Menilai Kinerja di Usia Seumur Jagung

Kendati pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla tak mengenal agenda 100 hari, tapi Siti Nurbaya Bakar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tetap melakukan evaluasi, yang dikemas dalam refleksi 100 hari. Diakui, belum banyak yang bisa dilakukan dalam kurun waktu seumur jagung itu, kecuali berkomitmen penuh bahwa KLHK akan memberikan dukungan prioritas pada program kedaulatan pangan dan pengembangan sumber energi.
Usia 100 hari, memang baru seumur jagung. Dalam usia sesingkat itu tentu jangan terlampau berharap untuk menunjukan kinerja optimal. Terlebih Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, boro-boro merancang program, urusan infrastruktur kelembagaannya pun belum tuntas.
Namun Siti Nurbaya Bakar merasa terpanggil untuk mempublikasikan kepada masyarakat, terhadap apa yang sudah dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam kurun 100 hari kemarin, dan apa yang akan dilakukan dalam waktu 100 hari ke depan, dan waktu waktu berikutnya.
Karenanya, di awal pekan pertama Februari ini, Menteri Siti Nurbaya, mengundang sejumlah stakeholders ke kantornya,
Gedung Manggala Wanabakti, di kawasan Senayan Jakarta, untuk menghadiri sekaligus mendengarkan, paparannya tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang terjadi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam kurun 100 hari itu.
Dikemas dalam suasana talk show Refleksi 100 hari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang bertemakan, “Semangat Baru Konservasi dalam Eksploitasi Sumber Daya Alam Indonesia, Siti mengajak sejumlah tokoh untuk menjadi panelis. Mereka; Wimar Witoelar, salah seorang Pengamat Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan juga Chalid Muhammad, aktivis lingkungan dan kehutanan dari Institut Hijau Indonesia.
Tak hanya itu, Menteri berdarah betawi ini juga mengajak patner kerjanya, anggota Komisi IV bidang kehutanan Darori, dan Satya Widya Yudha dari Komisi VII, komisi yang salah satunya membidangi masalah lingkungan, untuk merespon dan memberikan masukan atas apa yang dipaparkannya, berkajtan dengan kegiatan yang telah dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dalam panduan moderator Sinta Laura, presenter Metro TV, Siti Nurbaya memaparkan satu persatu kegiatan yang telah dilakukan, termasuk juga komitmen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam mendukung program kementerian lain, dalam pencapaian target nasional Kabinet kerja Joko Widodo -Jusuf Kalla.
Program dasar yang dilakukan Siti Nurbaya dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanannya, membuka kanal komunikasi langsung antara dirinya dengan masyarakat, melalui hand phone 08121116061 dan e-mail; sitinurbaya.bakar@gmail.com. Disebutkan tak kurang dari 6000 SMS dan email yang masuk dengan informasi sangat beragam.
Dari informasi yang masuk itu, ada yang sifatnya pengaduan berkaitan dengan pencemaran lingkungan hingga soal prilaku personil di kementerian. Ada pula informasi biasa, berupa masukan dalam rangka penguatan kelembagaan. “Informasi yang bersifat pengaduan, ada yang sudah ditindak-lanjuti, juga ada yang masih dalam proses tindak -lanjut,” kata Siti.
Berkaitan dengan infrastruktur kelembagaan dikatakannya, kini sudah terbentuk dengan keluarnya Peraturan Presiden No 16 Tahun 2015, tertanggal 21 Januari.
Di dalam Perpres ini dijelaskan tentang tugas dan fungsi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dan struktur organisasi sebagai pelaksana dari tugas itu, khusus Jabatan Pemimpin Tinggi Madya sudah siap dengan komposisi 18 pejabat eselon I, termasuk 5 Staf Ahli Menteri.
Hanya memang, untuk pengisian jabatan kini tengah memasuki tahap seleksi. Panitia seleksi segera terbentuk yang keanggotaannya minimal 5 orang dan maksimal 9 orang. Adapun dari mana asal anggota, 45 persen dari orang kementerian, dan 55 persen pihak luar yang berkompeten.
Diharapkan pada Juni mendatang, semua kursi eselon I sudah terisi yang kemudian akan disusul dengan seleksi Jabatan Pemimpin Tinggi Pratama, atau setara dengan pejabat eselon II. “Kita targetkan untuk pratama ini tuntas Agustus, dan diikuti pejabat administrator, eselon III dan pejabat pengawas, eselon IV,” kata Menteri yang juga mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Walau struktur organisasi masih dalam tahap pembahasan, bukan berarti aktivitas lain di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terhenti. Tidak, semua berjalan pada koridor sesuai dengan tanggungjawabnya. Dalam hal kebakaran hutan misalnya, selama Desember dan Januari, terus dilakukan monitoring tentang sebaran hotspots, terutama di 5 provinsi Riau, Jambi, Sumsel, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Dalam upaya pencegahan, telah ditempuh langkah penguatan kelembagaan di tingkat provinsi dan kabupaten, melalui rapat koordinasi yang diikuti semua instansi pusat, daerah, unsur BNPB, dunia usaha; perusahaan HTI dan pengusaha perkebunan. Dan ini sudah dilakukan di Riau, Sumsel dan Kalbar. Sementara di Jambi dan Kalimantan Tengah kini tengah dipersiapkan.
Begitu pula halnya dengan illegal logging. Diakui Siti Nurbaya kegiatan yang bermoduskan penyuapan, penyalagunaan wewenang, pemalsuan dokumen, penyelundupan dan perdagangan illegal hingga kini masih terus terjadi. Praktek illegal logging, dianggap telah bermetamorfosis dengan pola konsesi tambang, konsesi kebun sawit dan perencanaan alih fungsi dalam rencana tata ruang.
