Menebarkan dan menjaga harapan

Perhutani itu perusahaan yang sangat tua. Perusahaan ini berdiri lebih dari satu abad lalu. Persoalannya, mengapa labanya segitu-gitu saja dari tahun ke tahun? Itu pertanyaan saya ketika menjadi direktur utama di sini.

Ketuaan usia ternyata tidak diimbangi semangat kompetisi dan minim ide perubahan. Ada rasa mapan dan cepat berpuas diri di tubuh perusahaan ini. Kondisi inilah penyebab keengganan berubah.

Perubahan bisnis pun menjadi tema saya memimpin Perhutani. Dari yang melulu bertumpu pada jualan kayu jati, bisnis Perhutani dilebarkan menjadi bisnis pengelolaan kehutanan yang terintegrasi.

Sayang sekali kalau hanya bertumpu pada kayu jati, sementara aset Perhutani itu luar biasa besar potensinya. Lahan yang dikelola lebih dari 2 juta hektare di Jawa. Banyak potensi nonkayu yang bisa dikembangkan. Ada pariwisata, sumber air minum, dan madu, terpentin, gondorukem dan hasil hutan lainnya. Cuma, selama ini tidak dikelola dengan baik.

Singkat cerita, perubahan pengelolaan bisnis digenjot. Ternyata kalau mau berubah, hasilnya lumayan. Tahun ini, pendapatan Perhutani sekitar Rp 4 triliun. Laba bersihnya bisa sekitar Rp 300 miliar -Rp 400 miliar. Sebelum-sebelumnya jauh di bawah itu.

Ada satu kesimpulan saya dari proses perubahan di Perhutani. Modal terbesar melakukan perubahan adalah selalu menumbuhkan harapan. Menurut saya, orang takut berubah karena tidak tahu bagaimana nantinya. Tugas pemimpin adalah menanamkan harapan sekaligus merawatnya.

Mereka yang punya harapan lebih mudah diajak maju daripada yang orang-orang pesimis. Mereka yang punya harapan juga lebih produktif ketimbang orang tanpa berpengharapan.

Tidak perlu janji muluk untuk menumbuhkan harapan. Mulai saja dari hal-hal kecil.

Sebagai contoh, upaya kami menaikkan produksi terpentin dan gondorukem. Dua produk ini berasal dari pengolahan getah pohon cemara. Terpentin dan gondorukem banyak dibutuhkan oleh industri kimia, kosmetik, farmasi, hingga bahan parfum.

Beberapa waktu terakhir harga gondorukem dan terpentin sedang bagus, bisa sekitar Rp 25 juta per ton. Melihat harga dan potensi pasarnya, kami bertekad menaikkan produksi.

Persoalannya, memacu produksi getah pinus itu tidak gampang. Pohon cemara yang bagus dan produktif banyak tumbuh di lereng-lereng gunung yang curam. Para penyadap getah pun enggan berusaha lebih keras, karena mereka sudah puas dengan hasilnya selama ini.

Tapi, begitu kami berjanji menaikkan sedikit saja harga beli getah pinus, produksi mereka langsung meningkat. Dari yang tadinya hanya di bawah setengah liter per pohon, sekarang naik menjadi sekitar 1 liter per pohon. Artinya, mereka mau lebih giat bekerja karena ada harapan mendapatkan hasil lebih baik.

Jangan sampai kita memutus harapan. Sekalinya kehilangan harapan, hilang pula seluruh kekuatan untuk menghadapi persaingan.

Selamat Tahun Baru 2012. Jaga terus harapan meraih kebaikan di tahun depan.

kontan.co.id//Senin, 02 Januari 2012/10.26 WIB

 

Share:
[addtoany]