Bandung | Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan bersama-sama dengan Direktur Utama Perum Perhutani melepasliarkan sepasang Owa Jawa di Gunung Puntang Kawasan Hutan Lindung Gunung Malabar, Bandung, Jawa Barat. Pelepasliaran Owa Jawa ini merupakan kerjasama Kementerian Kehutanan di bawah Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) dengan Yayasan Owa Jawa, dan Perum Perhutani. Sabtu (15/6).
Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center/JGC) yang dikelola oleh Yayasan Owa Jawa (YOJ) telah bekerjasama dengan Perhutani sejak tahun 2012. Sebelumnya, JGC telah menerima 30 owa Jawa yang berasal dari masyarakat sejak 2003. Owa?owa itu menjalani proses rehabilitasi yang cukup panjang untuk memulihkan kesehatan dan mengembalikan perilaku alaminya setelah dipelihara manusia dalam kandang, yang tentu saja sangat berbeda dengan kondisi alaminya di hutan-hujan tropis. Proses rehabilitasi ini diperlukan agar saat dikembalikan ke habitat alaminya dapat menyesuaikan dengan keadaan habitatnya. Sebagian besar owa jawa bahkan tidak mampu mengeluarkan nyanyian panjang (morning call) pada saat pertama kali tiba di JGC, padahal kemampuan tersebut di alam sangat diperlukan untuk menandai daerah tempat tinggalnya. Di JGC kemampuan bersuara, bergerak di atas pohon, dan bersosialisasi dengan owa lain merupakan keahlian perilaku yang diaktifkan kembali setelah hilang di bawah pemeliharaan masyarakat.
Ada dua individu owa jawa yaitu Kiki (betina) dan Sadewa (jantan) yang diperkirakan lahir tahun 2000 dan telah berhasil menjadi pasangan tetap dan siap untuk dilepasliarkan ke hutan lindung Malabar tepatnya kawasan hutan Gunung Puntang di RPH Logawa, BKPH Banjaran, KPH Bandung Selatan wilayah hutan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Setelah 5 tahun dirawat di JGC, keduanya dinyatakan siap untuk dikembalikan ke alam. Selain itu, Kiki dan Sadewa dipastikan bebas dari penyakit menular yang umum ditemukan pada satwa bekas peliharaan seperti TBC dan hepatitis.
Owa Jawa (Hylobates moloch) adalah jenis primata anggota suku Hylobatidae Populasinya tersisa antara 1.000–2.000 ekor, hewan ini termasuk spesies Owa yang paling langka di dunia. Dalam peraturan perundangan Indonesia, jenis ini termasuk dilindungi oleh Undang-undang Perlindungan Binatang Liar (Dierenbescherming-ordonnantie) sejak tahun 1931.
Hylobates moloch tergolong salah satu primata yang paling terancam kepunahan. Ancaman kepunahan terutama dari hilangnya habitat akibat pembukaan hutan untuk berbagai keperluan. Selain itu, Owa Jawa kerapkali ditangkap untuk diperjual?belikan. Organisasi konservasi dunia IUCN memasukkan Owa Jawa ke dalam kategori species terancam (kepunahan) (EN, endangered species), dengan peluang sebesar 50%, hewan ini akan dapat punah dalam satu decade mendatang.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyatakan bahwa dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, Owa jawa termasuk jenis satwa yang dilindungi dan merupakan salah satu dari empat belas spesies prioritas yang menjadi target pencapaian indikator kinerja Kementerian Kehutanan dibidang konservasi kenekaragaman hayati dan perlindungan hutan periode 2010-2014. “Kementerian Kehutanan diharapkan mampu melakukan peningkatan populasi spesies terancam punah sebesar 3% sesuai kondisi habitatnya. Para ahli dan peneliti memperkirakan jumlah Owa jawa yang hidup saat ini tidak lebih dari 4.000 individu. Kami harap kegiatan pelepasliaran ini dapat membantu meningkatkan populasi Owa jawa di alam, dan sekaligus meningkatkan kesadaran kita semua untuk menjaga kelestarian Owa jawa”, katanya.
