INTISARI-ONLINE.COM (7/11/2016) | Kawasan wisata Trawas seolah kalah pamor dibandingkan dengan kawasan wisata lainnya di Indonesia. Namun, sebagai alternatif tujuan wisata kawasan ini patut juga dikunjungi. Di sana kita tak cuma berwisata alam, tetapi juga bisa belajar lingkungan hidup dan sejarah.
Kalau Anda pribadi yang cinta lingkungan, S kawasan wisata Trawas, Mojokerto, Jawa Timur, bisa menjadi tujuan wisata yang cocok. Letaknya sekitar 60 km dari Surabaya atau sekitar 45 km dari Malang. Alamnya asri. Udaranya sejuk dan bersih. Suasananya tenang. Tak heran kalau kawasan ini menjadi pilihan kaum berduit untuk mendirikan vila. Di kawasan ini, Anda dapat mengunjungi air terjun Dlundung, PPLH Seloliman, dan Candi Petirtaan Jalatunda.
Mari kita kunjungi satu persatu.
Air terjun Dlundung terletak di Desa Klemoko, Trawas. Ketinggian air terjunnya sekitar 23 m. Air terjun ini berada di kaki Gunung Welirang. la berada di kawasan wisata dalam hutan yang didominasi pohon pinus seluas 1.600 ha milik Perhutani KPH Pasuruan, Kabupaten Mojokerto. Luas kawasan wisata air terjun Dlundung sendiri sekitar 4,5 ha. Selain air terjun, di kawasan ini juga terdapat areal untuk bersantai serta camping ground yang cukup luas dan nyaman.
Begitu memasuki gerbang kita akan melewati jalan aspal mendaki sejauh 1 km, dengan pemandangan hutan pinus dan persawahan, sebelum tiba di pelataran parkir kendaraan bermotor. Tempat parkir motor bisa menampung lebih dari 50 sepeda motor. Sementara, areal parkir mobil cuma mampu menampung sekitar 5 mobil sedan atau minibus. Di sisi areal parkir terdapat warung makan. Di warung ini dijual beragam makanan, dari makanan ringan hingga bakso, serta minuman penghangat seperti kopi atau teh dan minuman dalam kemasan.
Sekitar 30 m dari sana, terdapat saung permanen berukuran sekitar 5 x 5 m yang berlantai keramik. Di sinilah kita dapat duduk-duduk santai sebelum atau sesudah menikmati indahnya air terjun Dlundung.
Dari tempat parkir menuju air terjun kita mesti melalui jalan setapak yang telah diplester selebar 1 m. Kalau dalam keadaan basah, jalan tersebut terasa agak licin, sehingga kita mesti berhati-hati agar tidak terpeleset. Di kiri-kanan jalan tampak alam yang masih asli dengan berbagai jenis tanaman, dari perdu hingga tanaman keras.
Di bagian bawah air terjun, air bening tampak menggenang sebelum mengalir ke sungai kecil menuju ke bagian yang lebih rendah. Untuk keselamatan, kita dianjurkan tidak mendekati tempat jatuhnya air. Kita cukup main air, berendam, atau mandi di tepi “kolam” penampungan air terjun itu. Kalau sudah begitu, segala beban kehidupan bisa terlupakan.
Berekreasi dan belajar lingkungan
Dari menikmati sejuknya udara dan asrinya alam di sekitar air terjun Dlundung, perjalanan dapat dilanjutkan ke Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman. Lokasinya di Desa Seloliman, di lereng barat Gunung Penanggungan dengan ketinggian 350 – 400 mdpl. Jarak dari air terjun Dlundung kira-kira 15 km, butuh waktu 30 menit perjalanan dengan mobil.
Asal tahu saja, PPLH Seloliman ini didirikan oleh Yayasan Indonesia Hijau (YIH, berdiri pada 1978) pada 1990 sebagai pusat kegiatan pendidikan lingkungan. “Semua kegiatan dilakukan di dalam center ini. Mulai dari pengelolaan hutan tropis, pencemaran lingkungan, pengolahan sampah, pertanian organik, pembangkit mikrohidro, solar cell, hingga tungku serbuk gergaji. Sebenarnya, isu besarnya adalah pertanian organik,” ungkap Sisyantoko, direktur eksekutif PPLH Seloliman. Semua media untuk belajar lingkungan ada dalam center ini.
Sebelumnya, YIH menjalankan edukasi lingkungan secara door to door yang pada akhirnya dianggap tidak efisien. Karena itu, didirikanlah PPLH Seloliman. Lokasi ini dipilih lantaran murah dan media pendidikannya banyak, banyak peninggalan sejarah berupa candi, dekat dengan pemukiman, dan tidak terlalu jauh dari ibukota Jawa Timur.
Sesuai dengan namanya, semua fasilitas di dalamnya dibuat ramah lingkungan. Begitu sampai di gerbang masuk kompleks seluas 3,3 ha ini kita sudah merasakan suasana alami. Gerbang itu berbahan batu dengan genteng tanah Hat yang dirambati tanaman. Begitu masuk, suasana bersahabat dengan alam sangat terasa. Jalannya dibiarkan tidak beraspal dan di setiap sudut halaman selalu ada tanaman. Tempat sampah yang disediakan dibuat spesifik untuk sampah tertentu, seperti logam, kaca, plastik, kertas.
Sampah organik tak terlalu menjadi persoalan karena memang tidak membahayakan lingkungan. Bangunan-bangunannya pun dibuat efisien dalam penggunaan energi, misalnya dengan menempatkan jendela di sudut bangunan. PPLH Seloliman terbuka bagi siapa saja yang ingin berkunjung. Dari anak TK hingga perguruan tinggi. Dari komunitas informal hingga organisasi formal.
“Tapi semua itu harus dikoordinasikan dengan kami. Di sini SDM-nya terbatas. Kalau tiba-tiba ada 50 orang berkunjung, kami ‘kan kerepotan,” jelas Toko, panggilan akrab Sisyantoko. Di sini kita dapat menikmati sejuknya udara pegunungan. Di malam hari, kita bisa mendengarkan suara jengkerik dan memandang bintang gemintang di langit. Lebih dari itu, kita juga dapat belajar segala sesuatu yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan pelestariannya. Misalnya, mengenal ekosistem hutan tropis, pencemaran lingkungan, lingkungan keluarga pedesaan, energi alternatif dan teknologi tepat lingkungan, pengelolaan sampah, serta lanskap dan arsitektur lingkungan.
Tanggal : 7 November 2016
Sumber : intisari-online.com