Menyusuri Keelokan Pesona Wisata Tanah Pasundan

TEMPO.CO (06/11/2018) | Keelokan alam Jawa Barat membuat siapa pun yang pernah berkunjung ingin kembali di kemudian hari. Alasannya, tak hanya menawarkan panorama yang indah, tanah Pasundan juga sarat jejak sejarah. Belum lagi sajian kuliner khasnya yang menawan lidah. Ini sebabnya kawasan Jawa Barat sengaja dipilih sebagai tujuan pertama rangkaian perjalanan Avanza Journey kala menjelajahi pulau Jawa.

Fajar sejenak beranjak usai dijemput pagi, ketika tim Avanza Journey bertolak dari Jakarta, pertengahan Oktober 2018 lalu. Di antara geliat warga Ibu kota yang tengah bergegas menjalani rutinitasnya, kami meluncur ke kawasan kawah putih Ciwidey. Lokasi wisata 2.434 meter di atas permukaan laut ini berjarak 35 km dari kota Bandung, tepatnya di jalan raya Soreang-Ciwidey KM 25, kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung.

Konon, tempat ini ditemukan pada 1837 oleh Dr Franz Wilhelm Junghuhn, botanikus berkebangsaan Jerman-Belanda. Dengan beragam legenda yang pernah meliputi kawasan ini, pemerintah daerah kemudian menjadikan kawasan ini sebagai tempat wisata pada 1987 dan dikelola Perhutani Jawa Barat.

Rimbun pepohonan menyambut tim selepas gerbang selamat datang. Pemandangan inilah yang menemani kami hingga sekitar 6 km menuju puncak kawah. “Saya kira (hawa) di sini akan lebih hangat,” kata Ependi, salah satu kru perjalanan Avanza Journey. Dugaannya meleset. Sebab suasana di sekitar kawah belerang rupanya lebih dingin jika dibandingkan dengan area sekitar.

Untuk menikmati keindahan alam kawah putih, pengunjung diwajibkan membeli tiket seharga Rp20 ribu per orang. Sementara selain membawa kendaraan pribadi, dengan tarif Rp 150 ribu per mobil, pengunjung juga bisa menggunakan angkutan wisata berupa mobil, disebut ontang-anting, juga dengan tarif Rp20 ribu per orang untuk mencapai kawasan kawah putih.

Hujan lebat seketika turun di Soreang, tak lama ketika rombongan menuju kembali ke kota Bandung. Kondisi ini mudah saja ditembus Toyota Avanza tipe G 1.300 cc yang kami pakai. Tak berapa lama, kami pun tiba di Jalan Braga, salah satu titik ikonik di pusat Kota Bandung yang selalu cocok untuk menikmati suasana. Beragam pilihan konsep kedai-kedai kopi, restoran, hingga bar siap memanjakan pengunjung.

Selain tempat-tempat jajanan baru yang berada di Jalan Braga, beberapa café dan restoran rupanya sudah berdiri lama di kawasan ini. Salah satunya restoran Braga Permai yang buka sejak 1921. Restoran yang awalnya bernama Maison Bogerijen ini masih terlihat kokoh hingga sekarang. Sementara tidak jauh dari Braga Permai, terdapat toko kue sekaligus restoran Sumber Hidangan yang juga legendaris. Suasana tempo dulu masih bisa ditemui di restoran yang dulu bernama Het Snophuis ini.

Sedangkan kedai kopi unik di jalan Braga adalah kedai Toko Kopi Djawa, yakni satu kedai kopi yang awalnya merupakan toko buku. Menariknya, meski toko buku telah tutup, namun buku-buku tersebut tidak lantas dihilangkan begitu saja, melainkan justru menjadi ciri khas kedai kopi ini. Di setiap meja tersebar beberapa buku untuk bahan bacaan para pengunjung.

Selain beberapa jenis kudapan dan berbagai pilihan kopi spesial dari berbagai daerah di Indonesia dan mancanegara, kedai ini juga memiliki dua menu andalan, yaitu kopi toko Djawa dan kopi awan. Kopi toko Djawa adalah kopi susu dingin yang dicampur dengan gula aren, sedangkan kopi awan merupakan minuman kopi susu dingin yang dibaluri creamy foam pada permukaannya. Kesegaran nan tepat disesap sebelum tim Avanza Journey melanjutkan perjalanan ke destinasi wisata berikutnya.

Sumber : tempo.co

Tanggal : 6 November 2018