.

Sempat dilarang pergi oleh orang tuanya, tetapi keduanya bersikeras melanjutkan keinginannya. Hingga akhirnya, sesampainya di tengah jalan, pasangan suami istri itu bertemu dengan Joko Lelono.

Joko Lelono yang tidak jelas asal usulnya terpikat dengan kecantikan Dewi Anjarwati dan berusaha untuk merebutnya dari tangan Raden Baron.

Perkelahian pun terjadi, Raden Baron lalu meminta agar Dewi Anjarwati disembunyikan di tempat yang ada air terjunnya.

Sementara itu, perkelahian sengit selama tiga hari tiga malam terjadi antara Joko Lelono dan Raden Baron. Hingga akhirnya keduanya sama – sama meninggal. Sejak saat itu, Dewi Anjarwati berstatus janda atau rondo.

Air terjun tempat Dewi Anjarwati menunggu suaminya itu pun diberi nama Coban Rondo yang artinya air terjun janda. Konon, batu besar yang ada di bawah air terjun itu merupakan tempat duduk Dewi Anjarwati sembari menunggu suaminya.

Kini, lokasi air terjun yang ada di dalam kawasan Perhutani itu menjadi lokasi wisata yang digemari masyarakat.

“Rata – rata pengunjung per hari 1.500 orang. Kalau musim libur bisa tiga kali lipatnya,” kata Asisten Manager PT Palawi Risorsis Unit Coban Rondo, Sugeng Priyanto.

Tidak ada petunjuk khusus yang menjadi bukti tentang cerita di balik penamanaan air terjun tersebut. Cerita yang melatari air terjun itu dikenal sebagai legenda yang berkembang di masyarakat setempat.

Sugeng mengatakan, air terjun itu dibuka sebagai lokasi wisata sejak tahun 1980-an. Kemudian pada Tahun 2002, lokasi wisata itu dikelola oleh PT Palawi Risorsis, sebuah perusahaan di bawah Perhutani yang berkonsentrasi terhadap wisata.

Tidak sulit untuk mencapai air terjun itu. Dari loket masuk, pengunjung tinggal memacu kendaraannya sekitar empat kilometer. Sesampainya di lokasi parkir kendaraan, pengunjung tinggal berjalan sekitar 200 meter untuk menemukan air terjun setinggi 75 meter itu.

“Kalau di sini yang unggul wisata alamnya, keindahan alamnya. Terus udaranya yang masih bersih. Terus suasana gemercik airnya bikin senang sekali,” katanya.

Sementara itu, pengelola terus berinovasi untuk mengembangkan lokasi wisata itu. Pengelola sudah membangun wahana lain yang bisa dinikmati pengunjung selain ke air terjun.

Seperti taman kelinci, ATV, play ground, flying fox, segway, taman labirin, wisata bekuda dan camping ground.

“Pengunjung yang datang kebanyakan dari Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Surabaya. Kalau yang macanegara, dari Malaysia, Arab dan negara di Eropa,” kata Sugeng.

Sumber : kompas.com

Tanggal : 11 Juli 2018