Parijata, Ketapel, dan Cinta untuk Muria

SUARAMERDEKA.COM, KUDUS (22/7/2016) | Berbekal pengaruhnya sebagai juru kunci Makam Sunan Muria dan Ketua Persatuan Angkutan Sepeda Motor Muria (PASMM), Muhammad Sokhib Garno Sunarno (62) mampu mendorong warga untuk melestarikan Pegunungan Muria.

Sepelemparan batu di atas bukit rindang yang dipenuhi pohon mranak, ranum merah muda buah parijata begitu menggoda mata, siang itu.

Beberapa orang berwajah kuyu dan berpeluh deras, duduk di selasela rimbunnya pepohonan sambil menatap buah bernama latin Medinilla speciosa yang diselubungi mitos obat anak cakep itu. Mereka begitu menikmati keindahan alam Petak 47.

Bagi warga Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, lokasi tersebut merupakan salah satu sudut menarik di Pegunungan Muria. Parijata, satwa liar, dan hutan lebat itulah yang membuat warga jatuh cinta dan berusaha melestarikannya. Mereka membuat kelompok agar dapat bersama-sama melestarikan lingkungan.

Geliat warga untuk melestarikan lingkungan itu, tidak bisa dilepaskan dari sepak terjang Muhammad Sokhib Garno Sunarno. Bahkan berkat jasanya sebagai pembina lingkungan, Sokhib dianugerahi kalpataru dari Presiden Jokowi, Jumat (22/7). Kecintaan Sokhib pada Muria, tercermin dalam tindak tanduknya ketika bercerita soal hutan itu.

Seolah tidak pernah kehabisan napas dan semangat, Sokhib meluapkan kecintaannya pada kawasan rimbun di atas Kota Keretek itu. Dia terklihat berbinar ketika berbicara soal parijata, lebatnya hutan, dan suara kicau burung di hutan Muria. ”Saya hanya ingin hutan Muria tetap lestari,” ujarnya lirih.

Bermodal pengaruh sebagai juru kunci Makam Sunan Muria dan Ketua Persatuan Angkutan Sepeda Motor Muria, Sokhib memulai membentuk pasukan pelestari hutan. Beberapa tukang ojek yang sepaham dengannya, sesekali diajak memantau kawasan hutan. Nyaris tanpa dukungan pihak mana pun, lahan hutan yang gersang ditanami dengan vegetasi peneduh, seperti kalista, kaliandra, dan ramayana.

Tepat pada 29 November 1999, Paguyuban Masyarakat Pelindung Hutan (PMPH) Muria dibentuk. Saat itu, anggotanya baru sembilan orang. Terakhir, ketika bersama Suara Merdeka mendaki Petak 47 untuk melihat ladang parijoto, Selasa (19/7), dia menyebut anggota sudah bertambah hingga 45 orang.

Anggota PMPH Muria sebagian merupakan pendaki alami yang mengetahui benar setiap jengkal hutan Pegunungan Muria. Sebagian lagi pengojek yang sangat andal mengendarai motor di antara diantara alur aliran air, tikungan, dan tanjakan tajam pegunungan.

Tidak heran jika terkadang jalur sempit pendakian Muria diramaikan motor ojek yang membawa berbagai bibit tanaman penghijauan. Dengan kemampuan seperti itu, susur hutan yang dilakukan terbilang luar biasa luas. PMPH bisa mengawasi 1.500 ha hutan. Tidak hanya yang ada di Kudus tetapi juga sampai perbatasan Pati.

Halau Pembalakan

Beberapa kali mereka membayangi dan menghalau pembalakan hutan dan sekali menangkap basah seorang pelaku penebangan pohon. ”Pelakunya saya serahkan ke Perhutani,” jelasnya. Dia masih ingat kejadian pada 1998. Setelah reformasi, hutan di sejumlah wilayah dibabat habis.

”Itu membuat dia dan warga sekitar berpikir keras agar pembalakan hutan tidak menjalar ke wilayah mereka,” ungkapnya. Ketika itu, ide-ide liar penyelamatan lingkungan masih menjadi sesuatu yang nyeleneh. Semua pihak masih sibuk dengan gejolak politik dan himpitan ekonomi akut.

Dibanding kawasan hutan Muria di kabupaten lain, dia menilai kondisi hutan Muria di Kudus jauh lebih baik. Salah satu penyebabnya, kearifan lokal Sunan Muria yang senantiasa menjaga lingkungan. Tidak hanya itu, sebagian warga juga memiliki kesibukan mengelola berbagai usaha terkait Makam Sunan Muria.

”Itu berkah lainnya peninggalan Sunan Muria,” ungkapnya. Garno juga mengaku tidak sendiri dalam menjaga kelestarian hutan Muria. Sekarang, banyak pihak yang peduli. Salah satunya, terlihat ketika terjadi beberapa kali kebakaran hutan di kawasan tersebut.

Pada 2000 dan 2015, misalnya lereng Argo Piloso terbakar. banyak pihak bergerak untuk memadamkannya, seperti Perhutani, polisi, TNI, BPBD, sukarelawan, dan pencinta alam. Bersama mereka, PMPH Muria bahu-membahu memadamkan api. Setelah kebakaran, kelompok tersebut juga berusaha menghijaukan kembali kawasan tersebut dengan cara yang sedikit aneh.

Garno mengungkapkan, kelompoknya melontarkan biji-biji tanaman penghijauan dengan ketapel. Dengan cara itu, biji dapat mencapai lokasi sempit dan curam. Beberapa titik puncak Muria yang semula terbakar, kini mulai menghijau karena biji pohon penghijauan mencapai tempat tersebut.

”Cara seperti itu lebih efektif,” tandasnya. Dia juga ingin masyarakat mendapat manfaat dari proses penyelamatan lingkungan tersebut. Karena itu, sering reboisasi lahan diikuti dengan penanaman tanaman kopi robusta. Garno juga mengajak warga menanam ramayana dan salak. dengan demikian, masyarakat dapat mendapatkan hasil dari panen buahnya.

tidak hanya berhenti di sana, untuk mempromosikan kopi Colo, warga menggelar wiwit kopi/ panen raya. Dalam acara itu, dilakukan pelepasan satwa. Ide Shokib kini semakin berkembang dengan dukungan generasi muda kreatif desa setempat. Mereka memoles berbagai kegiatan di desa agar bermuatan penyelamatan lingkungan dengan sentuhan budaya dan kearifan lokal.

Di singgung soal Kalpataru, Sokhib mengaku itu bukan tujuan akhirn. Lelaki bernama asli Garno Sunarno yang lahir di Desa Colo, Minggu Pon 13 September 1964 itu hanya ingin tempat bermainnya sejak kecil tetap lestari, menjadi rumah bagi aneka satwa, menyimpan air tanah, dan memberi manfaat besar bagi masyarakat sekitar.

Karena itu, dia ingin agar semua pemimpin di wilayah Muria, baik dari Kudus, Pati, maupun Jepara, duduk satu meja membicarakan masa depan kawasan tersebut secara komprehensif. Bagaimanapun, kondisi Muria akan menentukan wajah ketiga wilayah tersebut.

Dia mengapresiasi upaya Bupati Kudus Musthofa yang mempersiapkan surat keputusan sebagai payung hukum PMPH. Legalitas tersebut dinilai sebagai kebijakan strategis yang dapat memperlebar langkah pelestarian hutan Muria dengan berbagai komponen di dalamnya. (Anton W Hartono-61)

Tanggal : 22 Juli 2016
Sumber : Suaramerdeka.com