KOMPAS.COM (13/07/2018) | Sebuah bangunan yang disebut “Monumen Plastik” dibangun di kawasan Gunung Slamet, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, tepatnya di jalur pendakian Gunung Slamet via Pos Bangbangan.
Monumen ini dibuat dari sampah pendakian para pendaki, dengan rangka bambu, dan disela-selanya diisi botol plastik bekas.
Kepala Bidang Pariwisata Dispora Kabupaten Purbalingga, Prayitno mengatakan, pembuatan monumen ini dirintis pada 2017 oleh para pecinta alam dan kelompok sadar wisata masyarakat sekitar Gunung Slamet.
Prayitno menyebutkan, ide pembuatan monumen plastik ini karena keprihatinan atas banyaknya sampah plastik pendakian para pendaki.
“Berawal dari rasa keprihatinan banyaknya sampah plastik khususnya botol minuman, warga masyarakat Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja yang tergabung dalam Aremba Pala dan kelompok sadar wisata memanfaatkan botol itu sebagai ‘monumen sampah plastik’. Saking banyaknya sampah dan tidak ada pemulung yang mengambil, maka dibuat monumen itu,” kata Prayitno kepada Kompas.com pada Kamis (12/7/2018).
Selain itu, lanjut Prayitno, keberadaan monumen ini juga untuk mengingatkan para pendaki agar membawa turun sampah saat melakukan pendakiaan.
Ia berharap, monumen ini menjadi daya tarik tersendiri bagi Gunung Slamet.
“Dengan dibuat monumen, semakin banyak yang berkunjung. Tidak saja hanya pendaki, tetapi juga wisatawan muda-mudi. Karena semakin ramai, akhirnya ditambah wahana selfie deck dari kayu, dan wahana lainnya. tempat selanjutnya disebut dengan View Slamet,” papar Prayitno.
Ke depannya, akan dikembangkan lahan yang akan dibuat menjadi area wisata pendakitan keluarga. Pemerintah Kabupaten Purbalingga bekerja sama dengan Perhutani untuk mengembangkan rencana ini.
“Pemkab Purbalingga dengan Perhutani telah melakukan MoU, untuk memanfaatkan satu hektar lahan (bukan hutan produksi). Lahan ini berupa lahan rerumputan. Rencananya akan dibuat wisata keluarga pendakian,” kata Prayitno.
Pengelolaan sampah pendakian
Dihubungi secara terpisah, Kepala Pos Bangbangan Pendakian Gunung Slamet, Slamet Ardiansyah menjelaskan pengelolaan sampah sisa pendakian para pendaki.
Sampah-sampah yang dibawa turun oleh pendaki dikumpulkan pada suatu tempat.
“Jadi kami dari basecamp ada peraturan, wajib pendakian (berapa orang) membawa turun sampah. Itupun kami ada tulisannya, ada larangan-larangannya. Jadi kalau ada pendaki yang tidak membawa turun sampah, akan dikenakan denda atau sanksi,” kata Slamet kepada Kompas.com, Kamis (12/7/2018).
Menurut dia, kesadaran pendaki untuk menjaga kebersihan gunung sudah semakin meningkat.
“Untuk masalah sampah, para pendaki sekarang juga udah mulai sadar bahwa gunung bukan tempat sampah,” ujar dia.
Namun, tim SAR dan masyarakat setempat tetap melakukan aksi bersih gunung dua kali dalam satu tahun, dan sampah hasil bersih gunung kini tak sebanyak sebelumnya.
Slamet mengatakan, peraturan bahwa pendaki harus membawa turun sampah saat pendakian sudah diterapkan sejak 2016. Saat mendaki, para pendaki wajib meninggalkan identitas di basecamp.
Kemudian, ketika pendaki turun, mereka harus menunjukkan sampah produksinya, dan petugas basecamp mengembalikan identitas mereka.
“Jadi satu rombongan, wajib meninggalkan identitas. Jadi kami tahu. Misal ini (rombongan) udah turun semua, kami kasih identitas sekalian (mereka) menunjukkan sampahnya,” ujar Slamet.
Slamet mengimbau para pendaki untuk tetap mengutamakan keselamatan, dan menjaga kebersihan gunung saat melakukan pendakian.
“Sampah harus dibawa turun, karena gunung bukan tempat sampah,” kata dia.
Sumber : kompas.com
Tanggal : 13 Juli 2018