Mengawali Inspirasi Pagi Akhir Pekan di Pasir Langlang

017891700_1486212295-wisata_6LIPUTAN6.COM (5/2/2017) | Beragam cara bisa dilakukan untuk menikmati pagi di akhir pekan, setelah bergelut dengan beragam kegiatan agar bisa lepas dari seluruh kepenatan. Salah satunya dengan menikmati pesona alam di pagi hari yang utuh dan masih perawan.

Tempat wisata yang satu ini bisa menawarkan segalanya, terutama berhubungan dengan keindahan alam. Pasir Langlang, terletak di perbukitan Desa Pusaka Mulya, Kecamatan Kiarapedes, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.

Nama tempat wisata ini memang tidak sepopuler objek wisata alam lainnya, bahkan masih tersembunyi di balik kekayaan yang dimiliki Purwakarta.

Nama Pasir Langlang yang berada di sebelah selatan Kabupaten Purwakarta ini disematkan oleh warga sekitar. Kata ‘pasir’ berasal dari bahasa Sunda yang memiliki arti bukit, sedangkan ‘Langlang’ merupakan istilah yang biasa digunakan untuk merujuk pada suasana pengembaraan.

Jika berkunjung ke tempat wisata tersebut, pengunjung bakal disuguhi pemandangan indah akan hamparan perbukitan dengan deretan pohon pinus yang berjejer serta tertata rapih. Udara segar pagi hari juga menjadikan Pasir Langlang menjadikan salah satu lokasi wisata yang bebas dari polusi.

Untuk mencapai wisata yang terbilang asri ini wisatawan harus menempuh perjalanan sekitar satu jam dari pusat kota Purwakarta menuju daerah selatan, melalui Jalan Kapten Halim, kemudian jalan Purwakarta – Wanayasa menuju perbatasan Kabupaten Subang selatan. Sesampainya di wilayah Kiara Pedesa, di Desa Pusaka Mulya setiap wisatawan akan menemukan petunjuk jalan menuju kawasan Wana Wisata Pasir Langlang tersebut.

Sampai di lokasi, wisatawan akan dibuat seolah ‘nyawang’ atau dalam bahasa Indonesia berarti mengenang. Ya, suasana hening di wilayah tersebut mengingatkan wisatawan pada nuansa kolosal pengembaraan para pendekar pada masa kerajaan Sunda masa lalu.

Eit jangan lupa, sebelum masuk pengunjung bakal ditarik biaya sebesar Rp 5 ribu sebagai tiket masuk. Biaya tambahan lain bakal dipungut juga bagi yang akan melakukan camping ground, biayanya sebesar Rp 10 ribu plus Rp 330 ribu untuk biaya sewa guide, tenda, sleeping bag, matras, dan satu set alat masak.

Sementara, uang sebesar Rp 15 ribu harus disiapkan oleh wisatawan jika ingin menikmati hammock atau ayunan yang dibentangkan diantara dua batang pohon pinus.

Sebagai lokasi wisata yang menawarkan keindahan alam, maka keberadaan pengunjung tidak lepas dari kegiatan berfoto dengaan menggunakan latar belakang alam. Seperti areal perkebunan pinus, hingga perbukitan dan persawahan. Ada juga yang paling menarik yaitu berswafoto menggunakan latar gunung Burangran, yang dikenal menyimpan kekuatan mistis dari ‘karuhun’ (orang terdahulu) oleh masyarakat setempat.

Bagi yang ingin lebih terasa romantis, proses berfoto bisa dengan latar belakang hutan pinus sambil duduk di kursi kayu yang disediakan, serta gubuk atau saung, yang telah disediakan pihak pengelola.

Salah satu pengunjung, Fatra Muzakar (26). Pria asal Bandung ini, datang bersama teman – temannya dan sudah dua kali berkunjung ke Pasir Langlang. Di lokasi tersebut ia dapat menikmati sunyinya alam, udara segar, hingga ketenangan bisa didapatnya. Selain itu Dede yang juga seorang videografer mengaku selalui meraih inspirasi untuk menekuni pekerjaannya seusai datang ke Pasir Langlang.

“Pertama dari suasana yang benar – benar sunyi dan jauh dari kebisingan. Udara sejuk juga membuat pikiran tenang serta banyak inspirasi,” kata Fatra.

Sementara, dari keterangan pihak pengelola yang dipercaya Perhutani untuk menjadi menjaga keberadaan hutan pinus tersebut menyebutkan, rata-rata wisatawan yang datang berasal dari segmen remaja dan pecinta alam dari berbagai daerah di Jawa Barat.

“Kalau sehari-hari saya lihat kebanyakan remaja dan pecinta alam ya. Sering juga ada yang pre-wedding di sini,” salah seorang pengelola, Nandang Mulya Nugraha.

Di lihat dari atas, kawasan ini terlihat seperti toping hijau yang menutupi permukaan tanah, seolah menyapa salam pagi kepada wisatawan. Hal ini karena masyarakat setempat dilarang menebang pohon yang tumbuh di kawasan tersebut, mereka hanya dibolehkan memungut ranting kayu yang jatuh untuk digunakan sebagai bahan bakar memasak sehari-hari.

Sumber: liputan6.com

Tanggal: 5 Februari 2017