HEADLINEJABAR.COM (4/2/2017) | Pasir Langlang, suasana tempat di selatan Purwakarta ini sesuai dengan nama yang disematkan oleh warga sekitar. Pasir (bahasa Sunda) dalam bahasa Indonesia berarti bukit, sedangkan langlang merupakan istilah yang biasa digunakan untuk merujuk pada suasana pengembaraan.
Kawasan wana wisata yang terletak di perbukitan Desa Pusaka Mulya Kecamatan Kiarapedes ini menyajikan deretan pohon pinus lengkap dengan udara yang menyegarkan karena masih terbebas dari polusi kendaraan maupun polusi industri.
Untuk mencapai destinasi wisata yang terbilang asri ini, wisatawan dapat memulai perjalanan dari Jalan Kapten Halim Purwakarta menuju arah Wanayasa, melewati pasar setempat hingga sampai ke Gapura Desa Pusaka Mulya, Kiarapedes.
Setelah berjalan lurus dari gapura tersebut, wisatawan akan menemukan petunjuk jalan menuju kawasan Wana Wisata Pasir Langlang Panyawangan Purwakarta.
Sampai di lokasi, wisatawan akan dibuat seolah ‘nyawang’ (bahasa Sunda) atau dalam bahasa Indonesia berarti mengenang. Ya, suasana hening di wilayah tersebut mengingatkan wisatawan pada nuansa kolosal pengembaraan para pendekar pada masa kerajaan Sunda masa lalu.
Uang sebesar Rp5.000 harus disiapkan untuk membeli tiket masuk, sementara jika wisatawan berminat untuk menikmati camping ground disana, mereka harus membayar tiket dua kali lipat atau sebesar Rp10 ribu plus Rp330 ribu untuk biaya sewa guide, tenda, sleeping bag, matras, dan satu set alat masak.
Sementara, uang sebesar Rp15.000 harus disiapkan oleh wisatawan jika ingin menikmati hammock atau ayunan yang dibentangkan diantara dua batang pohon pinus.
Berdasarkan pantauan, para wisatawan lebih banyak terlihat berswafoto dengan latar belakang papan nama
“Pasir Langlang Panyawangan Purwakarta” yang berlogo Gunung Burangrang, gunung yang dikenal menyimpan kekuatan mistis dari ‘karuhun’ (orang terdahulu) oleh masyarakat setempat.
Beberapa diantaranya terlihat berfoto dengan latar belakang hutan pinus sambil duduk di kursi kayu yang disediakan oleh Saung Gede, pengelola kawasan setempat.
Julia (17) misalnya, saat ditemui hari ini Sabtu (4/2) usai berfoto dengan teman-temannya mengatakan sudah dua kali dirinya datang menikmati hutan pinus di wilayah ini. Ia mengaku merasakan ketenangan saat berada diantara pohon-pohon pinus di tempat tersebut.
“Enak aja suasananya, tenang, nyaman, udaranya sejuk. Kapan-kapan nanti mau coba camping, belum sempat karena belum libur sekolah,” ujar pelajar Kelas XII di salah satu sekolah negeri di Purwakarta itu.
Sementara itu, Saung Gede yang dipercaya pihak Perhutani untuk menjadi pengelola hutan pinus tersebut menyebutkan bahwa rata-rata wisatawan berasal dari segmen remaja dan pecinta alam.
“Kalau sehari-hari saya lihat kebanyakan remaja dan pecinta alam ya. Sering juga ada yang pre-wedding disini,” ujar perwakilan Saung Gede, Nandang Mulya Nugraha
Di lihat dari atas, kawasan ini terlihat seperti toping hijau yang menutupi permukaan tanah. Hal ini karena masyarakat setempat dilarang menebang pohon yang tumbuh di kawasan tersebut, mereka hanya dibolehkan memungut ranting kayu yang jatuh untuk digunakan sebagai bahan bakar memasak sehari-hari.
Sumber: headlinejabar.com
Tanggal: 4 Februari 2017