Omah Pinus Songgon, Surga Wisata Hutan dari Banyuwangi

brt363941028BERITAJATIM.COM (23/2/2017) | Kaki Gunung Raung memang menyimpan sejuta kenyamanan yang disuguhkan. Karya-karya alam mampu menjadi tambang yang indah untuk dimanfaatkan sebagai lokasi wisata.

Salah satunnya, Omah Pinus Songgon yang kini muncul melengkapi sejumlah destinasi wisata yang sudah ada. Berdiri di bawah tegakan hutan produksi pinus, Perhutani KPH Banyuwangi Barat mulai menggarap wisata itu bersama Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Rimba Ayu, di Desa Sumberbulu, Kecamatan Songgon.

Ciri khas pohon pinus yang keras dan tinggi menjulang nampaknya hanya terpikir, ini hanya akan menjadi hutan produksi. Namun, eksotika dibalik rimbunnya, jusru menumbuhkan rasa percaya hingga muncul sebagai lokasi wisata.

Payung warna-warni, bunga-bunga nan elok melayang dan melintang di bawah rerimbunan pohon pinus menambah eksotik view kala mata memandang.

Ditambah lagi adanya ornamen buatan semi permanen dari bilah-bilah papan yang tertempel rapi di atas pohon pinus membentuk rumah melayang, semakin menyentil indera mata memandang. Bahkan, tak jarang memancing hasrat para pemburu foto diri.

“Wisata pinus sudah berjalan enam bulan dengan mekanisme Perjanjian Kerja Sama (PKS) bersama masyarakat yang menjadi mitra kami. Hasilnya bisa dilihat sendiri,” jelas Bagian Komunikasi Perusahaan (Komper) Perhutani KPH Banyuwangi Barat, Adi Raharjo, Kamis (23/2/2107).

Serius menggarap lokasi ini, Perhutani awalnya menyetujui 4 Hektar hutannya disulap menjadi tempat wisata kekinian. Namun, setelah berbagai perundingan dan pengkajian internal, rencananya lokasi ini akan diperluas.

“Kita akan menyetujui untuk perluasan lahan di tempat itu. Tapi tetap dengan konsep semi permanen,” katanya.

Sejauh ini, Lanjut Adi, memang baru bersama LMDH yang dapat mengembangkan potensi wisata di wilayah hutan milik Perhutani ini. “Sebenarnya ada dari investor yang menawarkan tapi kita masih belum bisa menerima. Karena aturan kami tetap harus melibatkan LMDH di dalam susunannya,” tegasnya.

Sementara konsep yang sudah berjalan, pengelolaan wisata hutan diberikan sepenuhnya pada masyarakat. “Sistemnya sharing, 30 persen hasil diserahan kepada kami, 70 persen milik masyarakat yang telah dipotong untuk biaya operasional dan korporasi pada pemerintah. Dan asuransi jiwa sebesar Rp 350,” jelasnya.

Nampaknya, Perhutani mulai ketagihan dengan konsep pengelolaan hutan dengan pola wisata yang kini dirasakan. Dari 42 ribu Hektar yang dibagi menjadi dua antara 27 hutan lindung dan 25 hutan produksi kini mulai timbul perubahan.

“Dulu 60 persen hasil kita semua dari hutan produksi, tapi sekarang sudah mulai terbalik,” ucap Adi.

Belum lagi, dalam waktu dekat pihaknya juga akan segera merampungkan destinasi wisata baru di wilayah kerjanya. “Munculnya wisata pinus ini juga memicu beberapa mitra kami yang ingin mengembangkan lokasi hutan kami untuk menjadi wisata. Tapi kami tidak gegabah, karena perlu beberapa aspek yang harus ditempuh,” tutupnya. [rin/suf]

Sumber: beritajatim.comĀ 

Tanggal: 23 Februari 2017