Optimalkan Mangrove Untuk Budidaya Perikanan

fisheri3-300x225HARIAN EKONOMI NERACA (8/11/2016) | Perum Perhutani bekerja sama dengan 11 kelompok lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) sepakat mengembangkan hutan mangrove di pantai utara dan selatan Jawa untuk dikelola dengan pola “sylvofishery” yaitu kombinasi mangrove dengan budi daya ikan atau lainnya.
Siaran pers Perhutani di Jakarta menyebutkan 11 LMDH tersebut adalah Wana Sejati, Rimba Raharja, Ciptakarya Bakti, Mandiri, Karya Wanabakti, Wana Pantura, Kertaraharja, Windujaya, Winduasih, Wahanabakti, Wanabakti Lestari, Wana Lestari, Wana Sejarijaya Sakti, Greenting.
Pengembangan pemanfaatan hutan mangrove tersebut ditandai dengan kunjungan kerja Dirut Perhutani Denaldy M Manna ke Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Ciasem, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Gasem. Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta Jawa Barat
Kunjungan itu untuk memetakan potensi dan persoalan di hutan mangrove, termasuk budidaya ikan empang parit, sistem kelembagaan dan aturan yang ada, agar bisa dilakukan pengembangan sylvofishery dengan baik, serta fungsi lindung hutan mangrove bisa lebih dioptimalkan. “Pemerintah saat ini berupaya meningkatkan konsumsi ikan perkapita di pulau Jawa yang dinilai masih dibawah konsumsi tingkat nasional,” ujar Denaldy, disalin dari Antara.
Sesuai Inpres No. 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional, salah satu langkah adalah peningkatan produksi perikanan tangkap, budi daya dan pengolahan hasil perikanan.
Perhutani dapat berperan mengalokasikan hutan mangrove untuk budi daya pola sylvofishery dan Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa menyiapkan benih unggul produk perikanan dan pembinaan budi daya perikanan darat “Syrvofishery di hutan mangrove ini menjanjikan peningkatan produksi ikan nasional,” ujar Denaldy.
Sarjono, perwakilan LMDH Wana Sejati berharap hutan mangrove dapat meningkatkan pendapatan mereka melalui usaha sylvofishery empang parit atau untuk wisata pantai.” Kawasan mangrove di wilayah ini statusnya hutan lindung, sehingga yang bisa dimanfaatkan untuk sylvofishery hanya sebagian saja, lainnya harus tetap berupa hutan, jadi harus ada altematif untuk wisata.” kata Sarjono.
Luas hutan mangrove yang dikelola Perhutani sekitar 43 ribu Ha. Sebagian ada di KPH Purwakarta wait 15.897,21 Ha, pengelolaan pola sylvofishery 11317,17 Ha berada di 20 desa pada delapan kecamatan. Menurut Sarjono, masyarakat yang bergabung dalam LMDH umumnya mengusahakan ikan bandeng dan udang di hutan mangrove Perhutani serta rumput laut Produksi rata-rata bisa dua ton per hektar per tahun, kalau ikan mujair bisa 13 ton per hektar per tahun sedangkan hasiludangalam 05 kg per hektar per hari.
Secara terpisah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menargetkan penyusunan Peta Mangrove Nasional selesai pada tahun 2019 untuk dijadikan rujukan oleh semua kementerian dan lembaga. “Seluruh Indonesia akan diselesaikan pada tahun 2019 sesuai arahan Presiden Joko Widodo, mudah-mudahan didukung semua pihak,” kata Kepala Sub Direktorat Reboisasi, Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Joko Pramono, disalin dari laman yang sama.
Hal itu dikatakan pada penemuan integrasi data mangrove dalam rangka penyusunan saru peta mangrove Bali-Nusa Tenggara, yang dibuka Kepala Dinas Kehutanan Nusa Tenggara Barat (NTB) Hj Husnanidiaty Nurdin. Menurut dia, penyusunan Peta Mangrove Nasional diwacanakan sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Program tersebut kemudian dilanjutkan oleh Presiden Joko Widodo. Penyusunan peta tersebut tidak lepas dari berbagai konflik yang disebabkanoleh tidak adanya satu peta nasional yang menjadi rujukan dan disetujui semua kementerian dan lembaga.
“Pada masa lalu, banyak peta. walaupun objek yang sama tapi berbagai kementerian dan lembaga punya, sehinggamenimbulkan masalah ketika ada penggunaan lahan mangrove,” ujarnya.
Dasar penyusunan Peta Mangrove Nasional adalah keputusan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 19 tahun 2013 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Nasional Informasi Geospasial. Selain itu, Keputusan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 54 tahun 2015 tentang Walidata Informasi Geospasial Tematik.
Dasar lainnya adalah Peraturan Menteri lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.28/Menlhk/Set-jen/KUM. 1/2/2016 tentang Jaringan Informasi Geospasial Lingkup Kementerian lingkungan Hidup dan Kehutanan, Joko mengatakan, penanggungjawab Kelompok Kerja Penyusunan Peta Mangrove Nasional adalah Kementerian LHK.
 
Sumber : Harian Ekonomi Neraca, hal. 11
Tanggal : 8 November 2016