“Pendalaman terhadap spot-spot kejahatan illegal logging kini terus dilakukan dan dipetakan dengan rinci, sehingga dapat diambil langkah lanjut secara sistimatis,” kata Siti Nurbaya.
Mengenai kebijakan perijinan, disebutkannya, 26 Januari kemarin, Presiden Jokowi telah meresmikan sisi perijinan terpadu di kantor BKPM. Ide dasar, menyatukan seluruh perijinan dan kementerian dengan pelimpahan kewenangan perijinan kepada Kepala BKPM, termasuk juga kewenangan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan.
Oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui surat keputusan Nomor: P.97/Menhut-11/2014, telah dilimpahkan 35 jenis perijinan kepada BKPM, diantaranya, 6 ijin yang mencakup pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu pada hutan produksi dan hutan lindung. Terbanyak, 16 ijin, mencakup bidang pengusahaan pariwisata alam.
Kedaulatan Pangan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah ditugaskan oleh Presiden Jokowi untuk mendukung penyiapan lahan, dalam upaya swasembada pangan. Dan Kementerian LHK kini telah menyiapkan areal seluas 1 juta hektar berupa kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.
Dari luas ini 500 ribu hektar diantaranya akan diperuntukan sebagai areal pengembangan tanaman pangan, berupa palawija. Lokasinya mencakup Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. Sementara 500 ribu lainnya
ada di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Areal ini akan diperuntukan sebagai lahan tanaman tebu.
Tidak sebatas itu, dukungan mewujudkan kedaulatan pangan ini, juga dilakukan melalui program tumpang sari di sela-sela tanaman jati, pada areal Perhutani. Dengan pola Pengusahaan Hutan Bersama Masyarakat – PHBM.yang sudah diterapkan Perhutani, diyakini produktivitas tanaman pangan, termasuk padi lebih meningkat. Terlebih dengan adanya modifikasi jarak tanam dari 3 x 3 m menjadi 2 x 8 m, hasil kerjasama Perhutani dengan Fakultas Kehutanan UGM.
“Dengan konsep ini, produktivitas tanaman pangan meningkat, tanpa menurunkan produktivitas volume tanaman jati,” kata Siti Nurbaya lagi.
Hanya memang, dalam hasil tinjauan lapangan, ditemui kendala, berupa sulitnya petani mendapatkan benih dan pupuk bersubsidi.” Namun ini sudah terselesaikan dengan RDKK Rencana Definitif Kegiatan Kelompok dari Kementerian Pertanian” Begitupun dengan penyiapan lahan untuk infrastruktur dan pembangunan perbatasan.
Inipun telah menjadi prioritas Kementerian LHK untuk pengadaannya. Mekanisme yang mungkin ditempuh, melalui perijinan pinjam pakai dan pemanfaatan kawasan hutan. Kementerian LHK berkomitmen untuk memproses perijinan dengan cepat, dengan tetap memperhatikan ketaatan pada
aturan dan prinsip kehati-hatian.
Sebagai contoh, Siti Nurbaya menyebutkan, dukungan penggunaan ruang atau kawasan hutan untuk pembangunan infrastruktur, berupa jalan menuju lokasi transmigrasi SP1 Padang Tarok, Sumatera Barat. Kementerian LHK telah menerbitkan Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan – IPPKH, melalui Surat No. 26, tertanggal 16 Januari 2015.
Atau dalam hal dukungan penggunaan kawasan untuk pembangunan jalan nasional lintas barat Sumatera, melalui taman nasional Bukit Barisan Selatan, di Lampung. Termasuk juga dukungan terhadap penggunaan kawasan hutan untuk jalan tol Sumatera dan jalan tol Kalimantan. “Khusus jalan tol Kalimantan yang menggunakan kawasan hutan lindung dan hutan produksi, kini tengah dilakukan pembahasan bersama, Menteri PU,BUMN dan BPN/Agraria, dan pembahasan tingkat pejabat eselon I di kementerian PU dan LHK “jelasnya.
Adapun dukungan terhadap penggunaan ruangan atau kawasan hutan untuk peningkatan produksi migas, antara lain dengan diterbitkannya ijin prinsip IPPKH untuk sejumlah perusahaan yang bergerak pada sektor energi.
Dan ini antara lain, atas nama PT EMP Tonga, PT Petcon Borneo Ltd, PT Sele Daya, PT Tropic dan PT Dat Energy.
Selain itu, juga telah diterbitkan ijin IPPKH atas nama PT PLN persero untuk jaringan listrik, dan dukungan penggunaan kawasan hutan untuk Mikrohidro sebanyak 2 ijin, masing-masing PT Brantas Cakrawala Energi di Taman Nasional Kerinci Seblatdan PT Kans Capital di Taman Wisata Alam Gunung Baung, BKSD Jawa Timur.
Hanya memang dukungan terhadap kedua perusahaan ini, diperlukan adanya revisi PP 28 tahun 2011, karena berkaitan masih sulitnya perijinan dalam kawasan cagar alam. Namun langkah -revisi ini sudah dilakukan dengan diawalinya pembahasan yang berkaitan dengan langkah dan kebijakan atau aturan lain. Termasuk kemungkinan, mengevaluasi fungsi cagar alam oleh Ditjen PHKA atau oleh Tim Terpadu, tentang kawasan dan peluang perubahan kawasan.
Sumber : TROPIS, hal. 10-14
Tanggal : 27 Februari 2015

Share:
[addtoany]