Merintis Kesejahteraan ala Finlandia

AGROINDONESIA.CO.ID (9/8/2017) | Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) all out untuk memastikan program perhutanan sosial mencapai sukses. Untuk itu, Kementerian yang dipimpin Menteri Siti Nurbaya itu tak hanya membuka akses lahan hutan, namun juga menyediakan banyak fasilitasi.

Menjadi bagian dari reforma agraria yang dijanjikan Presiden Joko Widodo, program perhutanan sosial sejatinya bukan barang baru. Meski demikian, saat ini program tersebut telah dibenahi agar benar-benar bisa menjadi jembatan untuk mencapai kesejahteraan rakyat.

“Ada dukungan multipihak yang kuat untuk mendukung keberhasilan perhutanan sosial,” kata Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian LHK, Hadi Daryanto saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) LHK Tahun 2017 di Jakarta, Kamis (3/8/2017).

Asal tahu, reforma agraria akan mendistribusikan lahan ke rakyat seluas 21,7 juta hektare (ha). Distribusi lahan dilakukan dalam dua cara, yakni reformasi aset dan reformasi akses. Lewat reformasi aset, maka rakyat bisa memperoleh hak kepemilikan atas tanah. Sementara melalui reformasi akses, rakyat memperoleh akses pemanfaatan yang lebih luas pada lahan-lahan kawasan hutan.

Dalam reformasi aset, bakal didistribusikan lahan seluas 9 juta ha. Rinciannya, seluas 4,5 juta ha berupa legalisasi aset tanah yang digarap Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) dan 4,5 juta ha lainnya berupa redistribusi tanah dengan 4,1 juta ha di antaranya bersumber dari pelepasan kawasan hutan.

Sementara untuk reformasi akses, lahan yang didistribusikan seluas 12,7 juta ha. Berbagai skema perizinan perhutanan sosial, plus pengakuan hutan adat, menjadi bagian dari reformasi akses. Skema perizinan perhutanan sosial yang disiapkan adalah Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), dan kemitraan kehutanan.

Hadi menyatakan, dalam reformasi akses, lahan yang didistribusikan bukan berstatus hak milik. Jadi, tidak boleh diperjual-belikan. Meski demikian, dia menegaskan, izin yang diberikan memiliki kekuatan hukum yang kuat. Apalagi, masa izin bisa mencapai 35 tahun.

Hadi mengakui, skema perizinan perhutanan sosial sudah ada di masa lalu. Namun, penguatan di sana-sini sudah dilakukan. Momentum penguatan itu terjadi dengan diterbitkannya Peraturan Menteri (Permen) LHK No P.83 tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial pada 25 Oktober 2016. Khusus di lahan hutan yang dikelola Perhutani, juga diterbitkan Permen LHK No P.39 tahun 2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani pada 9 Juni 2017.

“Dengan ketentuan itu, penerbitan izin perhutanan sosial disederhanakan,” tegas dia.

Untuk mendukung penerbitan izin perhutanan sosial, Menteri LHK sudah menekan Peta Indikatif Arahan Perhutanan Sosial (PIAPS) yang terbuka dan bisa diakses publik dengan mudah.

Tak cuma itu. Ada juga Akses Kelola Perhutanan Sosial online (dalam jaringan atau daring) yang menjadi sistem pelayanan perizinan perhutanan sosial secara daring. Dukungan, kata Hadi, juga tersedia lewat Kelompok Kerja Percepatanan Perhutanan Sosial. Di dalamnya ada sekitar 4.700 komunitas dan LSM yang memberikan pendampingan dalam proses perizinan perhutanan sosial. “Proses perizinan perhutanan sosial sangat inklusif, multipihak sehingga aman dan tepat sasaran,” katanya.

Penguatan yang sudah dilakukan terbukti membuat kinerja perhutanan sosial moncer. Sebagai perbandingan, sejak 9 tahun silam — saat program perhutanan sosial mulai diperkenalkan pada tahun 2007, sampai sebelum PermenLHK No P.83/2017 diterbitkan — luas izin perhutanan sosial tercatat 636.567,87 ha.

Namun, pasca PermenLHK No P.83/2017 terbit sampai saat ini, atau hanya dalam waktu 8 bulan, izin perhutanan sosial yang terbit sudah mencpai 400.379,50 ha. Jika diperbandingkan, kinerja penerbitan izin perhutanan sosial dalam 8 bulan belakangan sudah mencapai 62,8% dibandingkan kinerja 9 tahun sebelumnya (lihat grafis).

Hadi menyatakan, sampai penghujung tahun 2017 ada sekitar 900.000 ha yang sedang dalam proses penerbitan izin perhutanan sosial. “Untuk tahun ini saja kami harap izin perhutanan sosial bisa mencapai 1 juta ha,” katanya.

Off-taker

Optimisme capaian perhutanan sosial yang moncer bukan cuma dilihat dari sisi penerbitan izin. Tapi juga terhadap kinerja izin yang sudah diterbitkan. Hadi menuturkan, Kementerian LHK memberikan sejumlah fasilitasi agar izin perhutanan sosial bisa berkinerja baik termasuk mencarikan off–taker untuk produk yang dihasilkan.

“Kami undang beberapa perusahaan yang bisa menjadi off–taker bagi rakyat,” kata Hadi.

Termasuk yang diundang adalah Gunung Sewu Grup yang mengoperasikan usaha peternakan dan perkebunan nanas, Grup Sampurna yang memiliki banyak usaha berbasis komoditas termasuk kayu, dan produsen susu kemasan Ultra Jaya.

Hadi menyatakan, kelompok usaha yang diundang yang menjadi off–taker memang bermain pada beragam bisnis komoditas. “Karena rakyat mengelola izin perhutanan sosial dengan pola agroforetsry yang menghasilkan berbagai produk,” katanya.

Hadi optimis, banyak perusahaan yang mau menjadi off–taker untuk produk yang dihasilkan pemegang izin perhutanan sosial. Apalagi, banyak keuntungan dengan menjadi off–taker.

Keuntungan itu adalah tidak perlu melakukan investasi lahan, tidak perlu menyediakan biaya untuk mengelola konflik, tidak perlu menyediakan biaya untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan, serta bebas biaya pengamanan hutan. “Dapat bahan baku tapi minim biaya,” katanya.

Hadi mengatakan, pabrik kayu di Jawa adalah contoh bagaiamana skema perhutanan sosial sudah berjalan Kini, pemerintah berupaya membuka pasar lebih besar kepada korporasi swasta untuk menyerap hasil produksi perhutanan sosial.

Dukungan juga datang dari Kementerian BUMN yang mendorong pengucuran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari bank-bank pelat merah kepada masyarakat pemegang izin perhutanan sosial. Sementara Kementerian dan Instansi lain mendukung penyediaan infrastruktur berupa sarana dan prasarana. “Nantinya, perhutanan sosial akan seperti di Swedia dan Finlandia seperti yang diharapkan Presiden,” kata Hadi.

Sumber : agroindonesia.co.id

Tanggal : 9 Agustus 2017