RILIS.ID (25/3/2020) | Kebutuhan ubi kayu akan semakin meningkat di masa yang akan datang seiring bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri berbahan baku ubi kayu. Kampanye makanan sehat non beras memberi harapan ubi kayu akan menjadi bahan pangan sumber karbohidrat penting di masa depan. Ubi kayu merupakan sumber pati yang sangat baik untuk bahan baku pangan, energi, dan industri.
Penggunaan ubi kayu dalam industri non-pangan seperti kosmetik, bio-farmaka, bio-plastik juga semakin meningkat. Pada proses budi daya dan pengolahan ubi kayu dihasilkan beragam produk samping dalam jumlah besar, seluruh bagian komoditas ini dapat dimanfaatkan. Ubi kayu layak dikembangkan menjadi pusat pengembangan inovasi teknologi dan hilirisasi agribisnis komoditas nasional.
Produksi ubi kayu mengalami penurunan sebesar 3 juta ton dan pengurangan luas panen sekitar 200 ribu hektare (BPS 2018). Permasalahan ini secepatnya perlu diatasi dengan usaha peningkatan produksi melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi. Usaha intensifikasi dapat dilakukan dengan perakitan varietas unggul baru maupun perakitan teknologi produksi yang lebih unggul dari yang sudah ada di sentra produksi. Ekstensifikasi untuk memperluas lahan pertanian ke arah areal baru, di antaranya ke kawasan hutan atau perkebunan.
Salah satu kawasan hutan yang mempunyai potensi besar untuk pengembangan ubi kayu adalah kawasan hutan jati yang dikelola oleh Perum Perhutani karena telah diatur tata ruangnya dengan intensif. Pemanfaatan areal di bawah tegakan tanaman jati untuk budi daya diharapkan meningkatkan ketahanan pangan dan pendapatan petani di sekitar hutan. Apabila lahan hutan di seluruh Indonesia digarap 20 persen saja, maka akan menghasilkan 378 juta ton ubi kayu per musim tanam.
Penelitian yang dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian melalui Balai Penelitian Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi), Sri Wahyuningsih bebarapa tahun lalu melaporkan bahwa, di lahan tegakan jati muda bisa dijadikan kawasan pengembangan tanaman ubi kayu atau singkong. Kawasan yang dijadikan lokasi penelitian bekerjasama dengan Perum Perhutani KPH Blora, di Desa Bogem, Kecamatan Japah, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Lahan yang digunakan adalah petak yang ditanami pohon jati varietas JPP (Jati Plus Perhutani) berumur dua tahun seluas dua hektar. Kondisi lahan pada percobaan cukup beragam, di beberapa tempat solum tanah cukup dangkal dan berbatu, kemiringan lahan berkisar antara 10 – 15 persen.
Lima varietas ubi kayu yaitu: Adira 4, Malang 4, Litbang UK 2, Cecek Ijo (lokal), dan UJ 5 ditanam di bawah tegakan tanaman jati umur dua tahun.
Ubi kayu ini ditanam denggunakan tiga dosis pemberian input pupuk yaitu: 100 kilogram Urea ditambah 125 kilogram. Kemudian SP-36 ditambah 75 KCl (input rendah). Lalu 125 kilogram Urea ditambah 150 kilogram, SP-36 ditambah 100 KCl (input sedang), dan 200 kilogram Urea ditambah 200 kilogram SP-36 ditambah 125 kilogram KCl ditambah 5 ton pukan (input tinggi).
Semua pupuk (Urea, SP-36 dan KCl) diberikan pada saat tanam, kecuali pupuk Urea diberikan dua kali yaitu 1 per 3 dosis pada saat tanam dan sisanya diberikan pada saat tanaman berumur tiga bulan. Jarak tanam tegakan jati adalah 3 meter x 3 meter. Setiap lorong di antara tegakan pohon jati dibuat dua guludan dengan jarak antar guludan 100 sentimeter. Ukuran petak 3 meter x 4 meter (10 tanaman).
Tanaman ubi kayu ditanam pada guludan dengan jarak 100 sentimeter x 80 sentimeter. Populasi tanaman 7.500 ubi kayu per hektare sekitar 60 persen dari populasi normal.
Hasil umbi yang diperoleh hanya dipengaruhi oleh perbedaan varietas ubi kayu. Varietas Malang 4 dan Adira 4 memberikan hasil lebih banyak dibandingkan tiga varietas lainnya masing-masing 32 dan 28 ton per hektare. Varietas Litbang UK 2, UJ 5, dan Cecek Ijo menghasilkan umbi lebih sedikit berturut turut 21, 23 dan 25 ton per hektare.
Perbedaan input pupuk yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan hasil umbi, tetapi diindikasikan penggunaan input pupuk sedang (125 kilogram Urea ditambah 150 kilogram SP36 ditambah 100 kilogram KCl) memberikan hasil yang cenderung lebih tinggi (27,29 ton per hektare). Pada input pupuk tinggi (200 kilogram Urea ditambah 200 kilogram SP36 ditambah 125 kilogram KCl ditambah 5 ton kompos per hektar). Tanaman banyak yang roboh karena terlalu subur dan tinggi. Oleh karena itu, pilihan input pupuk yang dapat dianjurkan adalah penggunaan input pupuk sedang.
Hasil umbi yang dicapai oleh varietas Malang 4 dan Adira 4 dinilai sudah cukup tinggi karena di bawah tegakan pohon jati populasinya hanya mencapai 60 persen dari pertanaman monokultur. Di samping itu terdapat pengaruh naungan dari pohon Jati yang mencapai 40 – 60 persen. Varietas Litbang UK 2 mempunyai kadar pati yang terendah, 18,60 persen (Tabel 2). Sedangkan kadar pati tertinggi diperoleh varietas Adira 4 (22,87 persen). Kadar pati tidak dipengaruhi oleh perbedaan input pemupukan. Hal ini menunjukkan bahwa kadar pati lebih dipengaruhi oleh fisiologi, biokimia, dan ekspresi gen tanaman (Li et al. 2016).
Teknologi budi daya ubi kayu di bawah tegakan jati yang dapat disarankan adalah di antara tegakan pohon jati jarak tanam 3 meter x 3 meter, berdasarkan ketentuan Perum Perhutani dapat ditanami ubi kayu dua baris, sehingga populasi tanaman 60 persen dari populasi monokultur. Pada kondisi yang demikian Varietas Malang 4 mampu tumbuh lebih baik dan memberikan hasil umbi lebih tinggi (32,01 ton per hektare) dari Varietas Adira 4, Cecek Ijo, UJ 5, dan Litbang UK 2. Secara teknis, dosis pupuk yang dianjurkan adalah 125 kilogram Urea + 150 kilogram SP36 + 100 KCl kilogram per hektare.
Sumber : rilis.id
Tanggal : 25 Maret 2020