Menurut Direktur Utama Perum Perhutani Bambang Sukmananto, melalui pelepasliaran Owa Jawa ini, Perhutani yang memiliki mandat mengelola Hutan Produksi dan Hutan Lindung di Jawa Madura seluas 2,4 juta Hektar telah menunjukkan bahwa sebagai entitas bisnis juga konsen terhadap pelestarian satwa. Kegiatan ini merupakan contoh public-private partnership dalam pembangunan berkelanjutan. Mengelola hutan bagi Perhutani termasuk mengelola ekosistemnya. Paling tidak ekosistem harus dipertahankan atau diperkaya. Sehingga Perhutani tidak hanya condong ke sisi kelestarian produksi, tetapi juga kegiatan perlindungan sumber air, hutan bernilai konservasi tinggi dan termasuk perlindungan satwa menjadi perhatian pula. Apabila satwa ini bisa berkembang dengan baik maka artinya ekosistem berindikasi baik. Kalau ekosistem baik maka kondisi hutan baik dan hal itu akan berdampak pada kelestarian sumber-sumber air juga fungsi hutan terjaga pula.
Sementara itu, ketua pengurus Yayasan Owa Jawa DR. Noviar Andayani menyatakan bahwa pihaknya sudah melakukan kerjasama dengan berbagai pihak untuk program penyelamatan dan rehabilitasi Owa jawa. JGC juga baru saja menyambut kelahiran bayi Owa jantan kedua pada 7 Juni lalu. “Saat ini sudah ada 30 Owa jawa yang kami rehabilitasi dan kami persiapkan untuk dilepasliarkan dengan kondisi sehat dan berpasangan. Upaya konservasi Owa jawa bukan perkara mudah, oleh sebab itu dukungan berbagai pihak sangat diperlukan untuk menyelamatkan primata ini dari kepunahan”, tutupnya.
Lima alasan mengapa Perhutani mengurus Owa Jawa, menurut Bambang Sukmananto, Pertama, Perhutani harus berani menjaga hutan lindung di wilayahnya yang dimandatkan pemerintah dengan tetap mempertahankan atau menjaga fungsi ekosistemnya. Owa Jawa ini menuju kepunahan. Perhutani harus mengembalikan fungsi ekosistem Gunung Puntang ini.
Selanjutnya Direktur Utama Perum Perhutani, Bambang Sukmananto mengatakan, adanya satwa Owa Jawa di hutan lindung Perhutani ini nantinya akan menjadi salah satu indikator hutan lindung Gunung Puntang berfungsi secara baik atau tidak. Apabila berfungsi baik maka fungsi Gunung Puntang sebagai daerah penyedia air di Jawa Barat akan terjaga.
Kedua, sebagai BUMN, Perhutani harus menjadi pelopor pembangunan, termasuk pelopor bidang lingkungan. Mempertahankan atau melindungi ekosistem dengan keanekaragaman hayati tetap baik atau menjadi lebih baik memerlukan kepeloporan juga. Meskipun selama ini Perhutani telah mengelola satwa seperti buaya, kijang, monyet ekor panjang tetapi sifatnya adalah penangkaran untuk kegiatan produksi. Sedangkan pelepasliaran Owa Jawa ini khusus untuk tujuan perlindungan ekosistem.
Ketiga, pelepasliaran Owa Jawa ini akan melibatkan masyarakat. Patroli akan dilakukan oleh masyarakat bersama-?sama dengan Perhutani. Monitoring khusus juga akan dilakukan oleh Yayasan Owa Jawa. Masyarakat dan karyawan Perhutani dididik untuk menjaga dan melindungi Owa Jawa dari gangguan-gangguan. Ini adalah bentuk pendidikan lingkungan bagi masyarakat lokal juga bagi karyawan Perhutani di lapangan.
Keempat, apabila pelepasliaran ini berhasil maka akan mendorong adanya wisata minat khusus yaitu wisata dengan peminat khusus. Masyarakat akan menjadi pemandu-pemandu khusus yang menguasai seluk beluk Owa Jawa dan habitatnya. Kelima, sebagai entitas bisnis Perhutani telah membuktikan kepada masyarakat internasional dan juga masyarakat nasional bahwa kepedulian kepada satwa?satwa yang dilindungi dan terancam punah harus nyata dilakukan. Tidak perlu pada satwa yang jauh dari tempat kita tetapi yang endemic saja dulu seperti Owa di pulau Jawa ini haruslah dilakukan oleh Perhutani. Humas Kanpus/2013@